Eks Aset Kredit PT GWP, Hak Tagih yang Diklaim Dinilai Bodong
A
A
A
JAKARTA - Klaim Bank China Construction Bank Indonesia (CCB) bahwa pihaknya masih turut memiliki piutang atau cessie (hak tagih) atas nama debitur PT Geria Wijaya Prestige (GWP) dinilai sebagai hal mengada-ada dan dipastikan bodong.
Berman Sitompul, kuasa hukum Fireworks Ventures Limited (pemegang tunggal hak tagih PT GWP), menilai Bank CCB sama sekali tidak punya dasar legalitas apapun untuk mengklaim apa yang disebut bank itu turut memiliki piutang/hak tagih PT GWP.
"Tidak ada bukti hukum sedikit pun yang bisa menjadi dasar bagi Bank CCB untuk mengklaim turut memiliki hak tagih PT GWP," tegasnya dalam keterangan tertulis, Senin (11/2/2019).
Berman menjelaskan, piutang dan atau hak tagih PT GWP berasal dari eks aset kredit macet di Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN). Aset kredit itu diambilalih dan diurus BPPN setelah tujuh bank anggota kreditur sindikasi PT GWP memberikan mandat kepada lembaga penyehatan perbankan nasional itu pada 8 November 2000 untuk melakukan pengurusan kredit macet tersebut.
Tujuh bank sindikasi tersebut adalah Bank PDFCI, Bank Dharmala, Bank Rama, Bank Multicor, Bank Finconesia, Bank Indovest, dan Bank Arta Niaga Kencana. PDFCI bertindak selaku agen jaminan dan agen fasilitas dalam kreditur sindikasi kepada PT GWP tersebut.
Seiring krisis moneter, PDFCI dimerger ke Bank Danamon, sehingga status keagenan juga turut beralih ke Danamon. Dalam Kesepakatan Bersama 8 November 2000, keagenan Bank Danamon turut dilimpahkan ke BPPN. Lewat akta penegasan cessie pada 2001, Danamon harus menyerahkan seluruh dokumen kredit sindikasi atas nama PT GWP kepada BPPN.
Persoalannya, ternyata Danamon tidak menyerahkan dokumen jaminan kredit berupa sertifikat PT GWP ke BPPN. Atas mandat dari tujuh bank sindikasi serta pengalihan status keagenan Bank Danamon tersebut, BPPN lalu melaksanakan pengurusan kredit macet PT GWP, termasuk menerbitkan surat peringatan, penagihan, penyitaan.
Dan terakhir melakukan penjualan aset kredit macet PT GWP melalui Program Penjualan Aset Kredit (PPAK) VI pada 2004 yang dimenangkan PT Millenium Atlantic Securities (MAS), sebelum akhirnya dibeli dan dialihkan lagi ke Fireworks Ventures Limited pada 2005.
"Jadi pengurusan kredit macet PT GWP itu sudah tuntas dan berakhir sejak BPPN menjual aset tersebut lewat PPAK VI. BPPN melakukan itu berdasarkan PP Nomor 17 Tahun 1999 tentang BPPN sebagaimana diatur dalam Pasal 1 Kesepakatan Bersama," kata Berman.
Dia menegaskan, pengurusan aset kredit macet PT GWP oleh BPPN tersebut tidak pernah dipisah-pisahkan atau dikecualikan. "Karena pinjaman sindikasi itu sifatnya gelondongan," katanya.
"Karena itu, kalau ada pihak lain yang mengklaim masih turut memiliki sebagian piutang atau hak tagih atas nama debitur PT GWP, hal itu pasti mengada-ada dan rekayasa. Jadi piutang yang diklaim Bank CCB itu bodong," tambahnya.
Sebelumnya, Bank CCB yang dulu bernama Bank Multicor (bekas anggota kreditur sindikasi), mengklaim masih memiliki sebagian piutang PT GWP. Belakangan, klaim piutang/hak tagih itu dialihkan kepada pengusaha melalui akta bawah tangan 12 Februari 2018.
Pengalihan itu dilakukan di tengah proses penyidikan di Bareskrim Polri terkait dengan dugaan penggelapan sertifikat PT GWP dengan tersangka Priska M Cahya (pegawai Bank Danamon) dan Tohir Sutanto (mantan Direktur Bank Multicor). Atas peristiwa pengalihan itu, Fireworks lalu mengajukan gugatan perbuatan melawan hukum ke PN Jakarta Utara. Gugatan ini tengah disidangkan.
