Bawaslu: Perkara TSM Bukan Kompetensi Absolut MA
A
A
A
JAKARTA - Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) menilai gugatan kasasi kedua Prabowo Subianto-Sandiaga Uno terkait pelanggaran administrasi pemilu TSM (terstruktur, sistematis, dan masif) bukan kompetensi absolut dari Mahkamah Agung (MA).
Sebelumnya, Bawaslu menerima surat dari MA untuk memberi jawaban terkait permohonan yang diajukan Badan Pemenangan Nasional (BPN) pasangan Capres dan Cawapres nomor urut 02, Prabowo-Sandi. Bawaslu pun telah memberikan jawaban pada 8 Juli lalu.
Komisoner Bawaslu, Fritz Edwar Siregar mengatakan gugatan tersebut semestinya melalui proses di KPU terlebih dahulu. Menurutnya, pelanggaran administrasi pemilu TSM itu merupakan ranah yang diberikan kepada Bawaslu dan bukan diselesaikan di MA.
"MA baru bisa menerima perkara ketika keputusan TSM ditindaklanjuti oleh KPU dan KPU sudah melakukan proses pembatalan calon (presiden dan wakil presiden)," ujarnya saat dihubungi SINDOnews, Jumat (12/7/2019).
Dia melanjutkan MA baru bisa melakukan sebuah kajian atau memutus terhadap pokok perkaranya. Tapi jika surat keputusan pembatalan itu tidak ada, maka MA tidak memiliki kompetensi untuk menyelesaikan permohonan TSM.
Hal ini menurutnya berdasarkan UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum yang menetapkan peran Bawaslu sebagai quasi pengadilan melalui sistem ajudikasi peradilan dapat memberikan putusan. “Artinya baik itu permohonannya BPN atau Prabowo-Sandi itu seharusnya sudah selesai di Bawaslu,” jelasnya.
Fritz menilai gugatan pelanggaran TSM yang diajukan tidak jauh berbeda dengan permohonan yang pernah diajukan terdahulu oleh pihak BPN 02. "Bisa melihat putusan sebelumnya, sebenarnya jawaban kami sekarang hampir sama seperti jawaban kami sebelumnya, bahwa itu bukan kompetensi absolut dari Mahkamah Agung," tegasnya.
Sebelumnya, Bawaslu menerima surat dari MA untuk memberi jawaban terkait permohonan yang diajukan Badan Pemenangan Nasional (BPN) pasangan Capres dan Cawapres nomor urut 02, Prabowo-Sandi. Bawaslu pun telah memberikan jawaban pada 8 Juli lalu.
Komisoner Bawaslu, Fritz Edwar Siregar mengatakan gugatan tersebut semestinya melalui proses di KPU terlebih dahulu. Menurutnya, pelanggaran administrasi pemilu TSM itu merupakan ranah yang diberikan kepada Bawaslu dan bukan diselesaikan di MA.
"MA baru bisa menerima perkara ketika keputusan TSM ditindaklanjuti oleh KPU dan KPU sudah melakukan proses pembatalan calon (presiden dan wakil presiden)," ujarnya saat dihubungi SINDOnews, Jumat (12/7/2019).
Dia melanjutkan MA baru bisa melakukan sebuah kajian atau memutus terhadap pokok perkaranya. Tapi jika surat keputusan pembatalan itu tidak ada, maka MA tidak memiliki kompetensi untuk menyelesaikan permohonan TSM.
Hal ini menurutnya berdasarkan UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum yang menetapkan peran Bawaslu sebagai quasi pengadilan melalui sistem ajudikasi peradilan dapat memberikan putusan. “Artinya baik itu permohonannya BPN atau Prabowo-Sandi itu seharusnya sudah selesai di Bawaslu,” jelasnya.
Fritz menilai gugatan pelanggaran TSM yang diajukan tidak jauh berbeda dengan permohonan yang pernah diajukan terdahulu oleh pihak BPN 02. "Bisa melihat putusan sebelumnya, sebenarnya jawaban kami sekarang hampir sama seperti jawaban kami sebelumnya, bahwa itu bukan kompetensi absolut dari Mahkamah Agung," tegasnya.
(kri)