Indonesia-Australia Bisa Dagang Bebas

Selasa, 05 Maret 2019 - 07:45 WIB
Indonesia-Australia Bisa Dagang Bebas
Indonesia-Australia Bisa Dagang Bebas
A A A
SETELAH melalui penantian yang lama, akhirnya perjanjian perdagangan bebas antara Indonesia dan Australia ditandatangani. Pihak Indonesia diwakili Menteri Perdagangan (Mendag) Enggartiasto Lukita, sedangkan dari Negeri Kanguru mengutus Menteri Perdagangan, Pariwisata, dan Investasi Australia Simon Birmingham. Dua negara menyepakati tarif barang dari Indonesia ke Australia bebas sebesar 100%, sebaliknya barang dari Australia ke Indonesia bebas 94% untuk sebanyak 6.474 pos tarif. Proses negosiasi kerja sama perdagangan bebas tersebut memakan waktu selama sembilan tahun untuk merumuskan keuntungan dua pihak dengan harapan dapat meningkatkan perekonomian antarnegara.

Kerja sama Indonesia-Australia yang bertajuk Indonesia Australia Comprehensive Economic Partnership Agreement (IA-CEPA) bukan sekadar perjanjian perdagangan bebas yang lazim dilakukan antarnegara, melainkan sebuah kemitraan komprehensif dua negara di berbagai bidang yang meliputi perdagangan barang, jasa, dan investasi hingga pendidikan dan kesehatan. Jadi, perjanjian ini tidak hanya menegosiasikan akses pasar, tetapi lebih jauh dari itu di antaranya bagaimana dua negara dapat tumbuh bersama dengan memanfaatkan kekuatan masing-masing yang dapat menciptakan kekuatan ekonomi baru di kawasan.

Pemerintah meyakini ekspor Indonesia ke Australia akan meningkat dengan dihapusnya sejumlah tarif bea masuk. Sejumlah produk yang berpotensi ekspornya naik adalah automotif, ban, kayu, dan turunannya termasuk furnitur, tekstil, dan produk tekstil, alat komunikasi, obat-obatan, permesinan, dan peralatan elektronik. Adapun sektor manufaktur akan semakin mudah mengakses bahan baku dasar atau penolong produksi yang lebih murah dan berkualitas untuk diekspor lagi ke negara lain.

Sementara itu, kemitraan dalam bidang pendidikan khususnya pendidikan kejuruan, pekerja Indonesia diberi kesempatan mengikuti program magang khusus di Australia. Selain itu, terdapat pertukaran tenaga kerja antarperusahaan sehingga terjadi alih pengetahuan.

Selain itu, pemerintah Indonesia juga memang terus berupaya membuka pasar baru tujuan ekspor mengingat pasar ekspor tradisional -China dan Amerika Serikat (AS)- kini dalam kondisi tidak kondusif menyusul perang dagang dua negara adidaya ekonomi dunia itu yang berdampak pada pelesuan pertumbuhan ekonomi selain China-AS juga secara global. Akibat kinerja ekspor yang melorot melahirkan defisit neraca perdagangan Indonesia. Tercatat, defisit neraca perdagangan kumulatif Januari-Desember 2018 sebagaimana dipublikasi Badan Pusat Statistik (BPS) adalah terparah sepanjang sejarah Indonesia dalam pencatatan kegiatan ekspor-impor.

Lalu, apa keuntungan pihak Australia? Pemerintah Australia semakin optimistis memanfaatkan pasar Indonesia lebih leluasa. Dalam sebuah wawancara dengan media setempat, Menteri Perdagangan, Pariwisata, dan Investasi Australia Simon Birmingham menegaskan bahwa disepakatinya perjanjian perdagangan bebas itu adalah sebuah kemenangan para petani Australia. Para petani akan semakin mudah memasarkan produk ke negeri berpenduduk sebanyak 260 juta jiwa.Terkait industri manufaktur, Pemerintah Australia meyakini bisa meningkatkan ekspor lebih tinggi lagi dengan dihapusnya tarif bea masuk. Dan, warga Australia yang menjalani bisnis di sektor pendidikan, layanan kesehatan, dan jasa keuangan adalah sebuah peluang baru. Apalagi, saat ini posisi Indonesia masuk dalam perekonomian 16 besar di dunia, dan diprediksi bakal menjadi negara dengan perekonomian keempat terbesar di dunia.

Sekadar menyegarkan ingatan, perjanjian perdagangan bebas Indonesia-Australia dimulai sejak April 2015 yang ditandai joint declaration of comprehensive partnership. Selama dua tahun antara 2007 hingga 2009 pemerintah menyusun studi kelayakan perjanjian. Selanjutnya pada 2010 dua petinggi negara meluncurkan perundingan IA-CEPA yang dilanjutkan perundingan putaran pertama pada September 2012 dan perundingan putaran kedua pada Juli 2013.

Rupanya, perjanjian perdagangan bebas itu tidak berjalan mulus karena dinamika politik. Sepanjang November 2013 hingga Februari 2016 perundingan dihentikan dan baru pada Maret 2016 diputuskan mereaktivasi perundingan lagi. Dua tahun kemudian, tepatnya 31 Agustus 2018, ditandatangani deklarasi IA-CEPA. Puncaknya, pada 4 Maret 2019 perjanjian perdagangan bebas itu resmi ditandatangani.

Meski kesepakatan perjanjian perdagangan bebas Indonesia-Australia sudah ditandatangani, namun belum bisa menjadi hukum positif sebelum diratifikasi oleh parlemen dua negara. Pihak Australia berharap jangan sampai perjanjian perdagangan ini ditarik dalam perdebatan politik di Indonesia yang sedang memanas menghadapi pemilihan presiden pada 17 April.
(rhs)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.6095 seconds (0.1#10.140)