Dua Minggu Jelang Pemilihan Umum, Hoaks Makin Merajalela

Selasa, 02 April 2019 - 06:33 WIB
Dua Minggu Jelang Pemilihan Umum, Hoaks Makin Merajalela
Dua Minggu Jelang Pemilihan Umum, Hoaks Makin Merajalela
A A A
JAKARTA - Waspada dan jangan mudah termakan isu bohong atau hoaks. Peringatan ini perlu disampaikan karena jelang Pemilihan Presiden 2019 pada 17 April nanti hoaks kian membanjiri dunia maya. Sebagian besar berita sampah tersebut terkait isu politik.
Peringatan akan ancaman hoaks yang semakin masif jelang perhelatan akbar demokrasi lima tahunan ini disampaikan Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) kemarin. Tren kenaikan terjadi sejak Agustus 2018 dan konsisten melonjak hingga Maret ini.

Berdasarkan data Kemenkominfo, pada Agustus 2018 total ditemukan 25 hoaks yang kemudian naik tiga kali lipat pada Desember menjadi 75 hoaks. Jumlah hoaks meroket pada Januari (175 hoaks), Februari (353 hoaks), dan Maret (453 hoaks). "Sekarang (Maret) pun naik lagi. Yang paling banyak itu soal politik dan politik pun kebanyakan tentang pemilu, ya karena ada kaitannya dengan pemilu," ujar Menkominfo Rudiantara di sela-sela peluncuran program Gerakan Nasional Literasi Digital Siberkreasi di Gedung Kemenkominfo, Jakarta, kemarin.

Rudiantara menyatakan siap menangkal penyebaran hoaks, termasuk membantu para peserta politik yang diserang hoaks dengan melakukan klarifikasi. Dia pun menegaskan bahwa hoaks adalah musuh bersama. "Kami sampaikan kepada publik, hati-hati dengan hoaks ini. Kepada siapa pun peserta pemilu, kami akan bantu karena hoaks ini terkadang menyerang satu pihak dan menyerang pihak lain," ujarnya.

Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan Bawaslu juga sepakat untuk mewaspadai hoaks dan menegaskan akan bersama-sama turut melawan hoaks. ‘’KPU terus berupaya menciptakan dan membangun pemilih yang terinformasi dengan baik. Sebab, pada saat yang sama, ada pihak yang memanipulasi informasi-informasi sedemikian rupa sehingga bukan tak mungkin ada masyarakat yang percaya," ujar Komisioner KPU Pramono Ubaid Tanthowi.

Banjir hoaks jelang pemilu sudah diprediksi, terutama menyasar peserta Pilpres 2019. Menurut Pramono, ada pihak yang memang memanipulasi informasi di media sosial agar tercipta kebencian terhadap kandidat lawan. "Manipulasi tersebut disebarkan secara masif. Ini sudah menjadi industri. Enggak peduli mereka, yang penting cocok, jalan. Soal isu bisa disesuaikan dengan pesanan. Kalau teman-teman enggak hati-hati, itu pasti termakan," ucapnya.

Pramono pun mengajak masyarakat mewaspadai hoaks dan bisa mendeteksi hoaks. Dicontohkan, jika ada satu isu yang secara tiba-tiba paling banyak muncul di medsos, itu dapat dipastikan tidak natural karena ada sistem yang dimainkan. "Jadi semua akun medsos membicarakan itu. Percayalah, itu sistem yang bermain, bukan natural," paparnya.

Komisioner KPU, Wahyu Setiawan, mengatakan, bukan hanya hoaks, tapi juga dihadapkan pada politisasi SARA, dan politik uang. Ketiga rintangan tersebut akan terus menjamur dan meluas seiring dekatnya hari pencoblosan. "Kita sedang memerangi tiga hal sebelum pemilu tahun ini, yaitu hoaks, politisasi SARA, dan politik uang. Rintangan tersebut harus dihadapi," katanya.

Ketua Bawaslu Abhan juga menyatakan akan terus bersinergi dengan Kemenkominfo untuk meredam hoaks dan penyebaran informasi yang tidak dapat dipertanggungjawabkan."Sebelumnya ada 127 akun media sosial yang sudah kami laporkan ke Kemekominfo dan platfom yang ada di Indonesia agar segera ditindaklanjuti dengan melakukan take down," ucapnya.

Kemajuan teknologi komunikasi telah membuat semua informasi dapat dengan mudah diterima masyarakat, salah satunya melalui media sosial yang turut menyumbang penyebaran informasi dan di antaranya adalah hoaks. "Medsos seperti pedang bermata dua yang memiliki dua sisi positif dan negatif. Jika dimanfaatkan secara benar, akan memberikan nilai positif. Namun, jika dipakai untuk hal negatif akan menimbulkan kerugian bagi sejumlah pihak," ungkapnya.

