Kampanye Membelah Harmonisasi Publik
A
A
A
JAKARTA - Dorongan evaluasi pelaksanaan pemilu serentak terus disuarakan sejumlah kalangan. Selain adanya korban meninggal dari anggota kelompok penyelenggara pemungutan suara (KPPS), masa kampanye yang begitu panjang juga membelah harmonisasi kehidupan publik.
Durasi kampanye selama delapan bulan cukup melelahkan bagi para kontestan. Para calon anggota legislatif, relawan pendukung calon presiden dan calon wakil presiden hingga anggota tim pemenangan terus menerus dituntut mencari cara untuk meyakinkan calon pemilih. Kondisi ini membuat kontestan maupun publik terus berada dalam suasana kompetisi yang tak jarang harus saling sikut.
Keluhan ini diungkapkan Ketua MPR yang juga Ketua Umum PAN Zulkifli Hasan saat berbincang dengan Presiden Joko Widodo (Jokowi). Dalam perbincangan itu juga hadir Ketua Umum Partai NasDem Surya Paloh dan Sekretaris Jenderal (Sekjen) PDI Perjuangan Hasto Kristiyanto.
“Ya kalau silaturahmi kan pasti banyak yang kita bicarakan, soal pemilu terlalu lama sampai 8 bulan, habis energi,” kata Zulkifli seusai pelantikan Gubernur dan Wakil Gubernur Maluku di Kompleks Istana Negara kemarin. Dia menilai, perlu dilakukan perubahan atas durasi kampanye pemilu. Tentunya hal ini harus dilakukan melalui perubahan Undang-Undang (UU) Pemilu.
Tujuannya agar masya rakat tidak terbelah terlalu lama. “Kita bilang pemilu ini terlalu lama, menghabiskan energi. Nanti harus mengubah undang-undangnya agar pemilu itu ya sebulan setengah. Masa berantem disuruh undang-undang sampai 8 bulan,” ujarnya. Ditanyai tanggapannya mengenai rencana pertemuan Jokowi dan Prabowo Subianto, dia menilai hal itu bagus jika dapat direalisasi.
Sementara itu Sekretaris Jenderal (Sekjen) PDI Perjuagan Hasto Kristiyanto mengakui bahwa durasi kampanye kali ini memang begitu panjang. Hal ini diperburuk dengan banyaknya hoaks dan fitnah yang membuat masyarakat terbelah.
“Ya dibahas, masing-masing menyampaikan pengalamannya dalam kampanye kemarin. Dan jelas suasananya akrab, tapi semua merasa lelah dengan 8 bulan kampanye. (Lelah) dengan kontestasi yang sering kali diwarnai ide-ide yang begitu tajam karena hoaks dan fitnah,” tuturnya. Dia mengatakan bahwa ada momen untuk melakukan kajian jernih mengenai penyelenggaraan pemilu.
Menurutnya pemilu yang panjang dan menghabiskan dana besar memang harus ada evaluasinya. “Keputusannya dialog bersama dengan seluruh partai politik. Dan kami buka masukan, ruang para pengamat dan elite parpol, untuk menjabarkan sistem politik yang paling sesuai dengan kepribadian bangsa,” ujarnya.
Lebih lanjut dia mengatakan saat ini memang sudah saatnya masyarakat melakukan rekonsiliasi. Menanggapi pertanyaan mengenai pembahasan pertemuan Jokowi dan Prabowo Subianto, Hasto mengatakan hal itu tidak dibahas secara khusus. Menurutnya dalam pertemuan tersebut Zulkifli Hasan yang berkapasitas sebagai ketua MPR lebih banyak menyampaikan masukan.
Sementara itu jumlah petugas KPPS yang meninggal dunia terus bertambah. Sampai kemarin, Rabu (24/4) pukul 15.15 WIB, tercatat sebanyak 144 jiwa petugas KPPS meninggal dunia. Selain meninggal, ratusan anggota KPPS juga jatuh sakit. Mereka tersebar setidaknya di 33 provinsi.
