2 Mantan Anggota DPRD dan Istri Eks Gubernur Sumut Akui Terima Uang
A
A
A
JAKARTA - Istri mantan Gubernur Sumatera Utara (Sumut), Evi Diana Tengku Erry Nuradi dan dua mantan anggota DPRD Sumut akui terima uang ketok Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Sumut.
Hal itu terungkap setelah kasus uang ketok APBD Sumut tahun 2012-2015 sebesar Rp61,83 miliar terus bergulir di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat, Rabu (3/4/2019) malam.
Evi Diana Sitorus, istri mantan Gubernur Sumut, Tengku Erry Nuradi, menjadi saksi bersama dua mantan anggota DPRD Sumut lainnya, Zulkarnain alias Zul Jenggot dan Hamamisul Bahsan, pada sidang dengan Nomor Perkara: 2/Pid.Sus-TPK/2019/PN Jkt.Pst dengan agenda keterangan saksi dipimpin Ketua Majelis Hakim, Hariono SH MH bersama dua hakim anggota, Anggota Hastopo SH dan Anggita UGO SH serta jaksa dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Hendra SH.
Dalam kesaksiannya, mantan anggota DPRD Sumut dari Partai Golkar itu mengakui menerima uang ketok sebesar Rp127 juta dari mantan Bendahara DPRD Sumut, Muhammad Ali Nafiah. Namun anehnya, Evi Diana juga tidak dijadikan tersangka oleh KPK.
"Kami menanyakan kepada saksi Evi Diana Sitorus apakah pernah menerima Rp50 juta dari Rahmiana dan dijawab tidak pernah," jelas Rinto Maha.
Pada poin tersebut, sambung Rinto, dia dan tim penasihat hukum terdakwa, langsung menanyakan ke Hamamisul Bahsan terkait pembagian tersebut dan dijelaskan waktu itu Evi Diana sedang umrah.
Keterangan Hamamisul Bahsan itu langsung dikonfrontir kepada Evi Diana Sitorus dan mengaku, dia umroh pada medio bulan Juni atau Juli, tapi lupa tahunnya.
"Jika klien kami menjadi tersangka, maka seharusnya Evi Diana Sitorus juga tersangka karena nama Evi Diana ada menerima Rp50 juta dari Hamamisul Bahsan dan telah dituangkan oleh Hamamisul Bahsan di Berita Acara Penyidikan (BAP) pada penyidik KPK," tandas Rinto Maha mengulang pernyataannya di hadapan pimpinan sidang dan jaksa KPK.
Pada persidangan tersebut, timpal Dion Pongkor SH dan Maju Posko Simbolon SH, penasihat hukum terdakwa lainnya, banyak keterangan para saksi yang tidak bersesuaian.
"Contoh keterangan Ali Nafiah yang menjelaskan telah memberikan uang Rp525 juta ke Zul Jenggot yang dibantah Zul Jenggot sendiri, dan keterangan Ahmad Fuad Lubis, mantan Kepala Biro Keuangan tahun 2014 sampai 2016 juga berbeda atau tidak bersesuaian satu sama lain yaitu keterangan Hamamisul Bahsan yang menjelaskan datang berdua dengan terdakwa Richard Eddy Lingga mengambil uang Rp1,5 miliar dan kemudian dibantah Richard Eddy Lingga juga di persidangan," papar keduanya.
Jadi atas hal itu, penasihat hukum terdakwa Rahmiana Pulungan Dkk, meminta kepada hakim Ketua Majelis Hakim, SH MH untuk melakukan acara pemeriksaan saksi konfrontir dan atas hal tersebut hakim ketua memerintahkan jaksa KPK untuk menghadirkan empat orang saksi kembali ke persidangan yaitu Ahmad Fuad Lubis, Randiman Tarigan, selaku mantan Sekretaria DPRD Sumut, Muhammad Ali Nafiah dan Zul Jenggot.
Pada sidang yang berakhir pukul 24.00 WIB itu juga, Rinto Maha, kuasa hukum Rahmianna Pulungan dkk meminta hakim untuk memerintahkan jaksa membuka kembali barang bukti nomor 281 yaitu flashdisk yang menjadi barang bukti induk dari tabel-tabel yang ditambahkan tanda tangan di hadapan penyidik melalui pengakuan Randiman Tarigan dan Muhammad Ali Nafiah di Persidangan.
