Kutuk Tindakan Kekerasan, Mahasiswa Serukan Jaga NKRI
A
A
A
JAKARTA - Peristiwa unjuk rasa yang berujung kerusuhan 21-22 Mei lalu mendapat perhatian dari sejumlah mahasiswa dari sembilan kampus. Mereka menyerukan kepada semua pihak untuk menjaga persatuan dan keutuhan NKRI yang berdasarkan Pancasila dan UUD 1945.
"Menyerukan kepada semua pihak menjaga persatuan dan keutuhan NKRI yang berdasarkan Pancasila dan UUD 1945," ujar Juru Bicara Aliansi Pengurus Organisasi Kemahasiswaan Intra Kampus Se-Indonesia, Jefri Nadapdap, Jumat (24/5/2019).
Mereka juga mengutuk keras aksi kekerasan dan kerusuhan yang terjadi di Jakarta pada 21-22 Mei lalu. Mereka pun menyerukan agar semua pihak menghentikan aksi kekerasan dan kerusuhan.
"Bahwa kekuatan politik Cendana telah mendalangi aksi-aksi kekerasan dan kerusuhan ini," katanya.
Dia mengatakan, kerusuhan itu telah menghapus citra masyarakat Indonesia yang dikenal ramah dan santun oleh masyarakat dunia. Perilaku anarki tersebut juga dianggap menunjukkan kepatuhan para pelaku kepada hukum telah berada pada titik nadir.
"Padahal kepercayaan pada hukum sangat penting untuk menjaga ketertiban sosial, dan menjamin rasa aman, serta untuk mewujudkan keadilan sosial bagi rakyat," ungkapnya.
Itu sebabnya, lanjut dia, subtansi Undang-Undang Dasar R.I. Tahun 1945 sebagai Konstitusi Dasar menegaskan bahwa Indonesia merupakan negara penganut asas hukum (rechtsstaat) bukan kekuasaan (machtsstaat).
"Langkah penolakan hasil perhitungan suara Pilpres pada Senin malam, 20 Mei 2019, yang diikuti aksi demonstrasi anarkhi oleh GNKR di satu pihak merupakan upaya delegitimasi terhadap Komisi Pemilihan Umum R.I. (KPU RI), dan pihak lain juga mengabaikan asas rechtsstaat yang dianut oleh Negara Kesatuan Republik Indonesia," tuturnya.
Sebab, kata dia, sebagai institusi demokrasi penyelenggara Pemilu, KPU RI telah bekerja secara independen berdasarkan Undang-undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu.
"Delegitimasi terhadap KPU RI, dan pengabaian hukum, dan peraturan perundang-undangan yang berlaku sangat berbahaya, dan bisa memicu perpecahan karena ketidakpatuhan terhadap hukum," pungkasnya.
Adapun para mahasiswa yang menyatakan sikap kali ini perwakilan dari sembilan universitas, yakni dari Universitas Mpu Tantular, Universitas Kristen Indonesia (UKI), Universitas Kristen Krida Wacana (Ukrida), Gunadarma, Universitas Pamulang, Universitas Bung Karno, STPI, STEI dan UNINDRA.
"Menyerukan kepada semua pihak menjaga persatuan dan keutuhan NKRI yang berdasarkan Pancasila dan UUD 1945," ujar Juru Bicara Aliansi Pengurus Organisasi Kemahasiswaan Intra Kampus Se-Indonesia, Jefri Nadapdap, Jumat (24/5/2019).
Mereka juga mengutuk keras aksi kekerasan dan kerusuhan yang terjadi di Jakarta pada 21-22 Mei lalu. Mereka pun menyerukan agar semua pihak menghentikan aksi kekerasan dan kerusuhan.
"Bahwa kekuatan politik Cendana telah mendalangi aksi-aksi kekerasan dan kerusuhan ini," katanya.
Dia mengatakan, kerusuhan itu telah menghapus citra masyarakat Indonesia yang dikenal ramah dan santun oleh masyarakat dunia. Perilaku anarki tersebut juga dianggap menunjukkan kepatuhan para pelaku kepada hukum telah berada pada titik nadir.
"Padahal kepercayaan pada hukum sangat penting untuk menjaga ketertiban sosial, dan menjamin rasa aman, serta untuk mewujudkan keadilan sosial bagi rakyat," ungkapnya.
Itu sebabnya, lanjut dia, subtansi Undang-Undang Dasar R.I. Tahun 1945 sebagai Konstitusi Dasar menegaskan bahwa Indonesia merupakan negara penganut asas hukum (rechtsstaat) bukan kekuasaan (machtsstaat).
"Langkah penolakan hasil perhitungan suara Pilpres pada Senin malam, 20 Mei 2019, yang diikuti aksi demonstrasi anarkhi oleh GNKR di satu pihak merupakan upaya delegitimasi terhadap Komisi Pemilihan Umum R.I. (KPU RI), dan pihak lain juga mengabaikan asas rechtsstaat yang dianut oleh Negara Kesatuan Republik Indonesia," tuturnya.
Sebab, kata dia, sebagai institusi demokrasi penyelenggara Pemilu, KPU RI telah bekerja secara independen berdasarkan Undang-undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu.
"Delegitimasi terhadap KPU RI, dan pengabaian hukum, dan peraturan perundang-undangan yang berlaku sangat berbahaya, dan bisa memicu perpecahan karena ketidakpatuhan terhadap hukum," pungkasnya.
Adapun para mahasiswa yang menyatakan sikap kali ini perwakilan dari sembilan universitas, yakni dari Universitas Mpu Tantular, Universitas Kristen Indonesia (UKI), Universitas Kristen Krida Wacana (Ukrida), Gunadarma, Universitas Pamulang, Universitas Bung Karno, STPI, STEI dan UNINDRA.
(maf)