Investasi Politik Jangka Panjang, Nasdem Dirikan Akademi Bela Negara
A
A
A
JAKARTA - Partai Nasdem berupaya menciptakan calon pemimpin dengan mempersiapkan kader-kader muda. Salah satu upaya Nasdem dalam membangun investasi politik jangka panjang adalah dengan membuat sekolah kader partai yakni Akademi Bela Negara (ABN).
Ketua Bapilu Partai Nasdem Effendy Choirie atau Gus Choi optimistis Nasdem bisa mempersiapkan kader muda untuk menjadi pemimpin. Apalagi, kata dia, Ketua Umum Nasdem Surya Paloh kerap mengundang kader muda secara perorangan untuk diberikan motivasi.
"Slamet Junaidi (Bupati Sampang) orang enggak pernah berpartai digembleng terus-terusan. Nah pendidikan Nasdem itu juga ada yang informal. Pak Surya itu sering mengundang perorangan terus dimotivasi terus digembleng begini begitu, jadi dia," ujar Gus Choi kepada wartawan, Minggu (10/02/2019).
Kemudian soal ABN, Gus Choi menyebut kader-kader muda diberikan pendidikan secara khusus selama empat bulan. Jadi, suatu saat akan lahir dari ABN.
"Ketika saya jadi Ketua DPW Jawa Timur saya memang telah melakukan 48 kali sekolah kader. Di tempat lain belum ada pada saat itu. Nah diskusi bagaimana kita punya kader karena partai itu memang membutuhkan kader maka kemudian lahirlah ABN. Akademi Bela Negara itu sebetulnya adalah lembaga untuk menciptakan kader Nasdem," katanya.
Kader Nasdem, lanjutnya, harus memahami betul tentang restorasi, jati diri bangsa, ideologi bangsa dan tentang sistem negara serta sejarah Indonesia. "Nah itu yang ingin diwujudkan oleh Nasdem sehingga wujudnya adalah kader yang restoratif," ucapnya.
Gus Choi menjabarkan kader restoratif itu adalah seseorang yang akan bekerja secara kolektif dan selalu punya pandangan untuk memperbaiki. Yang selalu punya pandangan untuk membangun.
"Yang selalu punya pandangan untuk mempersatukan. Selalu pandangan membawa optimisme, kader yang selalu memberikan pencerahan. Yang selalu berbagi energi positif kepada masyarakat. Yang terus mengajak masyarakat untuk berbuat baik.
"Berikutnya kader yang selalu menggali nilai-nilai lama yang baik yang hilang itu harus diangkat kembali warisan-warisan lama. Yang hilang itu harus diangkat, harus ditampilkan kembali karena itu warisan budaya yang baik," tuturnya.
Terhadap kaderisasi pemimpin, Pengamat politik UGM Arie Suditjo menilai langkah partai yang sudah menyiapkan calon pemimpin sudahlah tepat. Menurutnya, kaderisasi ulang dalam sebuah partai memang harus disiapkan.
"Parpol harus mengubah diri jangan mengandalkan yang condong punya uang," katanya.
Arie mengakui tidak seluruh partai berpikir untuk menciptakan calon-calon pemimpin. Padahal saat ini momentum tepat untuk mengkaderisasi calon-calon pemimpin dari kalangan kaum muda.
"Sehingga pada Pemilu dan Pilpres 2024 mendatang semakin berkualitas. Sekarang saatnya pertarungan ide dan integritas," ucapnya.
Pada Pilpres 2024 mendatang, diprediksi bakal menjadi pertarungan wajah-wajah baru. Ada anggapan Pilpres 2019 saat ini merupakan pertarungan terakhir para elite-elite politik kawakan.
"Masalahnya sekarang bagaimana elite di partai berlangsung, 2024 biar bagaimana (capres) diusung partai, nah parpol lima tahun ke depan harus mempersiapkan semua. Jangan sampai Pemilu 2024 diisi sengan kebodohan-kebodohan politik yang akan merugikan," ucapnya.
Dia pun memandang calon pemimpin masa depan harus memiliki jiwa kebangsaan yang kuat dan reputasi bagus. Agar di 2024 nanti tidak diperangi oleh isu-isu yang dangkal.
"Dalam prespektif ini anak-anak muda ke depan harus punya prestasi, kecerdasaan dan keberanian dalam memegang prinsip," tuturnya.
Ketua GP Ansor Yaqut Cholil Qoumas atau Gus Yaqut di kesempatan berbeda menilai parpol harus mulai berbenah dengan melakukan kaderisasi kepada kader-kader muda. Sehingga bisa menciptakan calon pemimpin masa depan yang berkualitas.
"Memberikan kesempatan kepada anak-anak muda daripada sibuk mempertahankan status quo," katanya.
Gus Yaqut menambahkan calon pemimpin masa depan harus mempunyai visi untuk membawa Indonesia menjadi bangsa yang lebih baik, terhormat dan disegani. Kedua, memiliki cita-cita besar.
"Orang yang bercita-cita besar pasti berjiwa besar. Ini ditunjukkan dengan tidak pengecut dan berani korbankan apapun demi cita-cita besar itu. Tidak serakah. Tidak menjual cita-cita besar dengan harga apapun," tuturnya.