“Ini berita duka lagi yang akan saya sampaikan per tanggal 24 hari ini pukul 15.00 WIB. Kedukaan kami sebagai penyelenggara pemilu terus bertambah. Saat ini sudah 144 yang wafat dari penyelenggara pemilu, kemudian 883 ini yang sakit karena terus bekerja dan dengan penuh dedikasi untuk memastikan seluruh proses penyelenggaraan pemilu ini berjalan luber dan jurdil,” ujar Komisioner KPU Evi Novilda Ginting di Gedung KPU Jakarta kemarin.
Evi mengatakan, sampai saat ini para anggota KPPS di setiap tingkatan terus bekerja menyelesaikan proses rekapitulasi hasil Pemilu 2019. Menurutnya kerja maraton para relawan banyak memicu penurunan kondisi kesehatan mereka. KPU telah melakukan komunikasi dengan stakeholder Kemenpan, Kementerian Keuangan, KPU, dan Bawaslu untuk membahas standar besaran santunan.
“Mudah-mudahan kita akan mendapatkan hasil dari seluruh pembahasan tersebut untuk kemudian menemukan nominal yang sepantasnya untuk kita berikan sebagai santunan kepada teman-teman kita yang telah menjalankan tugasnya dengan penuh dedikasi dan tidak menghiraukan kesehatannya dan keselamatannya sendiri untuk bisa menjalankan tugas-tugas yang diemban,” ungkapnya.
Sementara itu Sekretaris Jenderal KPU Arif Rahman Hakim mengatakan, pihaknya masih menunggu penetapan Kemenkeu mengenai besaran biaya santunan untuk petugas KPPS yang meninggal dunia. “Kami masih menunggu Kementerian Keuangan yang akan menetapkan minggu ini. Anggaran yang belum termanfaatkan kami optimalisasi, kami usulkan direvisi untuk membayar santunan,” ujarnya.
KPU, sambungnya, mengusulkan jumlah santunan bagi petugas KPPS yang meninggal dunia sekitar Rp30 juta hingga Rp36 juta, sedangkan santunan untuk petugas KPPS yang terluka sebesar Rp16 juta. Adapun petugas KPPS yang cacat akan menerima santunan maksimal Rp30 juta.
“Sistem pembayaran santunan itu akan dilakukan oleh KPU daerah. Sudah disampaikan Dirjen Anggaran akan diupayakan minggu ini sudah bisa keluar. Mudah-mudahan,” ungkapnya. (Dita Angga/Mula Akmal)
Durasi kampanye selama delapan bulan cukup melelahkan bagi para kontestan. Para calon anggota legislatif, relawan pendukung calon presiden dan calon wakil presiden hingga anggota tim pemenangan terus menerus dituntut mencari cara untuk meyakinkan calon pemilih. Kondisi ini membuat kontestan maupun publik terus berada dalam suasana kompetisi yang tak jarang harus saling sikut.
Keluhan ini diungkapkan Ketua MPR yang juga Ketua Umum PAN Zulkifli Hasan saat berbincang dengan Presiden Joko Widodo (Jokowi). Dalam perbincangan itu juga hadir Ketua Umum Partai NasDem Surya Paloh dan Sekretaris Jenderal (Sekjen) PDI Perjuangan Hasto Kristiyanto.
“Ya kalau silaturahmi kan pasti banyak yang kita bicarakan, soal pemilu terlalu lama sampai 8 bulan, habis energi,” kata Zulkifli seusai pelantikan Gubernur dan Wakil Gubernur Maluku di Kompleks Istana Negara kemarin. Dia menilai, perlu dilakukan perubahan atas durasi kampanye pemilu. Tentunya hal ini harus dilakukan melalui perubahan Undang-Undang (UU) Pemilu.
Tujuannya agar masya rakat tidak terbelah terlalu lama. “Kita bilang pemilu ini terlalu lama, menghabiskan energi. Nanti harus mengubah undang-undangnya agar pemilu itu ya sebulan setengah. Masa berantem disuruh undang-undang sampai 8 bulan,” ujarnya. Ditanyai tanggapannya mengenai rencana pertemuan Jokowi dan Prabowo Subianto, dia menilai hal itu bagus jika dapat direalisasi.
Sementara itu Sekretaris Jenderal (Sekjen) PDI Perjuagan Hasto Kristiyanto mengakui bahwa durasi kampanye kali ini memang begitu panjang. Hal ini diperburuk dengan banyaknya hoaks dan fitnah yang membuat masyarakat terbelah.
