Ahli 01 Minta SBY Dihadirkan ke MK Terkait Dalil BIN dan Polri Tidak Netral
A
A
A
JAKARTA - Edward Omar Sharif Hiariej, Saksi Ahli yang dihadirkan oleh Tim Hukum Jokowi-Ma'ruf dalam sidang sengketa Pilpres 2019 di Mahkamah Konstitusi (MK) membedah posita atau gambaran adanya hubungan yang menjadi dasar atau uraian dari tuntutan yang diajukan kubu pemohon yakni Prabowo-Sandi.
Eddy menilai alat bukti yang dijadikan dalil permohonan Tim Hukum 02 terkait ketidaknetralan aparat BIN, TNI dan Polri tidak relevan. Eddy menjelaskan, bahwa alat bukti petunjuk berdasar Pasal 36 juncto Pasal 37 berikut Penjelasan Pasal 36 dan Pasal 37 Undang-Undang Mahkamah Konstitusi.
Yang menjelaskan bahwa petunjuk hanya dapat diperoleh dari keterangan saksi, surat atau barang bukti berdasarkan penilaian MK dengan memperhatikan persesuain antara alat bukti yang satu dengan alat bukti yang lain.
"Artinya, alat bukti petunjuk ini adalah mutlak kepunyaan hakim, bukan kepunyaan pemohon, bukan pula kepunyaan termohon ataupun pihak terkait. Dengan demikian alat bukti petunjuk yang dijadikan dalil oleh Kuasa Hukum Pemohon, tidaklah relevan," ujar Eddy dalam persidangan di MK, Jakarta, Jumat (21/6/2019).
Untuk itu menurut Eddy, jika ketrerangan Presiden ke-6 Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) akan dijadikan sebagai bukti petunjuk oleh Majelis Hakim Konstitusi maka bukan berita tentang ketidaknetralan aparat BIN, Polri dan TNI yang disampaikan oleh SBY dalam media massa seperti yang dikutip Tim Hukum Prabowo-Sandiaga Uno dalam berkas permohonan PHPU Pilpres 2019.
"Namun dalam rangka mencari kebenaran materiil, Kuasa Hukum Pemohon (Prabowo-Sandiaga Uno) harus bisa menghadirkan Presiden RI ke-6 Susilo Bambang Yudhoyono di Mahkamah Konstitusi ini sebagai saksi," jelasnya.
Sebelumnya, terkait dengan tudingan ketidaknetralan aparat intelijen yang menjadi pokok permohonan Tim Hukum Prabowo-Sandiaga Uno berdasar pernyataan SBY, hal tersebut juga dibantah oleh Kubu 01. Menurut pihak 01 pernyataan SBY tersebut disampaikan pada tahun 2018 dan berkaitan dengan pilkada bukan Pilpres 2019.
"Tuduhan tersebut berdasarkan pernyataan Bapak Susilo Bambang Yudhoyono, Presiden RI 2004-2014, dalam jumpa pers pada tanggal 23 Juni 2018 di Bogor. Terkait dengan hal ini, pihak Terkait terangkan bahwa pernyataan Bapak Susilo Bambang Yudhoyono, sama sekali tidak berhubungan dengan Pemilu 2019, melainkan terkait dengan Pilkada Serentak pada tahun 2018. Pemohon memenggal konteks ucapan SBY dan membuat penggiringan serta memanipulasi pernyataannya seakan terkait dengan situasi Pemilu 2019," kata Tim Hukum Jokowi-Ma'ruf, I Wayan Sudirta.
Eddy menilai alat bukti yang dijadikan dalil permohonan Tim Hukum 02 terkait ketidaknetralan aparat BIN, TNI dan Polri tidak relevan. Eddy menjelaskan, bahwa alat bukti petunjuk berdasar Pasal 36 juncto Pasal 37 berikut Penjelasan Pasal 36 dan Pasal 37 Undang-Undang Mahkamah Konstitusi.
Yang menjelaskan bahwa petunjuk hanya dapat diperoleh dari keterangan saksi, surat atau barang bukti berdasarkan penilaian MK dengan memperhatikan persesuain antara alat bukti yang satu dengan alat bukti yang lain.
"Artinya, alat bukti petunjuk ini adalah mutlak kepunyaan hakim, bukan kepunyaan pemohon, bukan pula kepunyaan termohon ataupun pihak terkait. Dengan demikian alat bukti petunjuk yang dijadikan dalil oleh Kuasa Hukum Pemohon, tidaklah relevan," ujar Eddy dalam persidangan di MK, Jakarta, Jumat (21/6/2019).
Untuk itu menurut Eddy, jika ketrerangan Presiden ke-6 Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) akan dijadikan sebagai bukti petunjuk oleh Majelis Hakim Konstitusi maka bukan berita tentang ketidaknetralan aparat BIN, Polri dan TNI yang disampaikan oleh SBY dalam media massa seperti yang dikutip Tim Hukum Prabowo-Sandiaga Uno dalam berkas permohonan PHPU Pilpres 2019.
"Namun dalam rangka mencari kebenaran materiil, Kuasa Hukum Pemohon (Prabowo-Sandiaga Uno) harus bisa menghadirkan Presiden RI ke-6 Susilo Bambang Yudhoyono di Mahkamah Konstitusi ini sebagai saksi," jelasnya.
Sebelumnya, terkait dengan tudingan ketidaknetralan aparat intelijen yang menjadi pokok permohonan Tim Hukum Prabowo-Sandiaga Uno berdasar pernyataan SBY, hal tersebut juga dibantah oleh Kubu 01. Menurut pihak 01 pernyataan SBY tersebut disampaikan pada tahun 2018 dan berkaitan dengan pilkada bukan Pilpres 2019.
"Tuduhan tersebut berdasarkan pernyataan Bapak Susilo Bambang Yudhoyono, Presiden RI 2004-2014, dalam jumpa pers pada tanggal 23 Juni 2018 di Bogor. Terkait dengan hal ini, pihak Terkait terangkan bahwa pernyataan Bapak Susilo Bambang Yudhoyono, sama sekali tidak berhubungan dengan Pemilu 2019, melainkan terkait dengan Pilkada Serentak pada tahun 2018. Pemohon memenggal konteks ucapan SBY dan membuat penggiringan serta memanipulasi pernyataannya seakan terkait dengan situasi Pemilu 2019," kata Tim Hukum Jokowi-Ma'ruf, I Wayan Sudirta.
(kri)