Peneliti UI: Kartu Prakerja Solusi Gap Lembaga Pendidikan dan Dunia Kerja
A
A
A
JAKARTA - Rencana program kartu prakerja yang digagas calon presiden nomor urut 01, Joko Widodo (Jokowi) dinilai baik secara konsep. Pasalnya, hal itu menjadi solusi terhadap lembaga pendidikan dan dunia kerja.
“Hal ini adalah wujud pemahaman bahwa masih ada gap antara kompetensi yang dihasilkan lembaga pendidikan dengan kebutuhan dunia kerja,” kata peneliti Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia (LPEM FEB UI) Mohammad Dian Revindo di Jakarta, Kamis (28/2/2019).
Menurutnya, Jokowi telah mengidentifikasi, dunia pendidikan saat ini, dominan pada pengembangan pengetahuan, tapi kurang dalam keterampilan yang aplikatif, sehingga perlu didorong kapasitasnya dengan memberikan pelatihan.
Revindo juga berpendapat, agar program itu berjalan, pertama, perlu fokus target yang disasar karena pemerintah memiliki keterbatasan fiskal.
Untuk diketahui, kata dia, setiap tahun minimal ada dua juta angkatan kerja baru yang dihasilkan oleh lembaga pendidikan dan dari jumlah tersebut tidak semuanya “lack of skills”.
“Program pendidikan vokasi menghasilkan lulusan yang punya skills, tetapi mungkin mereka ‘lack of general knowledge dan attitude’,” ujarnya.
Pengajar pada Sekolah Kajian Stratejik dan Global Universitas Indonesia ini menambahkan, selain kemampuan teknis, yang banyak dibutuhan lingkungan kerja justru kemampuan umum seperti kerja kelompok, kepemimpinan, pembelajaran cepat, komunikasi, dan lainnya.
Kedua, kata dia, kartu prakerja tampaknya akan bisa digunakan di 3.000 balai latihan kerja yang tersebar di seluruh indonesia, maka fasilitas dan jenis pelatihan yang disediakan di BLK juga perlu diperbanyak dan disesuaikan kebutuhan setempat.
“Tidak ada salahnya BLK juga menyediakan pelatihan manajerial tingkat dasar (perencanaan, team work, komunikasi) dan dasar-dasar IT untuk menyikapi industri 4.0,” katanya.
Ketiga, adanya pengangguran yang bukan fresh graduate. Mereka adalah yang berhenti bekerja untuk mencari kerja lain yang lebih layak.
“Mereka bagian dari pengangguran struktural. Apakah mereka juga akan mendapat hak kartu prakerja? Mereka juga perlu untuk mendapat upgrading kompetensi,” tegasnya.
Keempat, penerima kartu prakerja juga perlu bijak atau setidaknya mendapatkan arahan jenis pelatihan apa yang sesuai. Ini perlu agar anggaran yang digunakan efisien dan efektif.
“Jika setiap kartu misalnya hanya bisa digunakan untuk 3-4 jenis pelatihan, maka mereka harus mendapatkan jenis pelatihan yang paling memperbesar kemungkinannya mendapat pekerjaan yang layak,” katanya.
“Hal ini adalah wujud pemahaman bahwa masih ada gap antara kompetensi yang dihasilkan lembaga pendidikan dengan kebutuhan dunia kerja,” kata peneliti Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia (LPEM FEB UI) Mohammad Dian Revindo di Jakarta, Kamis (28/2/2019).
Menurutnya, Jokowi telah mengidentifikasi, dunia pendidikan saat ini, dominan pada pengembangan pengetahuan, tapi kurang dalam keterampilan yang aplikatif, sehingga perlu didorong kapasitasnya dengan memberikan pelatihan.
Revindo juga berpendapat, agar program itu berjalan, pertama, perlu fokus target yang disasar karena pemerintah memiliki keterbatasan fiskal.
Untuk diketahui, kata dia, setiap tahun minimal ada dua juta angkatan kerja baru yang dihasilkan oleh lembaga pendidikan dan dari jumlah tersebut tidak semuanya “lack of skills”.
“Program pendidikan vokasi menghasilkan lulusan yang punya skills, tetapi mungkin mereka ‘lack of general knowledge dan attitude’,” ujarnya.
Pengajar pada Sekolah Kajian Stratejik dan Global Universitas Indonesia ini menambahkan, selain kemampuan teknis, yang banyak dibutuhan lingkungan kerja justru kemampuan umum seperti kerja kelompok, kepemimpinan, pembelajaran cepat, komunikasi, dan lainnya.
Kedua, kata dia, kartu prakerja tampaknya akan bisa digunakan di 3.000 balai latihan kerja yang tersebar di seluruh indonesia, maka fasilitas dan jenis pelatihan yang disediakan di BLK juga perlu diperbanyak dan disesuaikan kebutuhan setempat.
“Tidak ada salahnya BLK juga menyediakan pelatihan manajerial tingkat dasar (perencanaan, team work, komunikasi) dan dasar-dasar IT untuk menyikapi industri 4.0,” katanya.
Ketiga, adanya pengangguran yang bukan fresh graduate. Mereka adalah yang berhenti bekerja untuk mencari kerja lain yang lebih layak.
“Mereka bagian dari pengangguran struktural. Apakah mereka juga akan mendapat hak kartu prakerja? Mereka juga perlu untuk mendapat upgrading kompetensi,” tegasnya.
Keempat, penerima kartu prakerja juga perlu bijak atau setidaknya mendapatkan arahan jenis pelatihan apa yang sesuai. Ini perlu agar anggaran yang digunakan efisien dan efektif.
“Jika setiap kartu misalnya hanya bisa digunakan untuk 3-4 jenis pelatihan, maka mereka harus mendapatkan jenis pelatihan yang paling memperbesar kemungkinannya mendapat pekerjaan yang layak,” katanya.
(pur)