Hamdan Zoelva Ingin Pemilu Mendatang seperti Tahun 1999
A
A
A
MAJALENGKA - Sejumlah persoalan yang muncul pada Pileg dan Pilpres lalu, memicu beragam tanggapan dari berbagai kalangan. Sejumlah pilihan pun muncul berbarengan dengan beragamnya pendapat itu.
Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Hamdan Zoelva menilai, perlu adanya perubahan sistem untuk Pemilu mendatang. Sistem tertutup, adalah tawaran yang disampaikan oleh Hamdan.
"Harapan saya memang harus evaluasi Pemilu pada masa yang akan datang," kata Hamdan saat menghadiri Pelantikan Pengurus HMI dan Kohati cabang Majalengka, periode 2019-2020 di Gedung KNPI Majalengka, Jawa Barat, Rabu (3/7/2019).
"Kalau saya mengusulkan, Pemilu kita tetap Pemilu serentak, tetapi Pemilu yang lebih sederhana. Sederhana yang bagaimana? Akan sangat sederhana kalau kita gunakan sistem yang tertutup," sambungnya.
Lewat Pemilu dengan sistem tertutup itu, nantinya masyarakat hanya akan memilih partai politik (parpol) saja, seperti Pemilu 1999 lalu. Dengan sistem tersebut, maka Pemilu yang dihelat itu jauh lebih sederhana bagi masyarakat.
Lewat sistem terbuka juga lanjut Hamdan, petugas KPPS tidak akan membutuhkan waktu panjang untuk melakukan rekapitulasi. "Kemudian yang ketiga, bahwa dengan sistem terbuka seperti ini, anggota-anggota DPR tidak lebih baik dari sistem tertutup," jelasnya.
Pemilu dengan sistem terbuka seperti yang dilakukan saat ini lanjut dia, menimbulkan permainan yang merusak, baik bagi masyarakat maupun para Caleg.
"Karena itu saya mengusulkan ke depan, kita kembali, tetap Pemilu serentak, tetapi dengan sistem yang tertutup, itu akan sangat sederhana sekali," ungkap Hamdan.
Dalam kesempatan itu, dia juga menyoroti tentang threshold 20 persen sebagai syarat Parpol bisa mengajukan capres dan cawapres. Menurutnya, kebijakan tersebut alangkah baiknya diubah, hingga tidak ada batasan persentase.
"Kita kembali saja ke Undang-undang Dasar, yang sebenarnya tidak menghendaki ada persentase. Karena seluruh peserta Pemilu, baik secara sendiri-sendiri maupun gabungan, dapat mencalonkan pasangan calon presiden dan calon wakil presiden. Jadi dibuka saja sampai 0," papar dia.
Terkait peluang akan banyaknya pasangan capres dan cawapres, Hamdan menjelaskan hal itu tidak jadi masalah. Bahkan dia mengibaratkan hal itu dengan sebuah kompetisi, yang mengharuskan para kontestan melewati babak kualifikaai untuk kemudian sampai ke babak final. Saat babak final itu, dua calon yang akan bersaing di putaran ke dua.
"Nah ini tidak akan membuat ketegangan politik sampai delapan bulan. Urusan dua pasanagn calon, urusan cebong kampret delapan bulan. Jadi sebenarnya kalau dibebaskan, enggak akan seperti itu," jelas dia.
Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Hamdan Zoelva menilai, perlu adanya perubahan sistem untuk Pemilu mendatang. Sistem tertutup, adalah tawaran yang disampaikan oleh Hamdan.
"Harapan saya memang harus evaluasi Pemilu pada masa yang akan datang," kata Hamdan saat menghadiri Pelantikan Pengurus HMI dan Kohati cabang Majalengka, periode 2019-2020 di Gedung KNPI Majalengka, Jawa Barat, Rabu (3/7/2019).
"Kalau saya mengusulkan, Pemilu kita tetap Pemilu serentak, tetapi Pemilu yang lebih sederhana. Sederhana yang bagaimana? Akan sangat sederhana kalau kita gunakan sistem yang tertutup," sambungnya.
Lewat Pemilu dengan sistem tertutup itu, nantinya masyarakat hanya akan memilih partai politik (parpol) saja, seperti Pemilu 1999 lalu. Dengan sistem tersebut, maka Pemilu yang dihelat itu jauh lebih sederhana bagi masyarakat.
Lewat sistem terbuka juga lanjut Hamdan, petugas KPPS tidak akan membutuhkan waktu panjang untuk melakukan rekapitulasi. "Kemudian yang ketiga, bahwa dengan sistem terbuka seperti ini, anggota-anggota DPR tidak lebih baik dari sistem tertutup," jelasnya.
Pemilu dengan sistem terbuka seperti yang dilakukan saat ini lanjut dia, menimbulkan permainan yang merusak, baik bagi masyarakat maupun para Caleg.
"Karena itu saya mengusulkan ke depan, kita kembali, tetap Pemilu serentak, tetapi dengan sistem yang tertutup, itu akan sangat sederhana sekali," ungkap Hamdan.
Dalam kesempatan itu, dia juga menyoroti tentang threshold 20 persen sebagai syarat Parpol bisa mengajukan capres dan cawapres. Menurutnya, kebijakan tersebut alangkah baiknya diubah, hingga tidak ada batasan persentase.
"Kita kembali saja ke Undang-undang Dasar, yang sebenarnya tidak menghendaki ada persentase. Karena seluruh peserta Pemilu, baik secara sendiri-sendiri maupun gabungan, dapat mencalonkan pasangan calon presiden dan calon wakil presiden. Jadi dibuka saja sampai 0," papar dia.
Terkait peluang akan banyaknya pasangan capres dan cawapres, Hamdan menjelaskan hal itu tidak jadi masalah. Bahkan dia mengibaratkan hal itu dengan sebuah kompetisi, yang mengharuskan para kontestan melewati babak kualifikaai untuk kemudian sampai ke babak final. Saat babak final itu, dua calon yang akan bersaing di putaran ke dua.
"Nah ini tidak akan membuat ketegangan politik sampai delapan bulan. Urusan dua pasanagn calon, urusan cebong kampret delapan bulan. Jadi sebenarnya kalau dibebaskan, enggak akan seperti itu," jelas dia.
(maf)