Pengamat UI: Ini Alasan Kelas Menengah Atas Alihkan Dukungan ke Paslon 02
A
A
A
JAKARTA - Litbang Kompas merilis hasil survei terbarunya dengan menempatkan elektabilitas pasangan Jokowi-Maruf 49,2%, sedangkan Prabowo-Sandi 37,4%. Meski kalah secara elektabilitas, Prabowo-Sandi justru unggul di kalangan pemilih menengah ke atas.
Dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia (UI), Fithra Faisal Hastiadi memaparkan kecenderungan tersebut disebabkan karena inkonsistensi kebijakan Jokowi.
Kalangan menengah atas pun melihat adanya pembangunan besar-besaran pemerintah yang dibiayai oleh APBN, subsidi, dan obligasi. Selanjutnya gololongan menengah atas cenderung mereview peningkatan tax revenue di kemudian hari lantaran merekalah yang menjadi objek pajak.
"Menengah ke atas dipikir untuk mendapat pajaknya, ini pula yang kemudian membuat kecenderungan orang menengah ke atas untuk menahan investasinya," jelas Fithra melalui pesan elektronik yang diterima SINDOnews, Kamis (21/3/2019).
Alhasil, ketika melihat kecenderungan ini, mereka cenderung untuk tidak memilih atau bahkan beralih dukungan. "Belum lagi kalau kita melihat dari fakta obligasi pemerintah, masih dalam 2014-2018 datanya 10 persen jadi kenaikan rata rata 15 persen per tahun itu mengakibatkan swasta kekurangan pembiayaan," urainya.
Sementara terkait pemilih loyal kubu 01 yang berasal dari menengah ke bawah, Fithra menengarai lantaran karena banyaknya sumber pembiayaan APBN yang memang diperuntukkan bagi mereka. Petahana kata dia, memiliki sumber daya untuk memanfaatkan posisinya, termasuk menahan penurunan elektabilitas.
"Saya melihat kecenderungan sistematis. Tapi biar bagaimanapun petahana punya resources dan ya sedikit banyak ini yang bisa mereka lakukan untuk menahan penurunan elektabilitas," jelasnya.
Dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia (UI), Fithra Faisal Hastiadi memaparkan kecenderungan tersebut disebabkan karena inkonsistensi kebijakan Jokowi.
Kalangan menengah atas pun melihat adanya pembangunan besar-besaran pemerintah yang dibiayai oleh APBN, subsidi, dan obligasi. Selanjutnya gololongan menengah atas cenderung mereview peningkatan tax revenue di kemudian hari lantaran merekalah yang menjadi objek pajak.
"Menengah ke atas dipikir untuk mendapat pajaknya, ini pula yang kemudian membuat kecenderungan orang menengah ke atas untuk menahan investasinya," jelas Fithra melalui pesan elektronik yang diterima SINDOnews, Kamis (21/3/2019).
Alhasil, ketika melihat kecenderungan ini, mereka cenderung untuk tidak memilih atau bahkan beralih dukungan. "Belum lagi kalau kita melihat dari fakta obligasi pemerintah, masih dalam 2014-2018 datanya 10 persen jadi kenaikan rata rata 15 persen per tahun itu mengakibatkan swasta kekurangan pembiayaan," urainya.
Sementara terkait pemilih loyal kubu 01 yang berasal dari menengah ke bawah, Fithra menengarai lantaran karena banyaknya sumber pembiayaan APBN yang memang diperuntukkan bagi mereka. Petahana kata dia, memiliki sumber daya untuk memanfaatkan posisinya, termasuk menahan penurunan elektabilitas.
"Saya melihat kecenderungan sistematis. Tapi biar bagaimanapun petahana punya resources dan ya sedikit banyak ini yang bisa mereka lakukan untuk menahan penurunan elektabilitas," jelasnya.
(pur)