Pemerintah Khawatir Inflasi Tahunan

Selasa, 02 Juli 2019 - 08:00 WIB
Pemerintah Khawatir Inflasi Tahunan
Pemerintah Khawatir Inflasi Tahunan
A A A
PEMERINTAH khawatir inflasi tahunan bakal melewati proyeksi yang dipatok sekitar 3,5%. Pasalnya, laju inflasi yang dipublikasi Badan Pusat Statistik (BPS) berada pada level 0,55% dengan inflasi komponen inti mencapai 0,38%. Inflasi komponen inti tersebut, sebagaimana diakui Menteri Koordinator (Menko) Bidang Perekonomian Darmin Nasution, sudah masuk kategori tinggi sehingga khawatir inflasi tahunan melewati target pemerintah.

Sehubungan itu, mantan petinggi bank sentral tersebut menyatakan dibutuhkan upaya ekstra guna menahan laju inflasi hingga akhir tahun agar tidak melewati kisaran 3,5% sebagaimana dipatok pemerintah. Upaya sungguh-sungguh untuk menahan laju inflasi itu, Darmin yang juga pernah menjabat kepala institusi pengumpul pajak di negeri ini, menyebut salah satu kuncinya adalah melalui pengendalian harga pangan.

Sehubungan itu, pemerintah bertekad menjaga jangan sampai terjadi gejolak harga pangan pada periode semester dua tahun ini. Mulai awal kuartal ketiga ini, pemerintah sudah harus bergerak bila ingin laju inflasi tahunan tetap dalam kontrol. Saat ini BPS mencatat tingkat inflasi komponen inti tahun kalender periode Januari hingga Juni 2019 mencapai 1,55%.

Adapun penyumbang terbesar laju inflasi pada Juni lalu adalah meningkatnya harga makanan selaman Lebaran. Dari publikasi BPS terungkap, laju inflasi pada bahan makanan menembus 1,63%. Meski bahan makanan memberi kontribusi besar pada kenaikan inflasi Juni, ada juga sejumlah bahan makanan yang justru mengalami deflasi, di antaranya bawang putih dan daging ayam.Selain bahan makanan, data BPS juga menunjukkan kenaikan upah jasa asisten rumah tangga hingga perhiasan menjadi pendorong laju inflasi kali ini. Kenaikan upah asisten rumah tangga berkontribusi terhadap laju inflasi sekitar 0,01%.
Sementara itu, posisi Neraca Perdagangan Indonesia (NPI) selama lima bulan pada 2019 mencatat defisit Januari dan April masing-masing USD1,16 miliar dan USD2,50 miliar, sebaliknya Februari dan Maret alami surplus masing-masing USD330 juta dan USD540 juta.Untuk Mei lalu, kembali meraih surplus sebesar USD210 juta. Meski demikian, kinerja NPI tersebut belum bisa disebut dalam posisi ideal. Pasalnya, kinerja impor memang menurun, tetapi kinerja ekspor juga terkoreksi. Seharusnya kinerja ekspor meningkat, sebaliknya kinerja impor menurun.
Posisi NPI Juni 2019 mengalami surplus sejumlah negara, di antaranya Amerika Serikat sebesar USD3,9 miliar, disusul India USD3,08 miliar. Sebaliknya, NPI mengalami tekor dengan Negeri Tirai Bambu senilai USD8,48 miliar dan termasuk dengan Thailand dan Australia.Adapun total ekspor Indonesia sepanjang Januari hingga Mei 2019 tercatat sebesar USD68,46 miliar. Apabila dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya maka terjadi penurunan sekitar 8,61% dari total sebesar USD74,91 miliar.
Kinerja impor Indonesia juga mengalami penurunan. Masih berdasarkan data publikasi BPS, total impor tercatat USD14,53 miliar atau turun sekitar 5,62% secara bulanan dan 17,71% secara tahunan. Meski nilai impor mengalami penurunan, Indonesia mencatat ekspor minyak goreng yang cukup tinggi. Data BPS menunjukkan pada April 2019 total impor minyak goreng sebanyak 15,38 juta ton senilai USD11,48 miliar. Selanjutnya, pada Mei 2019 meningkat menjadi 28,53 juta ton senilai USD16,15 juta.

Adapun total impor minyak goreng sepanjang Januari hingga Mei 2019 tercatat sebanyak 61,86 juta ton senilai USD43,03 juta. Impor minyak goreng dipasok dari sejumlah negara tetangga. Malaysia memasok minyak goreng sebanyak 21,45 ton, Filipina memasukkan minyak goreng sebanyak 19,72 juta ton, dan Papua Nugini sebanyak 6,87 juta ton, Thailand mengirim minyak goreng 5,68 juta ton, Singapura memasok minyak goreng 4,56 juta ton, selebihnya sebanyak 3,57 juta ton dari berbagai negara.

Namun, pemerintah––dalam hal ini Dirjen Perdagangan Luar Negeri, Kementerian Perdagangan (Kemendag) Oke Nurwan, menduga minyak goreng yang diimpor tersebut memang tidak diproduksi di Indonesia. Benarkah? Pemerintah harus turun tangan mengecek minyak goreng impor tersebut.Melihat angka yang cukup tinggi itu menimbulkan pertanyaan besar sebab Indonesia salah satu negara produsen kelapa sawit terbesar di dunia. Sungguh ironis Indonesia malah mengimpor minyak goreng dalam jumlah besar. Jadi, tugas besar pemerintah selain menjaga laju inflasi tahunan sesuai target, juga bagaimana menggenjot kinerja ekspor agar NPI tidak tekor.
(whb)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.6742 seconds (0.1#10.140)