Melawan

Menanggapi maraknya penyebaran hoaks, calon wakil presiden (cawapres) nomor urut 01, KH Ma'ruf Amin, akan terus melakukan perlawanan terhadap penyebaran berita bohong yang sudah sangat meresahkan. Kemarin, misalnya, ketika berkampanye di Madura, Jawa Timur, Ma’ruf juga meluruskan berbagai berita bohong yang dialamatkan kepada pasangan 01. Salah satunya soal berita bahwa capres Joko Widodo disebut anggota Partai Komunis Indonesia (PKI).

"Ya, artinya Madura harus berubah cara berpikirnya. Kalau dulu ada Pak Jokowi, misalnya, terprovokasi, saya ingin mengklarifikasi bahwa isu-isu PKI, anti-ulama, kriminalisasi ulama, itu tidak benar," ujar Ma'ruf di sela-sela safari politiknya ke Madura.

Bahkan, kemarin Ma'ruf juga mendapatkan berita bohong yang menyebut dirinya sedang sakit. "Ha-ha-ha. Hoaks itu. Orang saya ke Sumenep, saya katanya masuk rumah sakit, kan jadi aneh begitu. Hoaksnya aneh banget. Orangnya ada di Sumenep, perjalanan berapa jam, 4 jam," bebernya.

Ma'ruf kerap kali diserang berita bohong yang menyudutkannya. Salah satunya berita bahwa dia sedang sakit. "Katanya saya masuk rumah sakit, sudah beberapa kali itu isu rumah sakit," lanjutnya. Kiai kelahiran Tangerang, Banten, ini mengaku dalam kondisi prima. Dia selalu sehat selama kunjungan ke beberapa daerah dalam bulan-bulan terakhir. "Sehat sekali saya. Mudah-mudahan sehat terus. Sudah berapa bulan saya berkeliling. Insyaallah, Allah kasih saya sehat terus," katanya.

Di berbagai kesempatan kampanye lain Ma'ruf juga selalu menyelipkan pesan melawan hoaks yang ditujukan kepada dirinya ataupun Jokowi. Langkah serupa juga dilakukan Jokowi. Dalam berbagai kesempatan, Jokowi sering menyebutkan bahwa selama 4,5 tahun ini memilih diam dan tidak banyak bereaksi terhadap hoaks yang dialamatkan kepadanya.

Namun, saat ini Jokowi tidak mau lagi tinggal diam dan mengajak seluruh pendukungnya untuk melawan hoaks yang sudah sangat meresahkan masyarakat dan juga berpotensi memecah-belah persatuan bangsa. Juru Bicara Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo-Sandi, Suhud Alyuddin, menegaskan bahwa pihaknya sudah sepakat bahwa hoaks merupakan musuh bersama yang membahayakan kehidupan sosial dalam berbangsa.

Namun, perlu juga dilihat akar masalah yang membuat hoaks jadi mudah diproduksi dan menjamur di masyarakat. "Kita perlu lihat akar masalah hoaks berkembang, kok orang gemar bikin hoaks dan menyebarkannya sehingga ini menjamur," kata Suhud kepada KORAN SINDO di Jakarta kemarin malam. Suhud menjelaskan, menurut kajian BPN, hoaks ini juga muncul akibat terhambatnya kebebasan berekspresi, di mana warga negara tidak bisa secara bebas menyampaikan aspirasi dan kritik dianggap sebagai suatu penghinaan.

Padahal, ini merupakan hal biasa dalam kehidupan demokrasi. "Kedua, bisa juga karena penegakan hukum tidak adil terhadap suatu pihak sehingga ada kekecewaan yang akhirnya dilampiaskan dengan membuat konten yang bisa jadi mengandung unsur fitnah," papar politikus PKS itu. Selain itu, masalah pendidikan kecerdasan literasi masyarakat yang masih rendah membuat masyarakat kurang memahami konten yang ternyata merupakan hoaks.

Karenanya, banyak orang kampung yang ditangkap karena mereka pada dasarnya tidak memahami. "Jadi, kritikan masyarakat tidak semata-mata karena antipemerintah. Dan kalau ini bisa diatasi tentu bisa mengurangi hoaks. Caranya pemerintah harus bersikap terbuka, masyarakat bebas berekspresi secara bertanggung jawab, dan law enforcement berjalan. Semua ini yang harus dibangun," ungkap Suhud.
(don)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.7411 seconds (0.1#10.140)