Kontras Soroti Kinerja Polri Terkait Hoaks dan Ujaran Kebencian

Senin, 01 Juli 2019 - 18:03 WIB
Kontras Soroti Kinerja...
Kontras Soroti Kinerja Polri Terkait Hoaks dan Ujaran Kebencian
A A A
JAKARTA - Di Hari Bhayangkara ke-73, Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) memberikan catatan khusus kepada kepolisian.

Dalam kontes sosial politik sepanjang tahun 2018-2019, Kontras Polri menghadapi ujian berat.

Koordinator Kontras Yati Adriyani menyebutkan di tengah kontestasi politik yang sengit dan terbaginya dukungan masyarakat dalam dua kutub politik yang bersaing, netralitas dan profesionalitas kepolisian mendapatkan sorotan tajam.

"Dalam konteks ini Kontras menyoroti beberapa titik kritis bagi kepolisian, di antaranya dalam hal penanganan terhadap pelaku ujaran kebencian (hate speech) dan penyebaran berita bohong (hoax). Serta penanganan terhadap bentuk-bentuk ekspresi politik, kebebasan berkumpul dan mengemukakan pendapat," tutur Yati dalam jumpa pers di Kantor Kontras, Kwitang, Jakarta Pusat, Senin (1/7/2019).

Yati menjelaskan, dalam titik-titik kritis tersebut, muncul tuduhan-tuduhan polisi melakukan kriminaliasi ulama dan oposisi.

Meski faktanya, lanjut dia, kepolisian juga menerima laporan pidana dari kubu oposisi yang melaporkan politikus pro-pemerintah.

Tuduhan berpihak kepada penguasa, lanjut Yati, seolah mendapatkan pembenarannya dalam pembatasan dan pelarangan kegiatan-kegiatan kebebasan berkumpul dan mengemukakan pendapat.

"Misalnya pelarangan aksi-aksi #2019GantiPresiden di beberapa daerah dan penggunaan hukum defamasi pencemaran nama baik, UU Informasi, Transaksi Elektronik (ITE) dan pasal makar oleh kepolisian yang cukup meluas dan menyasar pihak yang secara tajam menyerang dan mengkritik pemerintah," tuturnya.

Kendati dari banyak kasus penyebaran hoaks, kata Yati, polisi berhasil membuktikan kesalahan para pelaku. Namun dalam penggunaan pasal ujaran kebencian dan makar, sepak terjang kepolisian dinilai kontroversial.

Selain itu, kata Yati, hal itu semakin rumit karena sifat ketentuan atau undang-undang yang mengatur penggolongan tindakan ujaran kebencian yang lentur, tidak jelas dan multitafsir.

Kontroversi yang menyertai kepolisian dalam penanganan kasus-kasus tersebut mengakibatkan munculnya sentimen negatif yang sangat kuat dari salah satu kubu, sebagaimana terlihat dalam momen-momen seperti aksi alumni 212 dan terakahir dalam aksi 21-22 Mei.

"Dalam konteks ini, angka pelanggaran dalam penggunaan kekuatan yang berlebihan, diskresi yang sewenang-wenang, tindakan kekerasan dan penyiksaan dalam laporan ini, sedikit banyak dipengaruhi oleh situasi politik negeri sepanjangan setahun terakhir ini," tuturnya.
(dam)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.0797 seconds (0.1#10.140)