Banyak Tak Optimal, Alat Deteksi Dini Bakal Dijaga TNI
A
A
A
JAKARTA - Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Letjen TNI Doni Monardo mengusulkan alat deteksi dini ke depan dijaga langsung oleh aparat Tentara Nasional Indonesia (TNI). Hal ini sebagai upaya untuk memastikan bahwa alat deteksi tetap terjaga dengan baik.
Usulan Doni Monardo ini juga merespons keinginan Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang meminta agar sistem peringatan dini bencana di Indonesia segera dievaluasi. Belum optimalnya fungsi alat deteksi bencana seperti tsunami memicu timbulkan korban dengan jumlah yang banyak. “Tadi saya laporkan kepada Bapak Presiden bahwa kalau boleh alat-alat deteksi ini dianggap seperti 'objek vital nasional'. Dan harus diamankan oleh unsur TNI,” kata Doni seusai rapat terbatas di Kantor Presiden, Jakarta, kemarin.
Menurutnya, usulan ini pun segera ditindaklanjuti. Doni mengatakan, Panglima TNI akan mengeluarkan surat perintah agar jajaran TNI menjaga alat-alat tersebut. Presiden Jokowi juga sudah memerintahkan soal ini. “Memang istilahnya bukan objek vital nasional. Masih dicari istilahnya. Tapi, alat ini harus diamankan. Itu langsung penegasan dari Bapak Presiden,” tuturnya.
Doni mengungkapkan, pihaknya belum lama ini telah mengundang para pakar dan lembaga terkait untuk mengetahui sejauh mana optimalisasi sistem peringatan dini. Banyak alat deteksi dini tidak berfungsi sebagaimana mestinya karena hilang. Selain itu, sebagian alat juga tidak berfungsi karena rusak. “Karena kalau alat ini tidak berfungsi, maka mata dan telinga masyarakat yang ada di kawasan pesisir pantai itu tidak mendapatkan informasi. Artinya, kalau terjadi sesuatu tsunami, korbannya sangat banyak. Korban bisa saja melampaui korban tsunami yang sebelumnya,” ungkap mantan Danjen Kopassus ini.
Terkait payung hukum upaya pengamanan ini, Doni mengatakan masih belum tahu. Namun, dia segera melakukan konsultasi lebih lanjut dengan instansi berwenang agar tidak menjadi polemik di tengah-tengah masyarakat. Selama ini alat deteksi dini dipasang dan dikelola oleh Badan Meteorologi dan Geofisika (BMKG) dan Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT). “Habis itu tidak ada yang kontrol tidak ada yang bertanggung jawab. Termasuk juga anggaran untuk pemeliharaannya. Menjaga ini kan butuh biaya. Jadi seperti apa aturannya nanti kami coba untuk pelajari,” tuturnya.
Untuk rencana pengadaan alat baru, Doni belum bisa memastikan. Namun, perbaikan alat-alat yang rusak tetap akan dilakukan.
Selain deteksi dini, BNPB juga diperintahkan untuk memasang tanda-tanda peringatan di seluruh kawasan rawan bencana. Di antaranya di wilayah Selat Sunda sampai kawasan timur-selatan Pulau Jawa. Wilayah lainnya adalah kawasan di bagian barat Pulau Sumatera, termasuk juga sejumlah patahan yang ada di Pulau Jawa yang relatif penduduknya sangat padat. “Kami mencoba untuk bekerja sama dengan para pakar untuk kiranya bisa menemukan lokasi pasti,” ungkapnya.
Dalam pembukaan rapat terbatas kemarin, Presiden secara khusus meminta agar sistem peringatan dini diperkuat. Jokowi juga meminta jajarannya untuk selalu mengevaluasi dan melakukan pemeriksaan di lapangan. Keberadaan sistem peringatan dini yang baik diharapkan dapat mengurangi jumlah korban yang jatuh akibat bencana.
"Sistem peringatan dini agar dievaluasi, dicek di lapangan, kemudian diuji. Pengorganisasian sistem peringatan dini ini semuanya harus betul-betul berada pada posisi yang baik dan rakyat bisa tahu sehingga korban yang ada bisa kita hilangkan dan minimalkan," katanya.
Jokowi juga meminta respons cepat pemerintah daerah dan peningkatan koordinasi antarlembaga yang terlibat dalam manajemen bencana. Selain itu, simulasi latihan penanganan bencana dimintanya juga untuk digalakkan kembali. "Lakukan simulasi latihan penanganan bencana secara berkala dan berkesinambungan secara rutin," pungkasnya.
