Distribusi Elpiji Tertutup Efektifkah?

Jum'at, 08 Maret 2019 - 07:44 WIB
Distribusi Elpiji Tertutup...
Distribusi Elpiji Tertutup Efektifkah?
A A A
WACANA pengendalian konsumsi elpiji bersubsidi melalui distribusi tertutup kini kembali mencuat. Sejatinya program ini sudah digodok sejak 2016 silam. Bedanya kali ini pemerintah akan menguji coba pendistribusian elpiji subsidi tertutup sebelum diimplementasikan pada 2020. Uji coba ini akan berlangsung dengan dua tahap, yaitu pada 22 April dan 2 Mei mendatang.

Untuk mengetahui sejauh mana sukses tidaknya program tersebut, uji coba dilakukan di tujuh provinsi, yaitu Sumatera Barat, Banten, Sulawesi Utara, DKI Jakarta, Jawa Barat, DI Yogyakarta, dan Jawa Timur dengan total peserta 14.193 rumah tangga. Nantinya harga elpiji 3 kg akan diterapkan satu harga, yaitu sesuai dengan mekanisme pasar. Namun bagi penerima subsidi akan diberikan sejumlah dana subsidi dari pemerintah untuk membeli elpiji tersebut.

Metode baru ini dicoba karena selama ini distribusi elpiji subsidi melalui harga tiap tabung tidak tepat sasaran karena dapat dibeli oleh masyarakat bukan penerima subsidi. Pemerintah berupaya menggunakan skema lain yang lebih tertutup, yakni dipindahkannya model subsidi barang ke subsidi rumah tangga miskin agar lebih tepat sasaran. Selama ini orang kaya lebih banyak menikmati subsidi karena bisa membeli elpiji lebih banyak.

Namun pemerintah harus cermat dan ketat dalam mengawasi kebijakan tersebut. Karena skema yang digunakan mirip dengan Bantuan Langsung Tunai (BLT). Bedanya, pada subsidi elpiji, dana ditransfer ke kartu khusus. Belajar dari pengalaman BLT yang banyak digunakan untuk keperluan tidak semestinya, subsidi elpiji melalui skema bantuan tunai tersebut juga diawasi ketat sehingga dana subsidi yang diberikan oleh pemerintah tidak disalahgunakan untuk keperluan lain.

Beragam skema pengendalian elpiji subsidi sudah dilakukan pemerintah dalam kurun tiga tahun terakhir. Konsep dari distribusi tertutup itu sendiri, konsumen akan membeli elpiji 3 kg dengan harga maksimal sesuai dengan harga eceran tertinggi (HET).

Sebab sistem distribusi tertutup ini menggunakan sistem pembayaran nontunai mulai dari Pertamina, agen, sampai ke pangkalan elpiji. Dengan distribusi tertutup ini nantinya setiap rumah tangga yang memiliki kartu pembelian elpiji 3 kg akan mendapatkan jatah 3 tabung setiap bulan. sedangkan usaha mikro akan mendapatkan jatah 9 tabung setiap bulan.

Subsidi elpiji kini tak boleh lagi dianggap remeh. Sebab peningkatan konsumsi setiap tahunnya meningkat. Secara statistik, misalnya, kebutuhan elpiji 3 kg di masyarakat terus meningkat seiring tumbuhnya perekonomian masyarakat. Konsumsi elpiji 3 kg tahun 2015 mencapai 5.567.484 metrik ton (MT), tahun 2016 sebesar 6.028.420 MT, dan tahun 2017 sebesar 6.305.422 MT.

Prediksi adanya peningkatan permintaan konsumsi elpiji sejalan dengan bertambahnya alokasi subsidi energi pada tahun ini, yang senilai Rp100,68 triliun. Belum adanya aturan khusus yang membatasi penggunaan elpiji, khususnya elpiji 3 kg, ini membuat permintaan akan semakin tinggi setiap tahunnya.

Disparitas harga yang cukup tinggi antara elpiji 3 kg dengan elpiji di atasnya pun mendorong tingkat permintaan. Dengan demikian beban subsidi pasti akan terus meningkat sepanjang tahun.

Apabila kuota sudah habis, Pertamina yang akan menanggung kekurangan tersebut. Pemerintah harus segera membuat peraturan atau cara yang efektif sehingga elpiji 3 kg memang untuk masyarakat yang tidak mampu.

Lantas efektifkah distribusi tertutup dengan skema bantuan tunai tersebut? Distribusi tertutup saat ini memang masih dalam tahap koordinasi dengan instansi terkait. Hal ini guna memastikan konsumen penerima bantuan gas elpiji subsidi 3 kg tepat sasaran. Pemerintah sedang merancang infrastruktur yang baru melalui distribusi tertutup itu agar tidak bocor. Upaya penyaluran gas elpiji subsidi tepat sasaran tidaklah mudah. Sebab kriteria tepat sasaran pun agak sulit karena dalam aturan sendiri masih terbuka. Belum ada kriteria baku mengenai rumah tangga tidak mampu. Tapi dalam aturan hal itu disebutkan rumah tangga dan UKM.

Kerja sama dengan aparat pemerintah daerah (pemda), kepolisian, dan sebagainya harus dilakukan. Sebab jika ada penyalahgunaan, pihak berwenang bisa melakukan upaya pencegahannya. Program ini akan efektif jika melibatkan partisipasi semua pihak, termasuk memaksimalkan peran pemda, karena pemda yang tahu mengenai berapa jumlah penduduk miskin yang layak mendapat subsidi.
(pur)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.0590 seconds (0.1#10.140)