Regenerasi Internal Parpol
A
A
A
Muhamad Saleh
Peneliti PSHK FH UII, Mahasiswa Magister Hukum FH UII
PASCA penyelenggaraan Pemilu 2019, wacana regenerasi internal partai politik (parpol) mulai berembus. Rotasi dan rekrutmen kepemimpinan di sejumlah parpol di kabarkan akan segera dilakukan. Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) menurut rencana akan segera menyelenggarakan kongres kelima pada 8 Agustus 2019. Pelaksanaan kongres ini dipercepat sembilan bulan dari yang seharusnya diadakan April 2020.
Selain PDI-P, wacana percepatan kongres juga muncul dari Partai Demokrat. Sejumlah politisi senior menggulirkan wacana kongres luar biasa (KLB) sebagai respons terhadap pencapaian Partai Demokrat di Pemilu 2019. Perhelatan forum pengambilan keputusan tertinggi di sejumlah internal parpol dilakukan dalam rangka mempersiapkan alih generasi dan menyongsong Pemilu 2024.
Meskipun wacana regenerasi internal telah digulirkan namun parpol masih memiliki masalah pada proses kaderisasi dalam melakukan rotasi dan rekrutmen kepemimpinan maupun mekenisme keterlibatan kader dalam pengambilan kebijakan. Salah satu penyebab hal ini terjadi yaitu kuat dan dominannya peran ketua umum (ketum) parpol. Bahkan dapat dikatakan, ketum adalah penentu segala-galanya dalam parpol.
Figur pemimpin partai seringkali mengidentikkan atau bahkan menyamakan dirinya dengan partai itu sendiri sehingga menihilkan peran anggotanya. Telah terjadi personalisasi dalam tubuh parpol. Di PDI-P peran Megawati sebagai ketum masih akan mendominasi dalam proses rotasi kepemimpinan. Jika PDI-P menginginkan adanya regenerasi kepengurusan, pucuk pimpinan diprediksi masih akan jatuh kepada sosok yang berasal dari trah Soekarno. Pilihanya bisa Prananda atau Puan Maharani.
Sedangkan di Partai Demokrat putera pertama Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) yaitu Agus Harimurti Yudhoyono adalah kandidat terkuat yang akan mengantikan SBY sebagai ketum. Pada posisi ini akan cukup sulit membendung dominasi pimpinan parpol dalam segala kebijakan yang diambil, kecuali parpol berbenah dan membentuk sistem pengambilan kebijakan yang demokratis.
Apabila kita refleksikan kondisi di atas, maka tidak mengherankan parpol masih dipersepsikan sebagai institusi yang tidak demokratis. Parpol belum mampu melakukan pengelolaan institusi secara transparan, demokratis dan akuntabel. Padahal parpol memiliki peran sentral dalam pelaksanaan fungsi rekrutmen politik yang menjadi kewajibanya yang diatur dalam UU Nomor 2 Tahun 2011 tentang Partai Politik.
Setidaknya ada dua masalah yang membuat parpol gagal melakukan rotasi dan rekrutmen kepemimpinan yaitu.Pertama,tantangan demokrasi internal yang berkaitan mekanisme dan proses pengambilan keputusan-keputusan strategis serta bagaimana parpol melaksanakan desentralisasi kewenangan dan otoritas partai ke daerah terkait kebijakan politik di tingkat lokal dan menghimpun masukan untuk kebijakan di tingkat nasional.
Kedua,kaderisasi dan rekrutmen. Ketiadaan sistem kaderisasi dan rekrutmen yang baku, berkelanjutan, serta transparan menyebabkan tingginya nepotisme dan kesulitan regenerasi yang terjadi pada parpol saat ini. Maka parpol perlu membagun penyelenggaraan demokrasi internal, sistem kaderisasi dan rekrutmen yang baik. Demokrasi internal parpol berkaitan erat dengan kontribusi parpol pada sistem politik di Indonesia, parpol harus di dorong agar dikelola sesuai dengan kelaziman dalam sistem demokrasi.
