Ratusan KPPS Meninggal, MER-C Ancam Gugat KPU ke Mahkamah Internasional
A
A
A
JAKARTA - Medical Emergency Rescue Committee (MER-C) menilai meninggalnya ratusan petugas pemilu yang sebagian petugas Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS) sebagai peristiwa luar biasa.
Menurut MER-C, pemerintah harus memberikan perhatian serius dalam menyikapi peristiwa ini. Jika pemerintah tidak serius, MER-C siap menggugat ke Mahkamah Pidana Internasional atau International Criminal Cour (ICC) dan Komisi Hak Asasi Manusia PBB atau United Nation Human Right Council (UNHRC).
"Apabila pemerintah dan KPU tetap abai atas kasus bencana kemanusiaan Pemilu 2019 maka MER-C akan mengajukan gugatan ke Mahkamah Pidana Internasional dan Komisi Hak Asasi Manusia PBB," kata pembina MER-C, Joserizal di Kantor MER-C, Jakarta Pusat, Rabu (15/5/2019).
Namun, MER-C masih menunggu respon KPU terkait hal ini, jika KPU bersikap baik memenuhi keinginan mereka maka laporan itu tidak akan dilayangkan ke ICC dan UNHRC.
"Semoga KPU serius bahwa hasilnya dari perjuangan ini, kita gajadi ajukan kalo KPU misalnya menghentikan penghitungan suara KPU keluarkan statmen 'kami serius' berarti tujuan kita tercapai untuk menghadapi ini supaya pemilu akan datang tidak jatuh korban yang lebih banyak," katanya.
"Tapi kalau KPU-nya ngeyel, kita akan teruskan, kita tidak takut soal beginian, nyawa manusia lho. Urusan orang lain kita urus, masa urusan bangsa, kita enggak urus," sambungnya.
MER-C menegaskan siap membantu mengungkap penyebab kematian petugas KPPS dengan membentuk Tim Mitigasi Kesehatan Bencana Pemilu 2019 yang terdiri atas dokter spesialis penyakit dalam, rehabilitasi medik, kedokteran kerja, neurologi, forensik, dan psikologi yang bertugas di aera Jakarta Bogor Depok Tanggerang Bekasi (Jabodetabek).
Hingga akhir pekan lalu, jumlah petugas Pemilu 2019 yang meninggal menjadi 583 orang terdiri atas 469 petugas KPPS, 92 petugas pengawas dan 22 petugas keamanan. Sementara itu sebanyak 4.602 KPPS jatuh sakit saat bertugas.
Menurut MER-C, pemerintah harus memberikan perhatian serius dalam menyikapi peristiwa ini. Jika pemerintah tidak serius, MER-C siap menggugat ke Mahkamah Pidana Internasional atau International Criminal Cour (ICC) dan Komisi Hak Asasi Manusia PBB atau United Nation Human Right Council (UNHRC).
"Apabila pemerintah dan KPU tetap abai atas kasus bencana kemanusiaan Pemilu 2019 maka MER-C akan mengajukan gugatan ke Mahkamah Pidana Internasional dan Komisi Hak Asasi Manusia PBB," kata pembina MER-C, Joserizal di Kantor MER-C, Jakarta Pusat, Rabu (15/5/2019).
Namun, MER-C masih menunggu respon KPU terkait hal ini, jika KPU bersikap baik memenuhi keinginan mereka maka laporan itu tidak akan dilayangkan ke ICC dan UNHRC.
"Semoga KPU serius bahwa hasilnya dari perjuangan ini, kita gajadi ajukan kalo KPU misalnya menghentikan penghitungan suara KPU keluarkan statmen 'kami serius' berarti tujuan kita tercapai untuk menghadapi ini supaya pemilu akan datang tidak jatuh korban yang lebih banyak," katanya.
"Tapi kalau KPU-nya ngeyel, kita akan teruskan, kita tidak takut soal beginian, nyawa manusia lho. Urusan orang lain kita urus, masa urusan bangsa, kita enggak urus," sambungnya.
MER-C menegaskan siap membantu mengungkap penyebab kematian petugas KPPS dengan membentuk Tim Mitigasi Kesehatan Bencana Pemilu 2019 yang terdiri atas dokter spesialis penyakit dalam, rehabilitasi medik, kedokteran kerja, neurologi, forensik, dan psikologi yang bertugas di aera Jakarta Bogor Depok Tanggerang Bekasi (Jabodetabek).
Hingga akhir pekan lalu, jumlah petugas Pemilu 2019 yang meninggal menjadi 583 orang terdiri atas 469 petugas KPPS, 92 petugas pengawas dan 22 petugas keamanan. Sementara itu sebanyak 4.602 KPPS jatuh sakit saat bertugas.
(dam)