PPK Ditenggat April Tuntaskan Masalah PNS Terkait Korupsi
A
A
A
JAKARTA - Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Kemenpan-RB) telah mengeluarkan surat edaran (SE) terkait dengan pemberhentian tidak dengan hormat (PTDH) bagi pegawai negeri sipil (PNS) yang terlibat tindak pidana korupsi (tipikor) dan telah berkekuatan hukum tetap.
Pelaksanaan SE paling lambat dilakukan pada akhir April mendatang. Jika sampai 30 April 2019 tidak juga dilakukan pemberhentian terhadap PNS yang terlibat tipikor, maka pejabat pembina kepegawaian (PPK) dan pejabat yang berwenang (PyB) bakal terancam sanksi.
“Terhadap PPK dan PyB yang tidak melaksanakan penjatuhan PTDH, maka dijatuhi sanksi administrasi berupa pemberhentian sementara tanpa memperoleh hak-hak jabatan,” demikian bunyi kutipan SE yang ditandatangani Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Menpan-RB) Syafruddin.
SE tersebut dibuat agar pelaksanaan proses pemberhentian dapat dilakukan lebih mudah. Di mana pemberhentian terhitung mulai tanggal (TMT) ditetapkan keputusan PTDH sebagai PNS. Selain itu, bagi PNS yang terlibat tipikor yang sebelumnya telah menjalani sanksi hukuman disiplin, maka harus segera dicabut untuk kemudian dilakukan PTDH.
Sementara untuk PNS terlibat tipikor yang telah ditetapkan pemberhentian dengan hormat (PDH) karena mencapai usia pensiun, maka ada beberapa hal yang perlu diperhatikan. Apabila keputusan tersebut ditetapkan sebelum putusan pengadilan yang telah memiliki kekuatan hukum tetap, maka akan tetap berlaku.
Namun, jika PDH setelah putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap, maka harus segera dicabut untuk kemudian ditetapkan keputusan PTDH. Dalam SE itu juga disebutkan bahwa daerah dapat mengunduh salinan putusan pengadilan melalui laman Direktori Mahkamah Agung atau Sistem Informasi Penelusuran Perkara (SIPP) pada pengadilan negeri setempat.
Pelaksana Tugas (Plt) Direktur Jenderal (Dirjen) Otonomi Daerah (Otda) Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) Akmal Malik mengatakan, akan membahas pelaksanaan SE ini lebih lanjut dengan Kemenpan-RB. Dia mengatakan akan melakukan konsolidasi terkait perkembangan penetapan PTDH tersebut. “Kita perlu konsolidasi lagi berapa yang sudah masuk, berapa yang belum. Ini lagi kita rekap,” ungkapnya.
Terkait dengan adanya sanksi, Akmal mengatakan, hal tersebut juga akan dibahas lebih lanjut. Pasalnya, penjatuhan sanksi untuk PPK yang dalam hal ini adalah kepala daerah, sudah tertera di dalam Undang-Undang (UU) No 23/2014 tentang Pemerintah Daerah. “Bisa saja (pemberhentian sementara) karena itu perintah UU. Pasal 67 UU 23 kan jelas. Kewajiban kepala daerah melaksanakan perintah UU. Kalau tidak melaksanakan, ada sanksi. Dari sanksi administrasi sampai pemberhentian,” tandasnya.
Sebelumnya, Kepala Badan Kepegawaian Negara (BKN) Bima Haria Wibisana mengatakan bahwa SE dikeluarkan agar PTDH dilakukan dengan cepat. Menurut dia, PTDH tidak berlaku surut sehingga tidak perlu ada pengembalian gaji-gaji yang sebelumnya dibayarkan. “Nah itu akan ada di (surat edaran). Jadi TMT SK-nya (pemberhentian) yang sekarang. Dan tidak perlu mengembalikan,” ungkapnya.
Sebelumnya berdasarkan laporan dari BKN, ada sekitar 2.357 PNS terlibat tipikor. Menurut Kepala Biro (Karo) Humas BKN Mohammad Ridwan, dari jumlah 2.357 tersebut, hingga 14 Januari 2019, baru 393 PNS yang sudah diberhentikan tetap. Ridwan menyebut, kepada 393 PNS tersebut sudah ditetapkan surat keputusan PTDH sebagai PNS oleh PPK. “Dari 393 PNS yang sudah ditetapkan SK PTDH tersebut, sebanyak 42 orang berasal dari instansi pusat. Lalu 351 lainnya berasal dari instansi daerah,” katanya.
Selain 2.357 PNS terlibat tipikor, lanjutnya, terdapat data tambahan baru PNS terlibat tipikor yang sudah berkuatan hukum tetap. Di mana PNS-PNS tersebut sudah diberhentikan secara tetap. “Di luar data 2.357 itu, hingga 14 Januari 2019 terdapat pula 498 PNS yang sudah ditetapkan SK PTDH karena kasus tipikor.