Hal itu penting dilakukan dalam rangka menjaga marwah dan tujuan pendirian parpol yang diamanatkan oleh konstitusi, menghindari konflik kepentingan atau penyalahgunaan kekuasaan (abuse of power) dan memudahkan semua pihak yang tergabung dalam partai untuk berperilaku dan bertindak.
Kaderisasi Berjenjang
Pelembagaan demokrasi internal parpol menjadi keniscayaan dalam upaya pelembagaan sistem demokrasi yang substansial hal itu dapat dimulai dengan membagun sistem kaderisasi berjenjang. Kaderisasi dibangun atas prinsip inklusif, berjenjang, berkala, terukur, dan berkelanjutan. Sistem kaderisasi berjenjang dilakukan dalam bentuk.
Pertama, membangun sistem dan panduan kaderisasi. Hal ini bertujuan untuk meningkatkan kapasitas kader dan memberi kesempatan yang sama bagi setiap kader dalam berpartisipasi. Kedua,regulasi dan database. Regulasi bertujuan untuk mengatur proses kaderisasi secara khusus dan database sebagai sarana komunikasi dan analisis pemetaan kader. Ketiga,implementasi sistem kader menjadi acuan bagi promosi kader dalam kepengurusan parpol maupun pencalonan dalam jabatan legislatif dan publik.
Keempat,monitoring dan evaluasi. Sistem ini bertujuan menilai program pelatihan yang telah dirancang serta menyusun program tindak lanjut hasil monitoring dan evaluasi. Ketika parpol mampu membangun sistem demokrasi internal dan sistem kaderisasi dan rekrutmen yang tepat maka diharapkan suksesi rotasi kepemimpinan ke depan akan menjadi lebih demokratis serta semua pihak yang ada dalam parpol akan memiliki kesempatan yang sama untuk berkontestasi.
Peneliti PSHK FH UII, Mahasiswa Magister Hukum FH UII
PASCA penyelenggaraan Pemilu 2019, wacana regenerasi internal partai politik (parpol) mulai berembus. Rotasi dan rekrutmen kepemimpinan di sejumlah parpol di kabarkan akan segera dilakukan. Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) menurut rencana akan segera menyelenggarakan kongres kelima pada 8 Agustus 2019. Pelaksanaan kongres ini dipercepat sembilan bulan dari yang seharusnya diadakan April 2020.
Selain PDI-P, wacana percepatan kongres juga muncul dari Partai Demokrat. Sejumlah politisi senior menggulirkan wacana kongres luar biasa (KLB) sebagai respons terhadap pencapaian Partai Demokrat di Pemilu 2019. Perhelatan forum pengambilan keputusan tertinggi di sejumlah internal parpol dilakukan dalam rangka mempersiapkan alih generasi dan menyongsong Pemilu 2024.
Meskipun wacana regenerasi internal telah digulirkan namun parpol masih memiliki masalah pada proses kaderisasi dalam melakukan rotasi dan rekrutmen kepemimpinan maupun mekenisme keterlibatan kader dalam pengambilan kebijakan. Salah satu penyebab hal ini terjadi yaitu kuat dan dominannya peran ketua umum (ketum) parpol. Bahkan dapat dikatakan, ketum adalah penentu segala-galanya dalam parpol.
Figur pemimpin partai seringkali mengidentikkan atau bahkan menyamakan dirinya dengan partai itu sendiri sehingga menihilkan peran anggotanya. Telah terjadi personalisasi dalam tubuh parpol. Di PDI-P peran Megawati sebagai ketum masih akan mendominasi dalam proses rotasi kepemimpinan. Jika PDI-P menginginkan adanya regenerasi kepengurusan, pucuk pimpinan diprediksi masih akan jatuh kepada sosok yang berasal dari trah Soekarno. Pilihanya bisa Prananda atau Puan Maharani.