Berman Sitompul, kuasa hukum Fireworks Ventures Limited (pemegang tunggal hak tagih PT GWP), menilai Bank CCB sama sekali tidak punya dasar legalitas apapun untuk mengklaim apa yang disebut bank itu turut memiliki piutang/hak tagih PT GWP.
"Tidak ada bukti hukum sedikit pun yang bisa menjadi dasar bagi Bank CCB untuk mengklaim turut memiliki hak tagih PT GWP," tegasnya dalam keterangan tertulis, Senin (11/2/2019).
Berman menjelaskan, piutang dan atau hak tagih PT GWP berasal dari eks aset kredit macet di Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN). Aset kredit itu diambilalih dan diurus BPPN setelah tujuh bank anggota kreditur sindikasi PT GWP memberikan mandat kepada lembaga penyehatan perbankan nasional itu pada 8 November 2000 untuk melakukan pengurusan kredit macet tersebut.
Tujuh bank sindikasi tersebut adalah Bank PDFCI, Bank Dharmala, Bank Rama, Bank Multicor, Bank Finconesia, Bank Indovest, dan Bank Arta Niaga Kencana. PDFCI bertindak selaku agen jaminan dan agen fasilitas dalam kreditur sindikasi kepada PT GWP tersebut.
Seiring krisis moneter, PDFCI dimerger ke Bank Danamon, sehingga status keagenan juga turut beralih ke Danamon. Dalam Kesepakatan Bersama 8 November 2000, keagenan Bank Danamon turut dilimpahkan ke BPPN. Lewat akta penegasan cessie pada 2001, Danamon harus menyerahkan seluruh dokumen kredit sindikasi atas nama PT GWP kepada BPPN.
Persoalannya, ternyata Danamon tidak menyerahkan dokumen jaminan kredit berupa sertifikat PT GWP ke BPPN. Atas mandat dari tujuh bank sindikasi serta pengalihan status keagenan Bank Danamon tersebut, BPPN lalu melaksanakan pengurusan kredit macet PT GWP, termasuk menerbitkan surat peringatan, penagihan, penyitaan.
Dan terakhir melakukan penjualan aset kredit macet PT GWP melalui Program Penjualan Aset Kredit (PPAK) VI pada 2004 yang dimenangkan PT Millenium Atlantic Securities (MAS), sebelum akhirnya dibeli dan dialihkan lagi ke Fireworks Ventures Limited pada 2005.
"Jadi pengurusan kredit macet PT GWP itu sudah tuntas dan berakhir sejak BPPN menjual aset tersebut lewat PPAK VI. BPPN melakukan itu berdasarkan PP Nomor 17 Tahun 1999 tentang BPPN sebagaimana diatur dalam Pasal 1 Kesepakatan Bersama," kata Berman.
Dia menegaskan, pengurusan aset kredit macet PT GWP oleh BPPN tersebut tidak pernah dipisah-pisahkan atau dikecualikan. "Karena pinjaman sindikasi itu sifatnya gelondongan," katanya.
"Karena itu, kalau ada pihak lain yang mengklaim masih turut memiliki sebagian piutang atau hak tagih atas nama debitur PT GWP, hal itu pasti mengada-ada dan rekayasa. Jadi piutang yang diklaim Bank CCB itu bodong," tambahnya.
Sebelumnya, Bank CCB yang dulu bernama Bank Multicor (bekas anggota kreditur sindikasi), mengklaim masih memiliki sebagian piutang PT GWP. Belakangan, klaim piutang/hak tagih itu dialihkan kepada pengusaha melalui akta bawah tangan 12 Februari 2018.
Pengalihan itu dilakukan di tengah proses penyidikan di Bareskrim Polri terkait dengan dugaan penggelapan sertifikat PT GWP dengan tersangka Priska M Cahya (pegawai Bank Danamon) dan Tohir Sutanto (mantan Direktur Bank Multicor). Atas peristiwa pengalihan itu, Fireworks lalu mengajukan gugatan perbuatan melawan hukum ke PN Jakarta Utara. Gugatan ini tengah disidangkan.
(maf)