Tidak Lapor Harta Kekayaan, Pejabat Terancam Sanksi
A
A
A
JAKARTA - Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) akan memberikan sanksi bagi aparatur pemerintah yang tidak melaporkan laporan harta kekayan pejabat negara (LHKPN) dan laporan harta kekayaan aparatur sipil negara (LHKASN). Sanksi yang diberikan mulai dari penundaan gaji sampai penurunan pangkat. Hal ini dimaksudkan agar semua pejabat dan aparatur pemerintah secara tertib melaporkan LHKPN dan LHKASN.
“Setiap pejabat yang tidak melaporkan LHPKN dan LHKSN dalam satu tahun akan dikenakan sanksi penundaan gaji berkala. Dan tidak menyampaikan LHKPN dalam dua tahun berturut-turut akan dikenakan sanksi berupa penurunan pangkat satu tahun lebih rendah,” tandas Sekretrais Jenderal (Sekjen) Kemendagri Hadi Prabowo di Kantor Kemendagri, Jakarta, kemarin.
Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tjahjo Kumolo mengatakan, untuk saat ini masih ada 9% pejabat Kemendagri yang belum menyerahkan LHKPN. Dia pun meminta agar dalam waktu satu minggu 9% pejabat tersebut harus segera menyerahkan LHKPN.
“Kalau tidak (segera melaporkan LHKPN) di-Plt-kan (diganti pelaksana tugas) saja. Tidak masalah. Digantilah. Bagaimana mau menggerakkan daerah kalau internal tidak memberikan contoh. Tinggal 9% gampang kok, tinggal melalui online. Paling 2 sampai 3 jam selesai,” ungkapnya.
Tidak hanya itu, bagi pejabat-pejabat tersebut tidak akan diberikan sertifikat pendidikan dan pelatihan (diklat) yang sudah dijalankan. Dia pun mengaku sempat menunda pelantikan eselon I dan II karena belum menyerahkan LHKPN. “Saya minta Pak Teguh (Kepala BPSDM Kemndagri), pejabat Kemendagri yang ikut diklat yang 9% dicek. Kalau belum menyerahkan LHKPN, jangan diberikan sertifikatnya,” katanya.
Deputi Bidang Pencegahan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Pahala Nainggolan mengungkapkan, dalam hal laporan LHKPN memang harus ada unsur paksaan. Sebab, jika hanya mengimbau saja, maka seringkali hanya diabaikan saja. “Memang harus dipaksa. Kalau masih imbau-mengimbau, sudah susah. Orang tidak akan peduli,” tandasnya. Pahala mengatakan, paksaan dengan sanksi cukup efektif. Hal serupa juga dilakukan di internal KPK.
Di mana jika tidak segera melaporkan LHK elektronik, maka tidak akan diberikan akses. “Internal KPK tahun lalu akhir Maret baru 23%. Itu mengimbaunya sudah segala macam. Lalu di Juni 90%. Alasannya banyak benar. Tapi ketika kita peringatkan agar segera mengisi dengan ancaman pemberhentian akses, baru bisa 100%. Kalau akses diberhentikan, maka tidak akan dibayar,” ujarnya.
“Setiap pejabat yang tidak melaporkan LHPKN dan LHKSN dalam satu tahun akan dikenakan sanksi penundaan gaji berkala. Dan tidak menyampaikan LHKPN dalam dua tahun berturut-turut akan dikenakan sanksi berupa penurunan pangkat satu tahun lebih rendah,” tandas Sekretrais Jenderal (Sekjen) Kemendagri Hadi Prabowo di Kantor Kemendagri, Jakarta, kemarin.
Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tjahjo Kumolo mengatakan, untuk saat ini masih ada 9% pejabat Kemendagri yang belum menyerahkan LHKPN. Dia pun meminta agar dalam waktu satu minggu 9% pejabat tersebut harus segera menyerahkan LHKPN.
“Kalau tidak (segera melaporkan LHKPN) di-Plt-kan (diganti pelaksana tugas) saja. Tidak masalah. Digantilah. Bagaimana mau menggerakkan daerah kalau internal tidak memberikan contoh. Tinggal 9% gampang kok, tinggal melalui online. Paling 2 sampai 3 jam selesai,” ungkapnya.
Tidak hanya itu, bagi pejabat-pejabat tersebut tidak akan diberikan sertifikat pendidikan dan pelatihan (diklat) yang sudah dijalankan. Dia pun mengaku sempat menunda pelantikan eselon I dan II karena belum menyerahkan LHKPN. “Saya minta Pak Teguh (Kepala BPSDM Kemndagri), pejabat Kemendagri yang ikut diklat yang 9% dicek. Kalau belum menyerahkan LHKPN, jangan diberikan sertifikatnya,” katanya.
Deputi Bidang Pencegahan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Pahala Nainggolan mengungkapkan, dalam hal laporan LHKPN memang harus ada unsur paksaan. Sebab, jika hanya mengimbau saja, maka seringkali hanya diabaikan saja. “Memang harus dipaksa. Kalau masih imbau-mengimbau, sudah susah. Orang tidak akan peduli,” tandasnya. Pahala mengatakan, paksaan dengan sanksi cukup efektif. Hal serupa juga dilakukan di internal KPK.
Di mana jika tidak segera melaporkan LHK elektronik, maka tidak akan diberikan akses. “Internal KPK tahun lalu akhir Maret baru 23%. Itu mengimbaunya sudah segala macam. Lalu di Juni 90%. Alasannya banyak benar. Tapi ketika kita peringatkan agar segera mengisi dengan ancaman pemberhentian akses, baru bisa 100%. Kalau akses diberhentikan, maka tidak akan dibayar,” ujarnya.
(don)