Sedangkan di Partai Demokrat putera pertama Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) yaitu Agus Harimurti Yudhoyono adalah kandidat terkuat yang akan mengantikan SBY sebagai ketum. Pada posisi ini akan cukup sulit membendung dominasi pimpinan parpol dalam segala kebijakan yang diambil, kecuali parpol berbenah dan membentuk sistem pengambilan kebijakan yang demokratis.
Apabila kita refleksikan kondisi di atas, maka tidak mengherankan parpol masih dipersepsikan sebagai institusi yang tidak demokratis. Parpol belum mampu melakukan pengelolaan institusi secara transparan, demokratis dan akuntabel. Padahal parpol memiliki peran sentral dalam pelaksanaan fungsi rekrutmen politik yang menjadi kewajibanya yang diatur dalam UU Nomor 2 Tahun 2011 tentang Partai Politik.
Setidaknya ada dua masalah yang membuat parpol gagal melakukan rotasi dan rekrutmen kepemimpinan yaitu.Pertama,tantangan demokrasi internal yang berkaitan mekanisme dan proses pengambilan keputusan-keputusan strategis serta bagaimana parpol melaksanakan desentralisasi kewenangan dan otoritas partai ke daerah terkait kebijakan politik di tingkat lokal dan menghimpun masukan untuk kebijakan di tingkat nasional.
Kedua,kaderisasi dan rekrutmen. Ketiadaan sistem kaderisasi dan rekrutmen yang baku, berkelanjutan, serta transparan menyebabkan tingginya nepotisme dan kesulitan regenerasi yang terjadi pada parpol saat ini. Maka parpol perlu membagun penyelenggaraan demokrasi internal, sistem kaderisasi dan rekrutmen yang baik. Demokrasi internal parpol berkaitan erat dengan kontribusi parpol pada sistem politik di Indonesia, parpol harus di dorong agar dikelola sesuai dengan kelaziman dalam sistem demokrasi.
Hal itu penting dilakukan dalam rangka menjaga marwah dan tujuan pendirian parpol yang diamanatkan oleh konstitusi, menghindari konflik kepentingan atau penyalahgunaan kekuasaan (abuse of power) dan memudahkan semua pihak yang tergabung dalam partai untuk berperilaku dan bertindak.
Kaderisasi Berjenjang
Pelembagaan demokrasi internal parpol menjadi keniscayaan dalam upaya pelembagaan sistem demokrasi yang substansial hal itu dapat dimulai dengan membagun sistem kaderisasi berjenjang. Kaderisasi dibangun atas prinsip inklusif, berjenjang, berkala, terukur, dan berkelanjutan. Sistem kaderisasi berjenjang dilakukan dalam bentuk.
Pertama, membangun sistem dan panduan kaderisasi. Hal ini bertujuan untuk meningkatkan kapasitas kader dan memberi kesempatan yang sama bagi setiap kader dalam berpartisipasi. Kedua,regulasi dan database. Regulasi bertujuan untuk mengatur proses kaderisasi secara khusus dan database sebagai sarana komunikasi dan analisis pemetaan kader. Ketiga,implementasi sistem kader menjadi acuan bagi promosi kader dalam kepengurusan parpol maupun pencalonan dalam jabatan legislatif dan publik.
Keempat,monitoring dan evaluasi. Sistem ini bertujuan menilai program pelatihan yang telah dirancang serta menyusun program tindak lanjut hasil monitoring dan evaluasi. Ketika parpol mampu membangun sistem demokrasi internal dan sistem kaderisasi dan rekrutmen yang tepat maka diharapkan suksesi rotasi kepemimpinan ke depan akan menjadi lebih demokratis serta semua pihak yang ada dalam parpol akan memiliki kesempatan yang sama untuk berkontestasi.
(thm)