Perludem Minta KPU Lebih Masif Sosialisasi Pemilu Serentak 2019
A
A
A
JAKARTA - Komisi Pemilihan Umum (KPU) diharapkan lebih masif melakukan sosialisasi pelaksanaan Pemilu secara serentak kepada masyarakat. Hingga kini banyak pemilih yang masih belum mengetahui tentang Pemilu serentak 2019 .
“Beberapa survei menyebut bahwa masih banyak pemilih yang belum mengetahui tentang pemilu serentak. Masih banyak pemilih yang belum banyak mengetahui soal pencoblosan dengan surat suara yang banyak,” kata Titi kepada wartawan, Selasa (26/3/2019).
Menurut dia, Pemilu 2019 memiliki beban yang kompleks dan luar biasa karena Pilpres dan Pileg digelar berbarengan. Namun perkembangannya bahwa Pilpres lebih dominan daripada Pileg. “Menurut saya, menjelang 23 hari pencoblosan KPU harus mengintensifkan lagi kerja-kerja sosilisasinya, sehingga lebih banyak lagi pemilih secara masif dan luas,” ujarnya. (Baca juga: KPU Undang Pemantau Pemilu dari 33 Negara )
Maka dari itu, Titi meminta KPU harus lebih kreatif, proaktif dan partisipatif melibatkan semua kalangan untuk menyosialisasikan soal teknis penyelenggaraan Pemilu serentak 2019. “Termasuk soal sumber-sumber informasi yang bisa diakses soal pemilih untuk mengetahui penyelengaraan pemilu 2019,” jelasnya.
KPU harus belajar dari Pemilu 2014. Saat itu Pileg digelar terpisah dengan Pilpres, tapi jumlah surat suara tidak sah itu terlalu tinggi pada angka 10% lebih atau setara 14 juta lebih suara. (Baca juga: KPU Wajibkan Tim Paslon Laporkan Jadwal Kampanye Selama 21 Hari )
“Itu harus menjadi pelajaran betul bagu KPU untuk evaluasi guna mengoptimalkan strategi diujung proses penyelengaraan Pemilu. Karena diakui Pemilu saat ini lebih rumit, lebih kompleks dengan dominasi Pilpres dengan ketidaktahuan publik soal penyelengaraan Pemilu,” tandasnya.
“Beberapa survei menyebut bahwa masih banyak pemilih yang belum mengetahui tentang pemilu serentak. Masih banyak pemilih yang belum banyak mengetahui soal pencoblosan dengan surat suara yang banyak,” kata Titi kepada wartawan, Selasa (26/3/2019).
Menurut dia, Pemilu 2019 memiliki beban yang kompleks dan luar biasa karena Pilpres dan Pileg digelar berbarengan. Namun perkembangannya bahwa Pilpres lebih dominan daripada Pileg. “Menurut saya, menjelang 23 hari pencoblosan KPU harus mengintensifkan lagi kerja-kerja sosilisasinya, sehingga lebih banyak lagi pemilih secara masif dan luas,” ujarnya. (Baca juga: KPU Undang Pemantau Pemilu dari 33 Negara )
Maka dari itu, Titi meminta KPU harus lebih kreatif, proaktif dan partisipatif melibatkan semua kalangan untuk menyosialisasikan soal teknis penyelenggaraan Pemilu serentak 2019. “Termasuk soal sumber-sumber informasi yang bisa diakses soal pemilih untuk mengetahui penyelengaraan pemilu 2019,” jelasnya.
KPU harus belajar dari Pemilu 2014. Saat itu Pileg digelar terpisah dengan Pilpres, tapi jumlah surat suara tidak sah itu terlalu tinggi pada angka 10% lebih atau setara 14 juta lebih suara. (Baca juga: KPU Wajibkan Tim Paslon Laporkan Jadwal Kampanye Selama 21 Hari )
“Itu harus menjadi pelajaran betul bagu KPU untuk evaluasi guna mengoptimalkan strategi diujung proses penyelengaraan Pemilu. Karena diakui Pemilu saat ini lebih rumit, lebih kompleks dengan dominasi Pilpres dengan ketidaktahuan publik soal penyelengaraan Pemilu,” tandasnya.
(poe)