Ramadhan Momentum Saling Memaafkan dan Mendamaikan
A
A
A
JAKARTA - Beberapa hari sebelum hadirnya bulan Ramadhan, bangsa Indonesia telah menggelar pesta demokrasi berupa Pemilihan Umum (Pemilu) serentak, yakni Pemilihan Presiden (Pilpres) dan Pemilihan Legislatif (Pileg).
Pelaksaan Pemilu 2019 telah melewati tahapan kampanye sangat panjang dan menyita perhatian publik sehingga masyarakat Indonesia seperti dibuat terkotak-kotak karena adanya fitnah, penyebaran berita bohong (hoaks).
Imam Besar Masjid Istiqlal, Prof KH Nasaruddin Umar mengimbau masyarakat Tanah Air, khususnya umat muslim harus bisa memaknai bulan Ramadhan sebagai momentum terbaik untuk mempererat tali persaudaraan, perdamaian dan saling memaafkan. Bulan Ramadhan kali ini bagi bangsa Indonesia dinilai betul-betul sangat rahmat. Ramadhan hadir di waktu yang tepat.
“Di mana saat sebelum pemilu kemarin tentunya kita pernah dilukai hati kita oleh orang lain, mungkin kita pernah dikecewakan oleh orang lain. Bahkan kita mungkin juga pernah mengecewakan atau melukai hati orang lain. Nah di bulan suci Ramadan ini kita dianjurkan untuk saling memaafkan untuk mempererat tali persaudaraan dan perdamaian,” tutur Nasaruddin, di Jakarta, Jumat (10/5/2019).
Mantan Wakil Menteri Agama ini berharap agar dengan adanya bulan Ramadhan ini, semua pihak dapat mendinginkan situasi yang diibaratkan "panas setahun dihapuskan oleh hujan sehari".
Untuk itu, dia mengimbau kepada umat Islam pada khusunya untuk menjadikan bulan suci Ramadhan sebagai bulan penyejuk, bulan pendingin dan bulan untuk mendamaikan satu sama lain.
“Sehingga diharapkan nantinya begitu kita keluar dari bulan suci Ramadhan ini seperti sudah tidak pernah ada apa-apa. Jadi kita tidak ada lagi semacam dendam, tidak ada lagi kekecewaan yang muncul, sehingga ringan beban kita dan termaafkan oleh Allah SWT secara vertikal, dan ringan juga beban kita karena kita sudah saling memaafkan secara horizontal,” tuturnya.
Dia mengingatkan agar semua pihak lebih fokus untuk membangun negeri ini pada masa depan. Tujuannya agar bangsa ini bisa bersaing dengan negara lain yang sudah maju.
“Kalau perlu kita bisa melebihi negara-negara lainnya itu. Karena kita ini kan berobsesi Baldatun Thayyibatun wa Rabbun Ghafur yakni negeri yang sangat indah dan penuh dengan pengampunan Tuhan,” kata pria yang juga Wakil Ketua Dewan Pertimbangan Majelis Ulama Indonesia (MUI) ini.
Pelaksaan Pemilu 2019 telah melewati tahapan kampanye sangat panjang dan menyita perhatian publik sehingga masyarakat Indonesia seperti dibuat terkotak-kotak karena adanya fitnah, penyebaran berita bohong (hoaks).
Imam Besar Masjid Istiqlal, Prof KH Nasaruddin Umar mengimbau masyarakat Tanah Air, khususnya umat muslim harus bisa memaknai bulan Ramadhan sebagai momentum terbaik untuk mempererat tali persaudaraan, perdamaian dan saling memaafkan. Bulan Ramadhan kali ini bagi bangsa Indonesia dinilai betul-betul sangat rahmat. Ramadhan hadir di waktu yang tepat.
“Di mana saat sebelum pemilu kemarin tentunya kita pernah dilukai hati kita oleh orang lain, mungkin kita pernah dikecewakan oleh orang lain. Bahkan kita mungkin juga pernah mengecewakan atau melukai hati orang lain. Nah di bulan suci Ramadan ini kita dianjurkan untuk saling memaafkan untuk mempererat tali persaudaraan dan perdamaian,” tutur Nasaruddin, di Jakarta, Jumat (10/5/2019).
Mantan Wakil Menteri Agama ini berharap agar dengan adanya bulan Ramadhan ini, semua pihak dapat mendinginkan situasi yang diibaratkan "panas setahun dihapuskan oleh hujan sehari".
Untuk itu, dia mengimbau kepada umat Islam pada khusunya untuk menjadikan bulan suci Ramadhan sebagai bulan penyejuk, bulan pendingin dan bulan untuk mendamaikan satu sama lain.
“Sehingga diharapkan nantinya begitu kita keluar dari bulan suci Ramadhan ini seperti sudah tidak pernah ada apa-apa. Jadi kita tidak ada lagi semacam dendam, tidak ada lagi kekecewaan yang muncul, sehingga ringan beban kita dan termaafkan oleh Allah SWT secara vertikal, dan ringan juga beban kita karena kita sudah saling memaafkan secara horizontal,” tuturnya.
Dia mengingatkan agar semua pihak lebih fokus untuk membangun negeri ini pada masa depan. Tujuannya agar bangsa ini bisa bersaing dengan negara lain yang sudah maju.
“Kalau perlu kita bisa melebihi negara-negara lainnya itu. Karena kita ini kan berobsesi Baldatun Thayyibatun wa Rabbun Ghafur yakni negeri yang sangat indah dan penuh dengan pengampunan Tuhan,” kata pria yang juga Wakil Ketua Dewan Pertimbangan Majelis Ulama Indonesia (MUI) ini.
(dam)