Tamin Sukardi Mengaku Diperdaya Panitera Helpandi untuk Suap Hakim
A
A
A
JAKARTA - Pengusaha Tamin Sukardi mengaku sangat menyesal telah percaya kepada Helpandi, oknum panitera pengganti Pengadilan Negeri (PN) Medan, sehingga menyebabkan dirinya terlibat dalam kasus suap hakim dan ditangkap oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Dalam kasus ini, pada 4 April lalu, Tamin telah divonis enam tahun penjara dan dikenakan denda Rp300 juta subside tiga bulan kurungan.
Penyesalan Tamin ini pernah disampaikan saat membaca pledoi di hadapan majelis hakim Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat pada 21 Maret 2019 lalu. Selain menyesal, Tamin juga menyampaikan permohonan maaf kepada majelis hakim dan tim Jaksa Penuntut Umum KPK yang telah direpotkan dengan perkaranya.
Pengacara Tamin Sukardi, Ismail Novianto mengatakan, perkara dugaan suap ini berkaitan dengan kasus pengalihan tanah negara eks HGU PTPN II yang menjerat kliennya. Selama persidangan perkara No: 33/Pid.Sus-TPK/2018/PN.Mdn di Pengadilan Negeri Medan, Tamin Sukardi percaya bahwa majelis hakim yang dipimpin Wahyu Wibowo dan beranggotakan Sontan Sinaga dan Merry Purba akan memberikan putusan yang adil sesuai dengan fakta dan saksi yang dihadirkan.
Namun seminggu sebelum vonis, Tamin Sukardi mendapat informasi bahwa telah ada intervensi oleh oknum peradilan. Informasi ini dibenarkan oleh Helpandi melalui Sudarni, staf Tamin Sukardi. Lalu Helpandi meminta uang sejumlah Rp3 miliar kepada Tamin untuk diberikan kepada ketiga hakim majelis.
Ismail menegaskan, Tamin Sukardi dalam kesaksiannya di persidangan Merry Purba pada 21 Maret 2019 menyebutkan bahwa yang bersangkutan tidak kenal dengan majelis hakim yang menangani kasus tanah HGU PTPN II. Tamin juga tidak mengetahui aliran uang Rp3 miliar (yang dikonversikan ke 280.000 dolar Singapura) yang disalurkan melalui Helpandi.
Menurut Ismail, sejauh ini tidak ada cukup bukti yang terungkap di persidangan bahwa telah terjadi penyuapan kepada Merry Purba karena semua hanya merupakan rekayasa dari Helpandi.
"Ternyata majelis hakim yang dijanjikan Helpandi akan membebaskan Tamin Sukardi sudah lebih dulu melakukan musyawarah pada 20 Agustus 2018. Saat itu hakim Merry Purba sudah menyatakan opini berbeda dengan hakim lainnya, Wahyu dan Sontan. Sementara kontak pertama dengan Helpandi dilakukan pada 23 Agustus 2018. Fakta ini semakin menguatkan bahwa semua ini merupakan permainan Helpandi dan yang menjadi korbannya adalah Tamin Sukardi dan Merry Purba," kata Ismail.
Rudi Tanoto, salah seorang anggota keluarga Tamin menyatakan, Tamin Sukardi telah menjadi korban tipu daya Helpandi sehingga harus berurusan dengan KPK. Rudi mengatakan, sejauh ini tidak ada bukti uang diserahkan kepada hakim. "Ini bukti kuat Tamin Sukardi diperdaya, panitera memancing di air keruh," kata Rudi.
Sementara itu, Endang Sri Astuti yang juga sempat hadir sebagai saksi di persidangan Merry Purba menyatakan, bahwa Helpandi sejak Juli 2018 telah berusaha meminta uang dengan mengatasnamakan majelis hakim. Namun hal ini ditolak oleh Tamin Sukardi yang ingin kasusnya di PN Medan berjalan sesuai koridor hukum yang berlaku.
Endang juga menyerahkan bukti komunikasi tertulis antara dirinya dengan Helpandi yang berisikan ancaman Helpandi bahwa jika tidak ada uang untuk majelis hakim, maka bisa berefek kepada putusan untuk Tamin.