Hamamisul Bahan juga akhirnya mengakui pernah menerima uang ketok dari Bendahara Sekretariat DPRD Sumut, Muhammad Ali Nafiah. Pengakuan itu berbeda dengan pengakuan Hamamisul Bahsan pada persidangan dengan terdakwa mantan Wakil Ketua DPRD Sumut, Chaidir Ritonga, pada 2016 lalu.
Pengakuan itu muncul dari Hamamisul Bahsan setelah terdesak dengan pertanyaan Rinto Maha SH, salah satu kuasa hukum dari tersangka Musdalifah, mantan anggota DPRD Sumut.
"Dalam persidangan itu, akhirnya saksi Hamamisul Bahsan mengakui menerima Rp720 juta seluruhnya dari Muhammad Ali Nafiah. Saksi sebelumnya memberi keterangan berbelit-belit, karena pada sidang-sidang sebelumnya, saksi tidak mengakui menerima uang ketok dari Muhammad Ali Nafiah yang diterima hanya dari Ahmad Fuad Lubis, nantan Kepala Biro Keungan Kantor Gubsu," ujar Rinto kepada wartawan.
Pada sidang itu juga, lanjut Rinto Maha yang bersama Dion Pongkor SH dan Maju Posko Simbolon SH menjadi kuasa hukum tiga tersangka lainnya, yakni Washington Pane, Rahmiana Pulungan dan Syafrida Fitrie, pengakuan Hamamisul Bahsan yang dihadirkan jaksa bertentangan dengan dakwaan karena ketika ditanya kapan memberikan uang Rp50 juta ke Rahmiana dkk tidak bisa menjelaskan kapan waktu, bulan dan tahun atau tidak mengingat lagi waktu kejadian.
Sementara dalam kesaksiannya, Zulkarnaen alias Zul Jenggot soal pembagian uang ke terdakwa Syafrida Fitrie di Yogyakarta sebesar Rp50 juta, Zul Jenggot juga tidak mengakui secara terang pernah memberikan tersebut ke Syafrida Fitrie.
"Pada poin saksi Zulkarnain atau Zul Jenggot mengakui tidak menerima uang dari Muhammad Ali Nafiah sebesar Rp525 juta jatah DP APBD 2014 yang Rp50 juta peranggota dewan," ucap Dion Pongkor. Zulkarnain juga mengakui menerima uang dari pemborong Abdi Muliawan dan Imanulah Peranginangin.
Hal itu terungkap setelah kasus uang ketok APBD Sumut tahun 2012-2015 sebesar Rp61,83 miliar terus bergulir di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat, Rabu (3/4/2019) malam.
Evi Diana Sitorus, istri mantan Gubernur Sumut, Tengku Erry Nuradi, menjadi saksi bersama dua mantan anggota DPRD Sumut lainnya, Zulkarnain alias Zul Jenggot dan Hamamisul Bahsan, pada sidang dengan Nomor Perkara: 2/Pid.Sus-TPK/2019/PN Jkt.Pst dengan agenda keterangan saksi dipimpin Ketua Majelis Hakim, Hariono SH MH bersama dua hakim anggota, Anggota Hastopo SH dan Anggita UGO SH serta jaksa dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Hendra SH.
Dalam kesaksiannya, mantan anggota DPRD Sumut dari Partai Golkar itu mengakui menerima uang ketok sebesar Rp127 juta dari mantan Bendahara DPRD Sumut, Muhammad Ali Nafiah. Namun anehnya, Evi Diana juga tidak dijadikan tersangka oleh KPK.
"Kami menanyakan kepada saksi Evi Diana Sitorus apakah pernah menerima Rp50 juta dari Rahmiana dan dijawab tidak pernah," jelas Rinto Maha.
Pada poin tersebut, sambung Rinto, dia dan tim penasihat hukum terdakwa, langsung menanyakan ke Hamamisul Bahsan terkait pembagian tersebut dan dijelaskan waktu itu Evi Diana sedang umrah.
Keterangan Hamamisul Bahsan itu langsung dikonfrontir kepada Evi Diana Sitorus dan mengaku, dia umroh pada medio bulan Juni atau Juli, tapi lupa tahunnya.
"Jika klien kami menjadi tersangka, maka seharusnya Evi Diana Sitorus juga tersangka karena nama Evi Diana ada menerima Rp50 juta dari Hamamisul Bahsan dan telah dituangkan oleh Hamamisul Bahsan di Berita Acara Penyidikan (BAP) pada penyidik KPK," tandas Rinto Maha mengulang pernyataannya di hadapan pimpinan sidang dan jaksa KPK.
