Dirjen Gakkum KLHK Bakal Dilaporkan ke KPK Soal Kasus Pembalakan Liar
A
A
A
JAKARTA - Kasus dugaan pembalakan liar kayu merbau asal Papua dan Papua Barat senilai Rp47,6 miliar memasuki babak baru. Direktorat Jenderal (Ditjen) Penegakkan Hukum Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (Gakkum KLHK) segera membawa berkas perkara kasus pembalakan liar (illegal logging) kayu merbau asal Papua dan Papua Barat senilai Rp47,6 miliar ke pengadilan karena berkas perkaranya dinyatakan telah lengkap alias P21.
"Dua berkas perkara tersebut telah lengkap atau P21. Dua perusahaan yang berperkara adalah CV ATI dan CV STI. Tersangka kasus ini adalah HBS alias MH selaku pemilik kedua CV itu,” ujar Direktur Jenderal Gakkum KLHK, Rasio Ridho Sani dalam keterangannya di Jakarta, Jumat (12/4/2019).
Menanggapi hal ini, Sekjen LSM Matahukum Mukhsin Nasir menyebut penetapan status tersangka hingga P21 bagi kedua tersangka terlihat janggal. "Kedua tersangka ini membeli kayu ini secara resmi, ada faktur pembelian. Kenapa Ditjen Gakkum tidak mencari siapa yang melakukan penebangan. Mereka (HBS dan MH) membeli secara legal. Tidak ada kerugian negara di sini," ujar Nasir di Jakarta, Senin (14/4/2019).
Nasir menyebut, selama ini Gakkum KLHK tidak pernah melakukan investigasi terkait siapa otak dan yang melakukan illegal logging sebenarnya di Papua.
"Kami menduga Gakkum KLHK belum melakukan olah TKP atau lacak balak. Ini yang kami sebut tarzan kok main di kota, seharusnya kan tarzan mainnya di hutan," tandasnya.
Bahkan, lanjut Nasir, hingga kini tidak ada pelaku illegal logging sebenarnya yang ditetapkan sebagai tersangka. Hanya HBS dan MH yang baru ditetapkan sebagai tersangka.
"Patut diduga ada main mata antara Dirjen Gakkum dengan pelaku illegal logging yang sebenarnya. KPK saya minta tangkap Dirjen Gakkum. Selama dia tidak bisa menangkap pelaku illegal logging sebenarnya, berarti dia main mata," tegas Nasir.
Pihaknya, lanjut Nasir kini tengah menyiapkan laporan ke KPK guna menindaklanjuti dugaan adanya penyalahgunaan wewenang ini.
Seperti diketahui, di awal tahun ini KLHK mengamankan 422 kontainer berisikan kayu ilegal jenis merbau yang berasal dari Papua dan Papua Barat. 81 kontainer dari 422 kontainer tersebut merupakan milik CV ATI dan CV STI yang berisikan sekitar 1.280 m3 kayu gergajian yang berhasil diamankan di Surabaya.
Kemudian, ada 1.100 m3 kayu hasil pembalakan liar milik kedua perusahaan tersebut yang berhasil diamankan di Papua Barat.
"Dua berkas perkara tersebut telah lengkap atau P21. Dua perusahaan yang berperkara adalah CV ATI dan CV STI. Tersangka kasus ini adalah HBS alias MH selaku pemilik kedua CV itu,” ujar Direktur Jenderal Gakkum KLHK, Rasio Ridho Sani dalam keterangannya di Jakarta, Jumat (12/4/2019).
Menanggapi hal ini, Sekjen LSM Matahukum Mukhsin Nasir menyebut penetapan status tersangka hingga P21 bagi kedua tersangka terlihat janggal. "Kedua tersangka ini membeli kayu ini secara resmi, ada faktur pembelian. Kenapa Ditjen Gakkum tidak mencari siapa yang melakukan penebangan. Mereka (HBS dan MH) membeli secara legal. Tidak ada kerugian negara di sini," ujar Nasir di Jakarta, Senin (14/4/2019).
Nasir menyebut, selama ini Gakkum KLHK tidak pernah melakukan investigasi terkait siapa otak dan yang melakukan illegal logging sebenarnya di Papua.
"Kami menduga Gakkum KLHK belum melakukan olah TKP atau lacak balak. Ini yang kami sebut tarzan kok main di kota, seharusnya kan tarzan mainnya di hutan," tandasnya.
Bahkan, lanjut Nasir, hingga kini tidak ada pelaku illegal logging sebenarnya yang ditetapkan sebagai tersangka. Hanya HBS dan MH yang baru ditetapkan sebagai tersangka.
"Patut diduga ada main mata antara Dirjen Gakkum dengan pelaku illegal logging yang sebenarnya. KPK saya minta tangkap Dirjen Gakkum. Selama dia tidak bisa menangkap pelaku illegal logging sebenarnya, berarti dia main mata," tegas Nasir.
Pihaknya, lanjut Nasir kini tengah menyiapkan laporan ke KPK guna menindaklanjuti dugaan adanya penyalahgunaan wewenang ini.
Seperti diketahui, di awal tahun ini KLHK mengamankan 422 kontainer berisikan kayu ilegal jenis merbau yang berasal dari Papua dan Papua Barat. 81 kontainer dari 422 kontainer tersebut merupakan milik CV ATI dan CV STI yang berisikan sekitar 1.280 m3 kayu gergajian yang berhasil diamankan di Surabaya.
Kemudian, ada 1.100 m3 kayu hasil pembalakan liar milik kedua perusahaan tersebut yang berhasil diamankan di Papua Barat.
(kri)