Pengamat soal Sistem Zonasi: Setiap Sekolah Perlu Memperbaiki Kualitasnya
A
A
A
JAKARTA - Kendati banyak menuai polemik, namun pengamat pendidikan Arief Rachman memuji kebijakan sistem zonasi Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) yang diterapkan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud).
Menurut Arief, sistem zonasi akan menjamin pemerataan peserta didik pada setiap daerah di masa mendatang. "Jadi anak-anak tidak pergi, umpamanya anak Ambon pergi ke Yogya hanya untuk sekolah SMA," ujar Arier Rachman saat dihubungi SINDOnews, Selasa 25/6/2019). (Baca juga: Hanya Satu SMA, Gubernur WH Anggap PPDB Sistem Zonasi Tak Efektif)
Kendati demikian, ia memberi satu catatan khusus agar sistem zonasi PPDB ini tidak menjadi permasalahan di kemudian hari, yakni setiap sekolah harus memastikan mutu dari kualitas sekolahnya.
"Jadi kalau anak-anak itu masuk ke sekolah yang memang di zonanya, sekolah itu harus diperbaiki, karena itu pelatihan untuk guru-guru harus dilakukan oleh semua zona dan itu menjadi tanggung jawab dan pekerjaan dari pemerintah pusat maupun daerah," ucapnya.
Soal polemik sistem zonasi PPDB yang terjadi saat ini, Arief mengatakan perlu ada penjelasan kepada masyarakat dan kepastian terkait pembinaan mutu bagi tenaga pendidik di setiap zona. (Baca juga: Daftarkan Anak ke Sekolah Negeri, Orang Tua Antre Sejak Subuh)
"Masyarakat harus dipastikan bahwa pembinaan mutu itu dilakukan secara bertahap 3 bulan sekali dan sekarang juga harus sudah ada pelatihan-pelatihannya sehingga anak-anak itu waktu masuk ke sekolah di zonanya dia lihat bahwa mutunya bagus," jelasnya.
Terakhir, Arief menyinggung soal pernyataan Mendikbud terkait tidak ada lagi istilah sekolah favorit. Arief menyebut bahwa penilaian itu akan tetap ada dari masyarakat, yang melihat dari berbagai aspek, mulai dari segi bangunan dan mutu pembelajarannya.
"Saya pikir Mendikbud bisa saja mengatakan gitu, tapikan kata favorit dan tidak favorit itu yang memberikan predikat kan masyarakat, kita tidak bisa memaksa rakyat untuk tidak menggunakan istilah itu," tandasnya.
Mendikbud Muhajir Effendy sebelumnya menilai pro kontra yang terjadi di masyarakat terkait PPDB sistem zonasi merupakan hal lumrah. (Baca juga: Soal PPDB, Mendikbud Salahkan Pemda yang 'Bolos' Saat Sosialisasi)
"Saya kira kalau ada komplain ada reaksi dari masyarakat itu kita anggap hal yang wajar karena sesuatu hal yang baru. Kalau ada yang belum pas nanti akan ada yang kita sesuaikan dan seterusnya," ujarnya.
Muhajir menjelaskan, PPDB berbasis zonasi pada tahun ini bukan merupakan permulaan, sebab PPDB berbasis zonasi ini sudah memasuki tahun ketiga. Maka dari itu, pihaknya telah melakukan langkah-langkah evalusi dan antisipasi terkait sistem tersebut. (Baca juga: Mendikbud Ancam Tutup Sekolah Swasta yang Semena-mena Terhadap Siswa Baru)
Mendikbud juga memohon agar masyarakat mulai menyadari bahwa era sekolah favorit sudah selesai dengan adanya sistem zonasi PPDB itu. "Karena sekarang enggak ada sekolah yang isinya anak-anak tertentu, terutama yang mereka yang dari proses passing grade, yang relatif homogen, enggak ada sekarang," tandasnya.
Menurut Arief, sistem zonasi akan menjamin pemerataan peserta didik pada setiap daerah di masa mendatang. "Jadi anak-anak tidak pergi, umpamanya anak Ambon pergi ke Yogya hanya untuk sekolah SMA," ujar Arier Rachman saat dihubungi SINDOnews, Selasa 25/6/2019). (Baca juga: Hanya Satu SMA, Gubernur WH Anggap PPDB Sistem Zonasi Tak Efektif)
Kendati demikian, ia memberi satu catatan khusus agar sistem zonasi PPDB ini tidak menjadi permasalahan di kemudian hari, yakni setiap sekolah harus memastikan mutu dari kualitas sekolahnya.
"Jadi kalau anak-anak itu masuk ke sekolah yang memang di zonanya, sekolah itu harus diperbaiki, karena itu pelatihan untuk guru-guru harus dilakukan oleh semua zona dan itu menjadi tanggung jawab dan pekerjaan dari pemerintah pusat maupun daerah," ucapnya.
Soal polemik sistem zonasi PPDB yang terjadi saat ini, Arief mengatakan perlu ada penjelasan kepada masyarakat dan kepastian terkait pembinaan mutu bagi tenaga pendidik di setiap zona. (Baca juga: Daftarkan Anak ke Sekolah Negeri, Orang Tua Antre Sejak Subuh)
"Masyarakat harus dipastikan bahwa pembinaan mutu itu dilakukan secara bertahap 3 bulan sekali dan sekarang juga harus sudah ada pelatihan-pelatihannya sehingga anak-anak itu waktu masuk ke sekolah di zonanya dia lihat bahwa mutunya bagus," jelasnya.
Terakhir, Arief menyinggung soal pernyataan Mendikbud terkait tidak ada lagi istilah sekolah favorit. Arief menyebut bahwa penilaian itu akan tetap ada dari masyarakat, yang melihat dari berbagai aspek, mulai dari segi bangunan dan mutu pembelajarannya.
"Saya pikir Mendikbud bisa saja mengatakan gitu, tapikan kata favorit dan tidak favorit itu yang memberikan predikat kan masyarakat, kita tidak bisa memaksa rakyat untuk tidak menggunakan istilah itu," tandasnya.
Mendikbud Muhajir Effendy sebelumnya menilai pro kontra yang terjadi di masyarakat terkait PPDB sistem zonasi merupakan hal lumrah. (Baca juga: Soal PPDB, Mendikbud Salahkan Pemda yang 'Bolos' Saat Sosialisasi)
"Saya kira kalau ada komplain ada reaksi dari masyarakat itu kita anggap hal yang wajar karena sesuatu hal yang baru. Kalau ada yang belum pas nanti akan ada yang kita sesuaikan dan seterusnya," ujarnya.
Muhajir menjelaskan, PPDB berbasis zonasi pada tahun ini bukan merupakan permulaan, sebab PPDB berbasis zonasi ini sudah memasuki tahun ketiga. Maka dari itu, pihaknya telah melakukan langkah-langkah evalusi dan antisipasi terkait sistem tersebut. (Baca juga: Mendikbud Ancam Tutup Sekolah Swasta yang Semena-mena Terhadap Siswa Baru)
Mendikbud juga memohon agar masyarakat mulai menyadari bahwa era sekolah favorit sudah selesai dengan adanya sistem zonasi PPDB itu. "Karena sekarang enggak ada sekolah yang isinya anak-anak tertentu, terutama yang mereka yang dari proses passing grade, yang relatif homogen, enggak ada sekarang," tandasnya.
(thm)