Sistem Penanganan Bencana Gempa Terpadu Urgen Diterapkan

Senin, 04 Februari 2019 - 13:07 WIB
Sistem Penanganan Bencana Gempa Terpadu Urgen Diterapkan
Sistem Penanganan Bencana Gempa Terpadu Urgen Diterapkan
A A A
JAKARTA - Indonesia merupakan salah satu negara rawan bencana gempa. Indonesia diapit tiga lempeng tektonik plus lebih dari 200 sesar aktif.
Sepanjang 2018, BMKG mencatat peristiwa gempa bumi sebanyak 11.577 kali. Sebanyak 23 gempa di antaranya berdaya rusak cukup parah, seperti yang menimpa wilayah Palu- Donggala beberapa waktu lalu.

Kondisi geografis Indonesia yang rawan bencana ini mendapat sorotan khusus dari anggota DPR merangkap Ketua Fraksi Nasdem, Ahmad HM Ali. Penanggulangan bencana gempa penting mendapat perhatian lebih dari seluruh elemen masyarakat, begitu pula pemerintah. "Bencana gempa Palu menyadarkan saya betapa penanganan bencana gempa ini masih centang perenang dan jauh dari kata beres,” katanya di Jakarta, Senin (4/2/2019).

Menurut Mat Ali, panggilan akrabnya, penanggulangan bencana gempa di Indonesia menuntut pengelolaan yang lebih sistemik dan terpadu. Tidak hanya terkait dengan mitigasi risiko, tetapi juga manajemen bencana (disaster management).

“Semacam protokol penanganan bencana gempa yang lebih menyeluruh dan terpadu. Indonesia perlu belajar banyak dari negara-negara lain yang mampu menangani gempa dengan baik," ujarnya. (Baca juga: Indonesia Harus Belajar Mitigasi sejak Dini )

Ia mencontohkon Chile yang pernah luluh lantak akibat gempa bumi. Mereka kemudian mengambil langkah strategis dengan melahirkan Chile Prepares. Sebuah kebijakan yang berkaitan dengan pembangunan infrastruktur sistem penanganan bencana gempa yang sangat baik.

Pada 2015, Chile diterjang gempa berkekuatan 8,3 SR yang disusul tsunami. Hanya dalam hitungan menit otoritas Chile berhasil mengevakuasi 1 juta warganya.

Dengan kekuatan gempa sedahsyat itu, korban meninggal hanya 13 orang. "Bandingkan dengan gempa di Indonesia yang bermagnitudo lebih rendah, namun korban yang jatuh jauh lebih banyak," terangnya.

Mat Ali juga menyebut Jepang dan Meksiko sebagai dua negara rawan gempa lainnya yang unggul dalam sistem mitigasi gempa dan disaster management. Mereka memiliki alarm pendeteksi gerakan seismik yang mampu memberi waktu lebih dari q menit kepada warga untuk menyelamatkan diri serta penerapan konstruksi tahan gempa yang konsekuen.

Dengan sistem penanganan bencana gempa yang terpadu, Mat Ali yakin korban dan dampak dapat diminimalisir. Ia menekankan pentingnya sistem logistik kedaruratan bencana sebagai bagian integral dari sistem penangangan gempa terpadu.

“Pengalaman gempa Palu, banyak korban ditemukan di bawah reruntuhan yang seharusnya dapat diselamatkan. Namun, karena keterbatasan dan keterlambatan alat berat, membuat proses evaskuasi terhambat dan nyawa mereka tak tertolong. Belum lagi persoalan distribusi bantuan makanan dan obat-obatan yang kacau terkait titik evakuasi yang tak terorganisasi baik," tandasnya.

Persoalan-persoalan tersebut menurutnya berpangkal pada belum adanya keseriusan membangun sistem logistik kedaruratan bencana. Oleh karenanya ia mengusulkan Palu menjadi pilot project penerapan sistem penanganan gempa terpadu.

"Bukan hanya karena Palu baru saja mengalami gempa dan tsunami parah, tetapi karena status Sulawesi Tengah sendiri tercatat sebagai wilayah rentan gempa karena keberadaan sesar Palu Koro," imbuhnya.
(poe)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.3401 seconds (0.1#10.140)