Ismail menyayangkan walaupun tidak ada bukti dan saksi yang memberatkan, majelis hakim Pengadilan Negeri (PN) Medan menjatuhkan hukuman enam tahun penjara bagi Tamin Sukardi dalam perkara tanah eks HGU PTPN II. Hukuman ini diperberat menjadi delapan tahun dalam putusan banding di Pengadilan Tinggi Medan. Atas putusan ini, kuasa hukum Tamin Sukardi telah mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung.
Penyesalan Tamin ini pernah disampaikan saat membaca pledoi di hadapan majelis hakim Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat pada 21 Maret 2019 lalu. Selain menyesal, Tamin juga menyampaikan permohonan maaf kepada majelis hakim dan tim Jaksa Penuntut Umum KPK yang telah direpotkan dengan perkaranya.
Pengacara Tamin Sukardi, Ismail Novianto mengatakan, perkara dugaan suap ini berkaitan dengan kasus pengalihan tanah negara eks HGU PTPN II yang menjerat kliennya. Selama persidangan perkara No: 33/Pid.Sus-TPK/2018/PN.Mdn di Pengadilan Negeri Medan, Tamin Sukardi percaya bahwa majelis hakim yang dipimpin Wahyu Wibowo dan beranggotakan Sontan Sinaga dan Merry Purba akan memberikan putusan yang adil sesuai dengan fakta dan saksi yang dihadirkan.
Namun seminggu sebelum vonis, Tamin Sukardi mendapat informasi bahwa telah ada intervensi oleh oknum peradilan. Informasi ini dibenarkan oleh Helpandi melalui Sudarni, staf Tamin Sukardi. Lalu Helpandi meminta uang sejumlah Rp3 miliar kepada Tamin untuk diberikan kepada ketiga hakim majelis.
Ismail menegaskan, Tamin Sukardi dalam kesaksiannya di persidangan Merry Purba pada 21 Maret 2019 menyebutkan bahwa yang bersangkutan tidak kenal dengan majelis hakim yang menangani kasus tanah HGU PTPN II. Tamin juga tidak mengetahui aliran uang Rp3 miliar (yang dikonversikan ke 280.000 dolar Singapura) yang disalurkan melalui Helpandi.
Menurut Ismail, sejauh ini tidak ada cukup bukti yang terungkap di persidangan bahwa telah terjadi penyuapan kepada Merry Purba karena semua hanya merupakan rekayasa dari Helpandi.
"Ternyata majelis hakim yang dijanjikan Helpandi akan membebaskan Tamin Sukardi sudah lebih dulu melakukan musyawarah pada 20 Agustus 2018. Saat itu hakim Merry Purba sudah menyatakan opini berbeda dengan hakim lainnya, Wahyu dan Sontan. Sementara kontak pertama dengan Helpandi dilakukan pada 23 Agustus 2018. Fakta ini semakin menguatkan bahwa semua ini merupakan permainan Helpandi dan yang menjadi korbannya adalah Tamin Sukardi dan Merry Purba," kata Ismail.
Rudi Tanoto, salah seorang anggota keluarga Tamin menyatakan, Tamin Sukardi telah menjadi korban tipu daya Helpandi sehingga harus berurusan dengan KPK. Rudi mengatakan, sejauh ini tidak ada bukti uang diserahkan kepada hakim. "Ini bukti kuat Tamin Sukardi diperdaya, panitera memancing di air keruh," kata Rudi.
Sementara itu, Endang Sri Astuti yang juga sempat hadir sebagai saksi di persidangan Merry Purba menyatakan, bahwa Helpandi sejak Juli 2018 telah berusaha meminta uang dengan mengatasnamakan majelis hakim. Namun hal ini ditolak oleh Tamin Sukardi yang ingin kasusnya di PN Medan berjalan sesuai koridor hukum yang berlaku.
Endang juga menyerahkan bukti komunikasi tertulis antara dirinya dengan Helpandi yang berisikan ancaman Helpandi bahwa jika tidak ada uang untuk majelis hakim, maka bisa berefek kepada putusan untuk Tamin.
Ismail menyayangkan walaupun tidak ada bukti dan saksi yang memberatkan, majelis hakim Pengadilan Negeri (PN) Medan menjatuhkan hukuman enam tahun penjara bagi Tamin Sukardi dalam perkara tanah eks HGU PTPN II. Hukuman ini diperberat menjadi delapan tahun dalam putusan banding di Pengadilan Tinggi Medan. Atas putusan ini, kuasa hukum Tamin Sukardi telah mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung.
(amm)