Suap PLTU Riau-1, Pembacaan Vonis Idrus Marham Ditunda Pekan Depan
A
A
A
JAKARTA - Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) menunda pembacaan vonis terhadap terdakwa perkara dugaan suap kesepakatan kontrak kerja sama proyek pembangunan PLTU Riau-1, Idrus Marham. Sidang ditunda hingga 23 April 2019 mendatang.
Majelis hakim membeberkan alasannya menunda putusan terhadap Idrus Marham. Sebab, Ketua Majelis Hakim Yanto yang memimpin jalannya persidangan baru tiba dari luar negeri, kemarin dan hakim anggotanya akan pulang kampung pada sore ini untuk ikut mencoblos di kampung halaman.
"Sedianya hari ini putusan, tapi saya kemarin baru pulang dari Spanyol, kemudian semalam sudah musyawarah, kemarin sedianya putusan akan kami bacakan kurang lebih jam 16.00, tapi ternyata besok itu pemilu, nyoblos," ujar Hakim Yanto di Pengadilan Tipikor, Jakarta Pusat, Selasa (16/4/2019).
Oleh karenanya, hakim bersepakat dengan tim jaksa penuntut umum dan pihak kuasa hukum Idrus Marham untuk menunda sidang hingga pekan depan. Sebab, menurut Yanto, sidang putusan tidak cukup hanya memakan waktu dua jam.
"Karena biasanya kita sampai malam, tapi karena besok itu pilpres semuanya mau nyoblos dan jam empat harus sampai bandara, sehingga kalau dibacakan sampai malam, mereka tidak bisa nyoblos yah. Sidang kami tunda 1 minggu tanggal 23," tuturnya.
Sekadar informasi, tim jaksa penuntut umum pada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sendiri telah menuntut Idrus bersalah karena terlibat dalam proyek PLTU Riau-1. Oleh Jaksa, mantan Sekretaris Jenderal (Sekjen) Partai Golkar tersebut dituntut 5 tahun penjara.
Jaksa juga menuntut Idrus untuk membayar denda sebesar Rp300 juta subsidair 4 bulan kurungan. Jaksa meyakini Idrus terbukti bersalah karena turut serta atau bersama-sama dengan mantan Wakil Ketua Komisi VII DPR, Eni Maulani Saragih menerima suap dari pengusaha Johannes Budisutrisno Kotjo.
Menurut jaksa, Idrus terbukti menerima suap Rp2,250 miliar. Uang tersebut diberikan oleh pengusaha sekaligus salah satu pemegang saham Blackgold Natural Resources Limited, Johannes Budisutrisno Kotjo.
Pemberian uang tersebut disinyalir agar Eni membantu Kotjo mendapatkan proyek Independent Power Producer (IPP) mulut tambang PLTU Riau-1. Kata Jaksa, Idrus diduga mengetahui pemberian dari Kotjo untuk Eni.
Atas perbuatannya, Idrus dinilai bersalah melanggar Pasal 12 huruf a Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dalam UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tipikor juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP.
Majelis hakim membeberkan alasannya menunda putusan terhadap Idrus Marham. Sebab, Ketua Majelis Hakim Yanto yang memimpin jalannya persidangan baru tiba dari luar negeri, kemarin dan hakim anggotanya akan pulang kampung pada sore ini untuk ikut mencoblos di kampung halaman.
"Sedianya hari ini putusan, tapi saya kemarin baru pulang dari Spanyol, kemudian semalam sudah musyawarah, kemarin sedianya putusan akan kami bacakan kurang lebih jam 16.00, tapi ternyata besok itu pemilu, nyoblos," ujar Hakim Yanto di Pengadilan Tipikor, Jakarta Pusat, Selasa (16/4/2019).
Oleh karenanya, hakim bersepakat dengan tim jaksa penuntut umum dan pihak kuasa hukum Idrus Marham untuk menunda sidang hingga pekan depan. Sebab, menurut Yanto, sidang putusan tidak cukup hanya memakan waktu dua jam.
"Karena biasanya kita sampai malam, tapi karena besok itu pilpres semuanya mau nyoblos dan jam empat harus sampai bandara, sehingga kalau dibacakan sampai malam, mereka tidak bisa nyoblos yah. Sidang kami tunda 1 minggu tanggal 23," tuturnya.
Sekadar informasi, tim jaksa penuntut umum pada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sendiri telah menuntut Idrus bersalah karena terlibat dalam proyek PLTU Riau-1. Oleh Jaksa, mantan Sekretaris Jenderal (Sekjen) Partai Golkar tersebut dituntut 5 tahun penjara.
Jaksa juga menuntut Idrus untuk membayar denda sebesar Rp300 juta subsidair 4 bulan kurungan. Jaksa meyakini Idrus terbukti bersalah karena turut serta atau bersama-sama dengan mantan Wakil Ketua Komisi VII DPR, Eni Maulani Saragih menerima suap dari pengusaha Johannes Budisutrisno Kotjo.
Menurut jaksa, Idrus terbukti menerima suap Rp2,250 miliar. Uang tersebut diberikan oleh pengusaha sekaligus salah satu pemegang saham Blackgold Natural Resources Limited, Johannes Budisutrisno Kotjo.
Pemberian uang tersebut disinyalir agar Eni membantu Kotjo mendapatkan proyek Independent Power Producer (IPP) mulut tambang PLTU Riau-1. Kata Jaksa, Idrus diduga mengetahui pemberian dari Kotjo untuk Eni.
Atas perbuatannya, Idrus dinilai bersalah melanggar Pasal 12 huruf a Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dalam UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tipikor juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP.
(kri)