Kemenag Sebut Agama Yahudi di Indonesia Dilindungi Undang-undang
A
A
A
JAKARTA - Viral di media sosial bahwa Pemerintah telah meresmikan agama Yahudi. Menteri Agama (Menag) Lukman Hakim Saifuddin menegaskan, informasi itu tidak benar.
"Keberadaan agama Yahudi di Indonesia itu bukan karena diresmikan Pemerintah, tapi memang dilindungi UU bahkan sejak tahun 1965," kata Lukman Hakim, di Jakarta, Rabu (27/2/2019).
Menurutnya, Indonesia memiliki Penetapan Presiden RI Nomor 1/PNPS Tahun 1965 tentang Pencegahan Penyalahgunaan dan/atau Penodaan Agama. Regulasi ini dikenal juga dengan UU 1/PNPS Tahun 1965.
"Undang-Undang (UU) yang ditandatangani Presiden Soekarno pada 27 Januari 1965 ini terdiri 5 Pasal," ucap Lukman.
Pasal 1 mengatur setiap orang dilarang dengan sengaja di muka umum menceritakan, menganjurkan atau mengusahakan dukungan umum, untuk melakukan penafsiran tentang sesuatu agama yang dianut di Indonesia atau melakukan kegiatan-kegiatan keagamaan yang menyerupai kegiatan-kegiatan keagamaan dari agama itu, penafsiran dan kegiatan mana menyimpang dari pokok-pokok ajaran agama itu.
Pada bagian penjelasan pasal demi pasal UU ini, disebutkan bahwa agama-agama yang dipeluk oleh penduduk di Indonesia ialah Islam, Kristen, Katolik, Hindu, Buddha dan Khonghucu.
Karena 6 macam agama ini adalah agama-agama yang dipeluk hampir seluruh penduduk Indonesia, maka selain mendapat jaminan seperti yang diberikan oleh Pasal 29 Ayat 2 UUD 1945, pemeluknya juga mendapat bantuan dan perlindungan seperti yang diberikan oleh pasal ini.
"Ini tidak berarti bahwa agama-agama lain, misalnya: Yahudi, Zarasustrian, Shinto, Taoism dilarang di Indonesia. Mereka mendapat jaminan penuh seperti yang diberikan oleh Pasal 29 Ayat 2 UUD dan mereka dibiarkan adanya, asal tidak melanggar ketentuan-ketentuan yang terdapat dalam peraturan ini atau peraturan perundangan lain," jelas Menag mengutip penjelasan Pasal 1 UU 1/PNPS Tahun 1965.
"Jadi, selagi tidak melanggar peraturan perundang-undangan, pemeluk agama Yahudi, Zarasustrian, Shinto, dan Taoism dilindungi Undang-Undang. Jadi bukan pemerintah yang meresmikan, tapi undang-undang yang memberi pelindungan," tegasnya lagi.
"Keberadaan agama Yahudi di Indonesia itu bukan karena diresmikan Pemerintah, tapi memang dilindungi UU bahkan sejak tahun 1965," kata Lukman Hakim, di Jakarta, Rabu (27/2/2019).
Menurutnya, Indonesia memiliki Penetapan Presiden RI Nomor 1/PNPS Tahun 1965 tentang Pencegahan Penyalahgunaan dan/atau Penodaan Agama. Regulasi ini dikenal juga dengan UU 1/PNPS Tahun 1965.
"Undang-Undang (UU) yang ditandatangani Presiden Soekarno pada 27 Januari 1965 ini terdiri 5 Pasal," ucap Lukman.
Pasal 1 mengatur setiap orang dilarang dengan sengaja di muka umum menceritakan, menganjurkan atau mengusahakan dukungan umum, untuk melakukan penafsiran tentang sesuatu agama yang dianut di Indonesia atau melakukan kegiatan-kegiatan keagamaan yang menyerupai kegiatan-kegiatan keagamaan dari agama itu, penafsiran dan kegiatan mana menyimpang dari pokok-pokok ajaran agama itu.
Pada bagian penjelasan pasal demi pasal UU ini, disebutkan bahwa agama-agama yang dipeluk oleh penduduk di Indonesia ialah Islam, Kristen, Katolik, Hindu, Buddha dan Khonghucu.
Karena 6 macam agama ini adalah agama-agama yang dipeluk hampir seluruh penduduk Indonesia, maka selain mendapat jaminan seperti yang diberikan oleh Pasal 29 Ayat 2 UUD 1945, pemeluknya juga mendapat bantuan dan perlindungan seperti yang diberikan oleh pasal ini.
"Ini tidak berarti bahwa agama-agama lain, misalnya: Yahudi, Zarasustrian, Shinto, Taoism dilarang di Indonesia. Mereka mendapat jaminan penuh seperti yang diberikan oleh Pasal 29 Ayat 2 UUD dan mereka dibiarkan adanya, asal tidak melanggar ketentuan-ketentuan yang terdapat dalam peraturan ini atau peraturan perundangan lain," jelas Menag mengutip penjelasan Pasal 1 UU 1/PNPS Tahun 1965.
"Jadi, selagi tidak melanggar peraturan perundang-undangan, pemeluk agama Yahudi, Zarasustrian, Shinto, dan Taoism dilindungi Undang-Undang. Jadi bukan pemerintah yang meresmikan, tapi undang-undang yang memberi pelindungan," tegasnya lagi.
(maf)