Konsep Kedaulatan Pangan Janji Jokowi Dikritik
A
A
A
JAKARTA - Konsep kedaulatan pangan yang dijanjikan Presiden Joko Widodo (Jokowi) di Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden (Pilpres) 2014 dikritisi Wakil Ketua Umum Partai Gerindra, Edhy Prabowo. Pasalnya, kedaulatan pangan dinilai masih jauh dari kenyataan hingga saat ini.
Dia menilai pemerintah belum mampu mengoptimalkan seluruh potensi dalam negeri yang dimiliki. Salah satunya, mengenai pengembangan ternak sapi perah.
"Pemerintah harus terus berupaya meningkatkan produksi dan produktivitas sapi perah, yang sebagian berasal dari peternakan sapi perah rakyat," ujar Edhy Prabowo dalam diskusi bertajuk Petani, Nelayan dan Ekonomi Rakyat di Media Center Prabowo-Sandi, Jalan Sriwijaya, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Rabu (16/1/2019).
Dia pun mengungkap paradoks kebijakan pangan era Pemerintahan Jokowi. Dia menambahkan, masih terdapat beberapa kebijakan pemerintah yang bertolak belakang antara satu dengan yang lainnya hingga saat ini.
Bahkan, beberapa kebijakan pun dianggap acapkali tidak sejalan dengan amanah undang-undang sektor pertanian. Salah satunya, impor pangan, terutama beras.
Impor beras dinilai bertolak belakang dengan penjelasan Kementerian Pertanian mengenai kondisi data beras yang terus mengalami peningkatan. Menurut Kementerian Pertanian, potensi produksi beras akan terus meningkat.
Pada Januari 2018 sebanyak 2.668.764 ton, Februari sebanyak 5.388.600 ton, Maret sebanyak 7.441.842 ton, dan April sebanyak 5.283.498 ton. "Artinya, impor yang dilakukan selama ini tidak melalui rekomendasi maupun koordinasi dengan menteri teknis tekait," kata Direktur Pemberdayaan Potensi Caleg Badan Pemenangan Nasional Prabowo-Sandi ini.
Selain itu, belum terbentuknya Kelembagaan Pangan juga dianggap bukti pemerintah kurang serius dalam mengelola persoalan pangan. "Presiden dan perangkatnya di pemerintahan terkesan lambat dalam membentuk lembaga pangan. Padahal tugas, pokok dan fungsi lembaga ini sangat diperlukan demi kelangsungan pangan di Tanah Air," paparnya.
Dia berpendapat, salah satu penghambat utama dalam terwujudnya kedaulatan pangan itu adalah keberpihakan anggaran. "Dalam mewujudkan kedaulatan pangan, negara harus hadir dan memiliki komitmen," ujarnya.
Selain itu, kata dia, Negara juga butuh strategi baru dan terobosan baru. "Melihat fakta yang ada, strategi dan terobosan baru rasanya hanya akan terjadi pada pemerintahan yang baru. Pemerintahan yang siap mewujudkan bangsa ini menjadi adil dan makmur," pungkasnya.
Dia menilai pemerintah belum mampu mengoptimalkan seluruh potensi dalam negeri yang dimiliki. Salah satunya, mengenai pengembangan ternak sapi perah.
"Pemerintah harus terus berupaya meningkatkan produksi dan produktivitas sapi perah, yang sebagian berasal dari peternakan sapi perah rakyat," ujar Edhy Prabowo dalam diskusi bertajuk Petani, Nelayan dan Ekonomi Rakyat di Media Center Prabowo-Sandi, Jalan Sriwijaya, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Rabu (16/1/2019).
Dia pun mengungkap paradoks kebijakan pangan era Pemerintahan Jokowi. Dia menambahkan, masih terdapat beberapa kebijakan pemerintah yang bertolak belakang antara satu dengan yang lainnya hingga saat ini.
Bahkan, beberapa kebijakan pun dianggap acapkali tidak sejalan dengan amanah undang-undang sektor pertanian. Salah satunya, impor pangan, terutama beras.
Impor beras dinilai bertolak belakang dengan penjelasan Kementerian Pertanian mengenai kondisi data beras yang terus mengalami peningkatan. Menurut Kementerian Pertanian, potensi produksi beras akan terus meningkat.
Pada Januari 2018 sebanyak 2.668.764 ton, Februari sebanyak 5.388.600 ton, Maret sebanyak 7.441.842 ton, dan April sebanyak 5.283.498 ton. "Artinya, impor yang dilakukan selama ini tidak melalui rekomendasi maupun koordinasi dengan menteri teknis tekait," kata Direktur Pemberdayaan Potensi Caleg Badan Pemenangan Nasional Prabowo-Sandi ini.
Selain itu, belum terbentuknya Kelembagaan Pangan juga dianggap bukti pemerintah kurang serius dalam mengelola persoalan pangan. "Presiden dan perangkatnya di pemerintahan terkesan lambat dalam membentuk lembaga pangan. Padahal tugas, pokok dan fungsi lembaga ini sangat diperlukan demi kelangsungan pangan di Tanah Air," paparnya.
Dia berpendapat, salah satu penghambat utama dalam terwujudnya kedaulatan pangan itu adalah keberpihakan anggaran. "Dalam mewujudkan kedaulatan pangan, negara harus hadir dan memiliki komitmen," ujarnya.
Selain itu, kata dia, Negara juga butuh strategi baru dan terobosan baru. "Melihat fakta yang ada, strategi dan terobosan baru rasanya hanya akan terjadi pada pemerintahan yang baru. Pemerintahan yang siap mewujudkan bangsa ini menjadi adil dan makmur," pungkasnya.
(pur)