Dari 498 PNS, sebanyak 57 berasal dari instansi pusat dan 441 lainnya berasal dari instansi daerah. Jadi, dari keseluruhan data tersebut, hingga 14 Januari 2019 terdapat 891 PNS terlibat kasus tipikor yang sudah ditetapkan SK PTDH-nya,” paparnya
Pelaksanaan SE paling lambat dilakukan pada akhir April mendatang. Jika sampai 30 April 2019 tidak juga dilakukan pemberhentian terhadap PNS yang terlibat tipikor, maka pejabat pembina kepegawaian (PPK) dan pejabat yang berwenang (PyB) bakal terancam sanksi.
“Terhadap PPK dan PyB yang tidak melaksanakan penjatuhan PTDH, maka dijatuhi sanksi administrasi berupa pemberhentian sementara tanpa memperoleh hak-hak jabatan,” demikian bunyi kutipan SE yang ditandatangani Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Menpan-RB) Syafruddin.
SE tersebut dibuat agar pelaksanaan proses pemberhentian dapat dilakukan lebih mudah. Di mana pemberhentian terhitung mulai tanggal (TMT) ditetapkan keputusan PTDH sebagai PNS. Selain itu, bagi PNS yang terlibat tipikor yang sebelumnya telah menjalani sanksi hukuman disiplin, maka harus segera dicabut untuk kemudian dilakukan PTDH.
Sementara untuk PNS terlibat tipikor yang telah ditetapkan pemberhentian dengan hormat (PDH) karena mencapai usia pensiun, maka ada beberapa hal yang perlu diperhatikan. Apabila keputusan tersebut ditetapkan sebelum putusan pengadilan yang telah memiliki kekuatan hukum tetap, maka akan tetap berlaku.
Namun, jika PDH setelah putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap, maka harus segera dicabut untuk kemudian ditetapkan keputusan PTDH. Dalam SE itu juga disebutkan bahwa daerah dapat mengunduh salinan putusan pengadilan melalui laman Direktori Mahkamah Agung atau Sistem Informasi Penelusuran Perkara (SIPP) pada pengadilan negeri setempat.
Pelaksana Tugas (Plt) Direktur Jenderal (Dirjen) Otonomi Daerah (Otda) Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) Akmal Malik mengatakan, akan membahas pelaksanaan SE ini lebih lanjut dengan Kemenpan-RB. Dia mengatakan akan melakukan konsolidasi terkait perkembangan penetapan PTDH tersebut. “Kita perlu konsolidasi lagi berapa yang sudah masuk, berapa yang belum. Ini lagi kita rekap,” ungkapnya.
Terkait dengan adanya sanksi, Akmal mengatakan, hal tersebut juga akan dibahas lebih lanjut. Pasalnya, penjatuhan sanksi untuk PPK yang dalam hal ini adalah kepala daerah, sudah tertera di dalam Undang-Undang (UU) No 23/2014 tentang Pemerintah Daerah. “Bisa saja (pemberhentian sementara) karena itu perintah UU. Pasal 67 UU 23 kan jelas. Kewajiban kepala daerah melaksanakan perintah UU. Kalau tidak melaksanakan, ada sanksi. Dari sanksi administrasi sampai pemberhentian,” tandasnya.
Sebelumnya, Kepala Badan Kepegawaian Negara (BKN) Bima Haria Wibisana mengatakan bahwa SE dikeluarkan agar PTDH dilakukan dengan cepat. Menurut dia, PTDH tidak berlaku surut sehingga tidak perlu ada pengembalian gaji-gaji yang sebelumnya dibayarkan. “Nah itu akan ada di (surat edaran). Jadi TMT SK-nya (pemberhentian) yang sekarang. Dan tidak perlu mengembalikan,” ungkapnya.
Sebelumnya berdasarkan laporan dari BKN, ada sekitar 2.357 PNS terlibat tipikor. Menurut Kepala Biro (Karo) Humas BKN Mohammad Ridwan, dari jumlah 2.357 tersebut, hingga 14 Januari 2019, baru 393 PNS yang sudah diberhentikan tetap. Ridwan menyebut, kepada 393 PNS tersebut sudah ditetapkan surat keputusan PTDH sebagai PNS oleh PPK. “Dari 393 PNS yang sudah ditetapkan SK PTDH tersebut, sebanyak 42 orang berasal dari instansi pusat. Lalu 351 lainnya berasal dari instansi daerah,” katanya.
Selain 2.357 PNS terlibat tipikor, lanjutnya, terdapat data tambahan baru PNS terlibat tipikor yang sudah berkuatan hukum tetap. Di mana PNS-PNS tersebut sudah diberhentikan secara tetap. “Di luar data 2.357 itu, hingga 14 Januari 2019 terdapat pula 498 PNS yang sudah ditetapkan SK PTDH karena kasus tipikor.
Dari 498 PNS, sebanyak 57 berasal dari instansi pusat dan 441 lainnya berasal dari instansi daerah. Jadi, dari keseluruhan data tersebut, hingga 14 Januari 2019 terdapat 891 PNS terlibat kasus tipikor yang sudah ditetapkan SK PTDH-nya,” paparnya
(don)