Masih Kampanye di Medsos Bisa Dijerat Pidana
A
A
A
JAKARTA - Aktivitas berbau kampanye Pemilu 2019 di dunia maya pada masa tenang saat ini tak luput dari pantauan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) dan pemerintah. Akun media sosial maupun pelaku internet yang diketahui masih berkampanye terancam denda dan pidana.
Berakhirnya masa kampanye pada 13 April lalu menandakan berakhirnya seluruh aktivitas kampanye baik untuk pemilihan presiden maupun pemilihan legislator. Komisi Pemilihan Umum (KPU) telah menetapkan masa tenang sejak Minggu (14/4). Semua kegiatan kampanye baik di ruang publik, media massa maupun media sosial dilarang. Hal ini mengacu pada Undang-Undang No 7/2017 tentang Pemilu Pasal 278 Ayat 2 yang mengikat peserta pemilu dan tim kampanyenya serta Pasal 287 Ayat 5 yang mengikat media massa baik konvensional maupun online termasuk media sosial.
Pelanggarnya dapat dijatuhkan sanksi sesuai Pasal 523 Ayat 2 yakni pidana maksimal empat tahun penjara dan denda maksimal Rp48 juta. Regulasi juga mengincar mereka yang berupaya melakukan kampanye terselubung di masa tenang dengan mengutip hasil survei. Pelakunya bisa dijerat Pasal 449 Ayat 2 dengan pidana kurungan maksimal 1 tahun dan denda maksimal Rp12 juta. Ketentuan dalam UU Pemilu diturunkan lagi dalam Peraturan KPU.
"Prinsipnya, di masa tenang tak diperbolehkan ada kampanye dalam bentuk dan metode apapun,” tegas anggota KPU Wahyu Setiawan. Dia menambahkan, masyarakat tetap dapat menyampaikan pendapat seputar pemilu di masa tenang baik lisan maupun tertulis asal di dalamnya tidak ada unsur kampanye.
Sementara itu, Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) bersama Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) akan memantau ketat aktivitas di dunia maya pada masa tenang. Bawaslu juga telah melayangkan surat ke para penyelenggara platform media sosial agar mengadang munculnya konten berbau kampanye di masa tenang termasuk yang menggunakan tagar.
"Peserta pemilu dan semua pihak terikat aturan soal masa tenang. Tidak boleh membagikan konten yang memuat rekam jejak dan citra diri calon, ajakan, dukungan atau bentuk lain yang mengarah pada kampanye yang dapat menguntungkan maupun merugikan peserta pemilu,” kata anggota Bawaslu Fritz Edward Siregar.
Kemenkominfo memiliki mesin pencari konten seperti itu dan dapat memblokade atau menonaktifkan akun pelakunya.
“Pengendalian ini bukan membatasi hak kebebasan berekspresi warga negara. Hal ini dilakukan agar suasana menjelang pemungutan suara kondusif,” ujarnya.
Di tempat terpisah, Direktur Eksekutif Perkumpulan Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Titi Anggraini memandang instrument hukum untuk menjerat pelaku kampanye terselubung pada masa tenang masih terbatas. Pertama, kata Titi, UU Pemilu tidak mengatur akhir kampanye di media sosial. Larangan kampanye di media sosial pada masa tenang hanya tertuang di Peraturan KPU No 23/2018.“Namun, yang terkena larangan itu adalah pelaksana, peserta pemilu dan tim kampanye,” jelasnya. Aturan tidak menjangkau orang yang fanatik terhadap peserta pemilu tertentu dan tetap melakukan unggahan ekspresi politik di akun media sosialnya di masa tenang.
“Misalnya, saya suka dengan calon A. Unggahanku tentang si calon A itu tak bisa dijerat aturan hukum. Sebagai pemilih, saya tidak bisa dijerat,” contoh Titi. Sayangnya, sulit membuktikan sebuah konten di media sosial murni dilakukan orang yang menyukai peserta pemilu tertentu atau dilakukan oleh buzzer yang dibayar atau mendapat keuntungan tertentu dari unggahannya.
Menurut Titi, hampir tidak mungkin mengawasi medsos kecuali ujaran kebencian atau fitnah yang biasanya si aktor utama bisa ditelusuri. “Kampanye di medsos kalau diberlakukan straight, yuridiksi hukumnya bisa lintas negara karena pemilih kan ada di mana-mana. Memilih pun bisa di negara tempat dia berada,” terang Titi.
Sementara itu, Juru Bicara Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo-Sandi, Ferdinand Hutahaean mengaku bahwa pihaknya sudah memerintahkan kepada seluruh tim untuk menghentikan kegiatan kampanye baik secara online maupun offline.
“Namun kalau ada masyarakat yang secara mandiri berkampanye sendiri karena kecintaannya terhadap Prabowo-Sandi tentu itu bagian terpisah dari BPN. Kami tidak bisa mengendalikan semua,” kata politikus Partai Demokrat itu.
Juru bicara Tim Kampanye Nasional (TKN) Joko Widodo-KH Ma’ruf Amin, Tubagus Ace Hasan Syadzily, berpandangan agar masa tenang ini dimanfaatkan untuk merefleksikan kembali berbagai program yang telah dicetuskan dan dilakukan oleh pasangan capres-cawapres.