“Ya dibahas, masing-masing menyampaikan pengalamannya dalam kampanye kemarin. Dan jelas suasananya akrab, tapi semua merasa lelah dengan 8 bulan kampanye. (Lelah) dengan kontestasi yang sering kali diwarnai ide-ide yang begitu tajam karena hoaks dan fitnah,” tuturnya. Dia mengatakan bahwa ada momen untuk melakukan kajian jernih mengenai penyelenggaraan pemilu.
Menurutnya pemilu yang panjang dan menghabiskan dana besar memang harus ada evaluasinya. “Keputusannya dialog bersama dengan seluruh partai politik. Dan kami buka masukan, ruang para pengamat dan elite parpol, untuk menjabarkan sistem politik yang paling sesuai dengan kepribadian bangsa,” ujarnya.
Lebih lanjut dia mengatakan saat ini memang sudah saatnya masyarakat melakukan rekonsiliasi. Menanggapi pertanyaan mengenai pembahasan pertemuan Jokowi dan Prabowo Subianto, Hasto mengatakan hal itu tidak dibahas secara khusus. Menurutnya dalam pertemuan tersebut Zulkifli Hasan yang berkapasitas sebagai ketua MPR lebih banyak menyampaikan masukan.
Sementara itu jumlah petugas KPPS yang meninggal dunia terus bertambah. Sampai kemarin, Rabu (24/4) pukul 15.15 WIB, tercatat sebanyak 144 jiwa petugas KPPS meninggal dunia. Selain meninggal, ratusan anggota KPPS juga jatuh sakit. Mereka tersebar setidaknya di 33 provinsi.
“Ini berita duka lagi yang akan saya sampaikan per tanggal 24 hari ini pukul 15.00 WIB. Kedukaan kami sebagai penyelenggara pemilu terus bertambah. Saat ini sudah 144 yang wafat dari penyelenggara pemilu, kemudian 883 ini yang sakit karena terus bekerja dan dengan penuh dedikasi untuk memastikan seluruh proses penyelenggaraan pemilu ini berjalan luber dan jurdil,” ujar Komisioner KPU Evi Novilda Ginting di Gedung KPU Jakarta kemarin.
Evi mengatakan, sampai saat ini para anggota KPPS di setiap tingkatan terus bekerja menyelesaikan proses rekapitulasi hasil Pemilu 2019. Menurutnya kerja maraton para relawan banyak memicu penurunan kondisi kesehatan mereka. KPU telah melakukan komunikasi dengan stakeholder Kemenpan, Kementerian Keuangan, KPU, dan Bawaslu untuk membahas standar besaran santunan.
“Mudah-mudahan kita akan mendapatkan hasil dari seluruh pembahasan tersebut untuk kemudian menemukan nominal yang sepantasnya untuk kita berikan sebagai santunan kepada teman-teman kita yang telah menjalankan tugasnya dengan penuh dedikasi dan tidak menghiraukan kesehatannya dan keselamatannya sendiri untuk bisa menjalankan tugas-tugas yang diemban,” ungkapnya.
Sementara itu Sekretaris Jenderal KPU Arif Rahman Hakim mengatakan, pihaknya masih menunggu penetapan Kemenkeu mengenai besaran biaya santunan untuk petugas KPPS yang meninggal dunia. “Kami masih menunggu Kementerian Keuangan yang akan menetapkan minggu ini. Anggaran yang belum termanfaatkan kami optimalisasi, kami usulkan direvisi untuk membayar santunan,” ujarnya.
KPU, sambungnya, mengusulkan jumlah santunan bagi petugas KPPS yang meninggal dunia sekitar Rp30 juta hingga Rp36 juta, sedangkan santunan untuk petugas KPPS yang terluka sebesar Rp16 juta. Adapun petugas KPPS yang cacat akan menerima santunan maksimal Rp30 juta.
“Sistem pembayaran santunan itu akan dilakukan oleh KPU daerah. Sudah disampaikan Dirjen Anggaran akan diupayakan minggu ini sudah bisa keluar. Mudah-mudahan,” ungkapnya. (Dita Angga/Mula Akmal)
(nfl)