Waspada, Bencana Alam Mengintai

Senin, 29 April 2019 - 06:53 WIB
Waspada, Bencana Alam Mengintai
Waspada, Bencana Alam Mengintai
A A A
Bencana banjir dan tanah longsor menerjang sejumlah daerah di Provinsi Bengkulu pada Sabtu (27/4/2019). Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Provinsi Bengkulu mencatat sedikitnya 15 orang meninggal dunia akibat musibah tersebut.

Tidak hanya itu, terdapat 12.000 warga mengungsi. Fasilitas umum dan ratusan rumah warga juga ikut rusak. Sejumlah infrastruktur baik jalan dan jembatan rusak dan sebagian putus sehingga menghambat pergerakan masyarakat di wilayah itu.

Bencana banjir termasuk paling sering melanda berbagai wilayah di Tanah Air. Bahkan, dibandingkan bencana alam lain, banjir termasuk yang paling sering terjadi dengan banyak korban jiwa. Peristiwa di Bengkulu ini seyogianya menjadi alarm bagi warga di daerah lain untuk selalu waspada. Bencana serupa bisa saja terjadi apalagi jika di daerah tersebut sedang musim hujan.

Kejadian banjir di Bengkulu kembali menyadarkan kita tentang pentingnya menjaga lingkungan dari kerusakan, terutama dari eksploitasi yang tidak terkendali. Banjir memang sering dipicu oleh curah hujan yang tinggi, namun ulah tangan manusia juga memegang andil yang besar.

Bahkan, tak jarang ini adalah akar masalahnya. Seringkali kawasan resapan air dibiarkan kehilangan fungsi ekologisnya sehingga bencana mudah terjadi. Karena orientasi bisnis dan keuntungan material manusia sering kali memilih tidak bersahabat dengan alam. Eksploitasi pun terjadi. Di sinilah awal mula bencana alam terjadi.

Kita berharap bencana di Bengkulu ini bisa segera berlalu. Pemerintah setempat harus memastikan tanggap darurat berjalan dengan baik. Hal yang perlu jadi prioritas adalah mengevakuasi korban ke tempat yang lebih aman. Selain perlu memastikan bantuan tersalurkan kepada korban yang ada di posko pengungsian.

Kebutuhan pengungsi selain bahan makanan adalah obat-obatan, tenda, selimut, dan perlengkapan bayi. BNPB memperkirakan jumlah pengungsi bencana banjir Bengkulu mencapai 12.000 jiwa yang berasal dari sembilan kabupaten di wilayah itu. Selain penanganan terhadap korban bencana, pemerintah juga harus segera menyelidiki penyebab dari bencana ini.

Saat ini sejumlah daerah di Tanah Air memiliki intensitas hujan yang tinggi. Untuk itu kewaspadaan perlu ditingkatkan demi mengantisipasi terjadinya bencana serupa. Orang boleh saja berdebat terkait apa penyebabnya setiap kali bencana terjadi, namun dalam berbagai kejadian bencana banjir di Tanah Air banyak di antaranya yang dipicu oleh pemanfaatan lahan yang tidak sesuai peruntukannya.

Contoh kejadian di Bengkulu, penyebab bencana diduga akibat aktivitas penambangan batu bara dan pembukaan lahan untuk kebun kelapa sawit oleh sejumlah perusahaan. Tudingan bahwa banjir dipicu aktivitas tambang batu bara dan pembukaan kebun kelapa sawit memang baru sebatas dugaan.

Namun, dengan adanya aktivitas sejumlah perusahaan di kawasan penyangga Hutan Lindung Bukit Daun, masuk akal jika diduga penyebab bencana adalah aktivitas sejumlah perusahaan tersebut. Akibatnya daerah yang menjadi tangkapan air semakin menyusut bahkan hilang. Gubernur Bengkulu menyatakan baru akan melakukan penyelidikan terkait penyebab banjir tersebut. penyelidikan dilakukan setelah masa tanggap darurat berakhir.

Sebelum banjir di Bengkulu, pada pertengahan Maret lalu banjir bandang dan tanah longsor juga menerjang wilayah Sentani, Kabupaten Jayapura, Provinsi Papua. Puluhan orang meninggal dan ribuan lainnya terpaksa harus mengungsi. Bencana ini dipicu oleh perusakan hutan. Areal hutan yang harusnya menjadi daerah resapan air terus tergerus oleh aktivitas penebangan hutan liar.

pelanggaran dalam hal pemberian izin pengelolaan hutan, aparat hukum harus bertndak tegas tanpa pandang bulu. Pembangunan jangan dilakukan secara semborono tanpa memperhatikan aspek keselamatan jiwa manusia.

Kecerobohan dalam memanfaatkan lahan memang kerap menjadi masalah pemerintah, terutama di daerah. Izin-izin industri ekstraktif di kawasan hulu sungai mudah dikeluarkan, tanpa memikirkan masalah lingkungan. Daerah resapan air mudah disulap jadi daerah tambang atau perkebunan. Ketika bencana datang, apalagi disertai dengan jatuhnya korban jiwa. barulah ramai-ramai mencari apa penyebabnya.
(nag)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.4918 seconds (0.1#10.140)