“TKN sudah menghentikan segala bentuk kampanye. Saatnya lebih jernih mempertimbangkan pilihan setelah enam bulan masa kampanye,” kata wakil sekretaris jenderal Partai Golkar itu. (Mula Akmal/Kiswondari)
Berakhirnya masa kampanye pada 13 April lalu menandakan berakhirnya seluruh aktivitas kampanye baik untuk pemilihan presiden maupun pemilihan legislator. Komisi Pemilihan Umum (KPU) telah menetapkan masa tenang sejak Minggu (14/4). Semua kegiatan kampanye baik di ruang publik, media massa maupun media sosial dilarang. Hal ini mengacu pada Undang-Undang No 7/2017 tentang Pemilu Pasal 278 Ayat 2 yang mengikat peserta pemilu dan tim kampanyenya serta Pasal 287 Ayat 5 yang mengikat media massa baik konvensional maupun online termasuk media sosial.
Pelanggarnya dapat dijatuhkan sanksi sesuai Pasal 523 Ayat 2 yakni pidana maksimal empat tahun penjara dan denda maksimal Rp48 juta. Regulasi juga mengincar mereka yang berupaya melakukan kampanye terselubung di masa tenang dengan mengutip hasil survei. Pelakunya bisa dijerat Pasal 449 Ayat 2 dengan pidana kurungan maksimal 1 tahun dan denda maksimal Rp12 juta. Ketentuan dalam UU Pemilu diturunkan lagi dalam Peraturan KPU.
"Prinsipnya, di masa tenang tak diperbolehkan ada kampanye dalam bentuk dan metode apapun,” tegas anggota KPU Wahyu Setiawan. Dia menambahkan, masyarakat tetap dapat menyampaikan pendapat seputar pemilu di masa tenang baik lisan maupun tertulis asal di dalamnya tidak ada unsur kampanye.
Sementara itu, Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) bersama Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) akan memantau ketat aktivitas di dunia maya pada masa tenang. Bawaslu juga telah melayangkan surat ke para penyelenggara platform media sosial agar mengadang munculnya konten berbau kampanye di masa tenang termasuk yang menggunakan tagar.
"Peserta pemilu dan semua pihak terikat aturan soal masa tenang. Tidak boleh membagikan konten yang memuat rekam jejak dan citra diri calon, ajakan, dukungan atau bentuk lain yang mengarah pada kampanye yang dapat menguntungkan maupun merugikan peserta pemilu,” kata anggota Bawaslu Fritz Edward Siregar.
Kemenkominfo memiliki mesin pencari konten seperti itu dan dapat memblokade atau menonaktifkan akun pelakunya.
“Pengendalian ini bukan membatasi hak kebebasan berekspresi warga negara. Hal ini dilakukan agar suasana menjelang pemungutan suara kondusif,” ujarnya.
Di tempat terpisah, Direktur Eksekutif Perkumpulan Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Titi Anggraini memandang instrument hukum untuk menjerat pelaku kampanye terselubung pada masa tenang masih terbatas. Pertama, kata Titi, UU Pemilu tidak mengatur akhir kampanye di media sosial. Larangan kampanye di media sosial pada masa tenang hanya tertuang di Peraturan KPU No 23/2018.“Namun, yang terkena larangan itu adalah pelaksana, peserta pemilu dan tim kampanye,” jelasnya. Aturan tidak menjangkau orang yang fanatik terhadap peserta pemilu tertentu dan tetap melakukan unggahan ekspresi politik di akun media sosialnya di masa tenang.
“Misalnya, saya suka dengan calon A. Unggahanku tentang si calon A itu tak bisa dijerat aturan hukum. Sebagai pemilih, saya tidak bisa dijerat,” contoh Titi. Sayangnya, sulit membuktikan sebuah konten di media sosial murni dilakukan orang yang menyukai peserta pemilu tertentu atau dilakukan oleh buzzer yang dibayar atau mendapat keuntungan tertentu dari unggahannya.
Menurut Titi, hampir tidak mungkin mengawasi medsos kecuali ujaran kebencian atau fitnah yang biasanya si aktor utama bisa ditelusuri. “Kampanye di medsos kalau diberlakukan straight, yuridiksi hukumnya bisa lintas negara karena pemilih kan ada di mana-mana. Memilih pun bisa di negara tempat dia berada,” terang Titi.
Sementara itu, Juru Bicara Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo-Sandi, Ferdinand Hutahaean mengaku bahwa pihaknya sudah memerintahkan kepada seluruh tim untuk menghentikan kegiatan kampanye baik secara online maupun offline.
“Namun kalau ada masyarakat yang secara mandiri berkampanye sendiri karena kecintaannya terhadap Prabowo-Sandi tentu itu bagian terpisah dari BPN. Kami tidak bisa mengendalikan semua,” kata politikus Partai Demokrat itu.
Juru bicara Tim Kampanye Nasional (TKN) Joko Widodo-KH Ma’ruf Amin, Tubagus Ace Hasan Syadzily, berpandangan agar masa tenang ini dimanfaatkan untuk merefleksikan kembali berbagai program yang telah dicetuskan dan dilakukan oleh pasangan capres-cawapres.
“TKN sudah menghentikan segala bentuk kampanye. Saatnya lebih jernih mempertimbangkan pilihan setelah enam bulan masa kampanye,” kata wakil sekretaris jenderal Partai Golkar itu. (Mula Akmal/Kiswondari)
(nfl)