Selain itu, tidak mudah sakit hati dan tersinggung serta mampu menahan amarah. Kemudian mampu memaafkan. "Berjuang bukan untuk diri kita sendiri tetapi untuk kepentingan negara dan peradaban manusia," tutupnya.
Ketua Bapilu Partai Nasdem Effendy Choirie atau Gus Choi optimistis Nasdem bisa mempersiapkan kader muda untuk menjadi pemimpin. Apalagi, kata dia, Ketua Umum Nasdem Surya Paloh kerap mengundang kader muda secara perorangan untuk diberikan motivasi.
"Slamet Junaidi (Bupati Sampang) orang enggak pernah berpartai digembleng terus-terusan. Nah pendidikan Nasdem itu juga ada yang informal. Pak Surya itu sering mengundang perorangan terus dimotivasi terus digembleng begini begitu, jadi dia," ujar Gus Choi kepada wartawan, Minggu (10/02/2019).
Kemudian soal ABN, Gus Choi menyebut kader-kader muda diberikan pendidikan secara khusus selama empat bulan. Jadi, suatu saat akan lahir dari ABN.
"Ketika saya jadi Ketua DPW Jawa Timur saya memang telah melakukan 48 kali sekolah kader. Di tempat lain belum ada pada saat itu. Nah diskusi bagaimana kita punya kader karena partai itu memang membutuhkan kader maka kemudian lahirlah ABN. Akademi Bela Negara itu sebetulnya adalah lembaga untuk menciptakan kader Nasdem," katanya.
Kader Nasdem, lanjutnya, harus memahami betul tentang restorasi, jati diri bangsa, ideologi bangsa dan tentang sistem negara serta sejarah Indonesia. "Nah itu yang ingin diwujudkan oleh Nasdem sehingga wujudnya adalah kader yang restoratif," ucapnya.
Gus Choi menjabarkan kader restoratif itu adalah seseorang yang akan bekerja secara kolektif dan selalu punya pandangan untuk memperbaiki. Yang selalu punya pandangan untuk membangun.
"Yang selalu punya pandangan untuk mempersatukan. Selalu pandangan membawa optimisme, kader yang selalu memberikan pencerahan. Yang selalu berbagi energi positif kepada masyarakat. Yang terus mengajak masyarakat untuk berbuat baik.
"Berikutnya kader yang selalu menggali nilai-nilai lama yang baik yang hilang itu harus diangkat kembali warisan-warisan lama. Yang hilang itu harus diangkat, harus ditampilkan kembali karena itu warisan budaya yang baik," tuturnya.
Terhadap kaderisasi pemimpin, Pengamat politik UGM Arie Suditjo menilai langkah partai yang sudah menyiapkan calon pemimpin sudahlah tepat. Menurutnya, kaderisasi ulang dalam sebuah partai memang harus disiapkan.
"Parpol harus mengubah diri jangan mengandalkan yang condong punya uang," katanya.
Arie mengakui tidak seluruh partai berpikir untuk menciptakan calon-calon pemimpin. Padahal saat ini momentum tepat untuk mengkaderisasi calon-calon pemimpin dari kalangan kaum muda.
"Sehingga pada Pemilu dan Pilpres 2024 mendatang semakin berkualitas. Sekarang saatnya pertarungan ide dan integritas," ucapnya.
Pada Pilpres 2024 mendatang, diprediksi bakal menjadi pertarungan wajah-wajah baru. Ada anggapan Pilpres 2019 saat ini merupakan pertarungan terakhir para elite-elite politik kawakan.
"Masalahnya sekarang bagaimana elite di partai berlangsung, 2024 biar bagaimana (capres) diusung partai, nah parpol lima tahun ke depan harus mempersiapkan semua. Jangan sampai Pemilu 2024 diisi sengan kebodohan-kebodohan politik yang akan merugikan," ucapnya.
Dia pun memandang calon pemimpin masa depan harus memiliki jiwa kebangsaan yang kuat dan reputasi bagus. Agar di 2024 nanti tidak diperangi oleh isu-isu yang dangkal.
"Dalam prespektif ini anak-anak muda ke depan harus punya prestasi, kecerdasaan dan keberanian dalam memegang prinsip," tuturnya.
Ketua GP Ansor Yaqut Cholil Qoumas atau Gus Yaqut di kesempatan berbeda menilai parpol harus mulai berbenah dengan melakukan kaderisasi kepada kader-kader muda. Sehingga bisa menciptakan calon pemimpin masa depan yang berkualitas.
"Memberikan kesempatan kepada anak-anak muda daripada sibuk mempertahankan status quo," katanya.
Gus Yaqut menambahkan calon pemimpin masa depan harus mempunyai visi untuk membawa Indonesia menjadi bangsa yang lebih baik, terhormat dan disegani. Kedua, memiliki cita-cita besar.
"Orang yang bercita-cita besar pasti berjiwa besar. Ini ditunjukkan dengan tidak pengecut dan berani korbankan apapun demi cita-cita besar itu. Tidak serakah. Tidak menjual cita-cita besar dengan harga apapun," tuturnya.
Selain itu, tidak mudah sakit hati dan tersinggung serta mampu menahan amarah. Kemudian mampu memaafkan. "Berjuang bukan untuk diri kita sendiri tetapi untuk kepentingan negara dan peradaban manusia," tutupnya.
(kri)