Pada persidangan tersebut, timpal Dion Pongkor SH dan Maju Posko Simbolon SH, penasihat hukum terdakwa lainnya, banyak keterangan para saksi yang tidak bersesuaian.
"Contoh keterangan Ali Nafiah yang menjelaskan telah memberikan uang Rp525 juta ke Zul Jenggot yang dibantah Zul Jenggot sendiri, dan keterangan Ahmad Fuad Lubis, mantan Kepala Biro Keuangan tahun 2014 sampai 2016 juga berbeda atau tidak bersesuaian satu sama lain yaitu keterangan Hamamisul Bahsan yang menjelaskan datang berdua dengan terdakwa Richard Eddy Lingga mengambil uang Rp1,5 miliar dan kemudian dibantah Richard Eddy Lingga juga di persidangan," papar keduanya.
Jadi atas hal itu, penasihat hukum terdakwa Rahmiana Pulungan Dkk, meminta kepada hakim Ketua Majelis Hakim, SH MH untuk melakukan acara pemeriksaan saksi konfrontir dan atas hal tersebut hakim ketua memerintahkan jaksa KPK untuk menghadirkan empat orang saksi kembali ke persidangan yaitu Ahmad Fuad Lubis, Randiman Tarigan, selaku mantan Sekretaria DPRD Sumut, Muhammad Ali Nafiah dan Zul Jenggot.
Pada sidang yang berakhir pukul 24.00 WIB itu juga, Rinto Maha, kuasa hukum Rahmianna Pulungan dkk meminta hakim untuk memerintahkan jaksa membuka kembali barang bukti nomor 281 yaitu flashdisk yang menjadi barang bukti induk dari tabel-tabel yang ditambahkan tanda tangan di hadapan penyidik melalui pengakuan Randiman Tarigan dan Muhammad Ali Nafiah di Persidangan.
Hamamisul Bahan juga akhirnya mengakui pernah menerima uang ketok dari Bendahara Sekretariat DPRD Sumut, Muhammad Ali Nafiah. Pengakuan itu berbeda dengan pengakuan Hamamisul Bahsan pada persidangan dengan terdakwa mantan Wakil Ketua DPRD Sumut, Chaidir Ritonga, pada 2016 lalu.
Pengakuan itu muncul dari Hamamisul Bahsan setelah terdesak dengan pertanyaan Rinto Maha SH, salah satu kuasa hukum dari tersangka Musdalifah, mantan anggota DPRD Sumut.
"Dalam persidangan itu, akhirnya saksi Hamamisul Bahsan mengakui menerima Rp720 juta seluruhnya dari Muhammad Ali Nafiah. Saksi sebelumnya memberi keterangan berbelit-belit, karena pada sidang-sidang sebelumnya, saksi tidak mengakui menerima uang ketok dari Muhammad Ali Nafiah yang diterima hanya dari Ahmad Fuad Lubis, nantan Kepala Biro Keungan Kantor Gubsu," ujar Rinto kepada wartawan.
Pada sidang itu juga, lanjut Rinto Maha yang bersama Dion Pongkor SH dan Maju Posko Simbolon SH menjadi kuasa hukum tiga tersangka lainnya, yakni Washington Pane, Rahmiana Pulungan dan Syafrida Fitrie, pengakuan Hamamisul Bahsan yang dihadirkan jaksa bertentangan dengan dakwaan karena ketika ditanya kapan memberikan uang Rp50 juta ke Rahmiana dkk tidak bisa menjelaskan kapan waktu, bulan dan tahun atau tidak mengingat lagi waktu kejadian.
Sementara dalam kesaksiannya, Zulkarnaen alias Zul Jenggot soal pembagian uang ke terdakwa Syafrida Fitrie di Yogyakarta sebesar Rp50 juta, Zul Jenggot juga tidak mengakui secara terang pernah memberikan tersebut ke Syafrida Fitrie.
"Pada poin saksi Zulkarnain atau Zul Jenggot mengakui tidak menerima uang dari Muhammad Ali Nafiah sebesar Rp525 juta jatah DP APBD 2014 yang Rp50 juta peranggota dewan," ucap Dion Pongkor. Zulkarnain juga mengakui menerima uang dari pemborong Abdi Muliawan dan Imanulah Peranginangin.
(maf)