Tak hanya itu, Jokowi pun meminta edukasi kebencanaan yang dilakukan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan segera dimulai pada akhir Januari ini. Program ini juga perlu segera dilakukan daerah-daerah, khususnya yang berada di wilayah potensi bencana.
Dia juga meminta Doni Monardo yang merupakan kepala BNPB baru untuk mengawal upaya rehabilitasi dan rekonstruksi pascabencana. "Terutama yang di Lombok, Nusa Tenggara Barat, kemudian berlanjut di Palu dan Donggala, Sulawesi Tengah, dan baru ke Lampung dan Banten," sebutnya. (Dita Angga)
Usulan Doni Monardo ini juga merespons keinginan Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang meminta agar sistem peringatan dini bencana di Indonesia segera dievaluasi. Belum optimalnya fungsi alat deteksi bencana seperti tsunami memicu timbulkan korban dengan jumlah yang banyak. “Tadi saya laporkan kepada Bapak Presiden bahwa kalau boleh alat-alat deteksi ini dianggap seperti 'objek vital nasional'. Dan harus diamankan oleh unsur TNI,” kata Doni seusai rapat terbatas di Kantor Presiden, Jakarta, kemarin.
Menurutnya, usulan ini pun segera ditindaklanjuti. Doni mengatakan, Panglima TNI akan mengeluarkan surat perintah agar jajaran TNI menjaga alat-alat tersebut. Presiden Jokowi juga sudah memerintahkan soal ini. “Memang istilahnya bukan objek vital nasional. Masih dicari istilahnya. Tapi, alat ini harus diamankan. Itu langsung penegasan dari Bapak Presiden,” tuturnya.
Doni mengungkapkan, pihaknya belum lama ini telah mengundang para pakar dan lembaga terkait untuk mengetahui sejauh mana optimalisasi sistem peringatan dini. Banyak alat deteksi dini tidak berfungsi sebagaimana mestinya karena hilang. Selain itu, sebagian alat juga tidak berfungsi karena rusak. “Karena kalau alat ini tidak berfungsi, maka mata dan telinga masyarakat yang ada di kawasan pesisir pantai itu tidak mendapatkan informasi. Artinya, kalau terjadi sesuatu tsunami, korbannya sangat banyak. Korban bisa saja melampaui korban tsunami yang sebelumnya,” ungkap mantan Danjen Kopassus ini.
Terkait payung hukum upaya pengamanan ini, Doni mengatakan masih belum tahu. Namun, dia segera melakukan konsultasi lebih lanjut dengan instansi berwenang agar tidak menjadi polemik di tengah-tengah masyarakat. Selama ini alat deteksi dini dipasang dan dikelola oleh Badan Meteorologi dan Geofisika (BMKG) dan Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT). “Habis itu tidak ada yang kontrol tidak ada yang bertanggung jawab. Termasuk juga anggaran untuk pemeliharaannya. Menjaga ini kan butuh biaya. Jadi seperti apa aturannya nanti kami coba untuk pelajari,” tuturnya.
Untuk rencana pengadaan alat baru, Doni belum bisa memastikan. Namun, perbaikan alat-alat yang rusak tetap akan dilakukan.
Selain deteksi dini, BNPB juga diperintahkan untuk memasang tanda-tanda peringatan di seluruh kawasan rawan bencana. Di antaranya di wilayah Selat Sunda sampai kawasan timur-selatan Pulau Jawa. Wilayah lainnya adalah kawasan di bagian barat Pulau Sumatera, termasuk juga sejumlah patahan yang ada di Pulau Jawa yang relatif penduduknya sangat padat. “Kami mencoba untuk bekerja sama dengan para pakar untuk kiranya bisa menemukan lokasi pasti,” ungkapnya.
Dalam pembukaan rapat terbatas kemarin, Presiden secara khusus meminta agar sistem peringatan dini diperkuat. Jokowi juga meminta jajarannya untuk selalu mengevaluasi dan melakukan pemeriksaan di lapangan. Keberadaan sistem peringatan dini yang baik diharapkan dapat mengurangi jumlah korban yang jatuh akibat bencana.
"Sistem peringatan dini agar dievaluasi, dicek di lapangan, kemudian diuji. Pengorganisasian sistem peringatan dini ini semuanya harus betul-betul berada pada posisi yang baik dan rakyat bisa tahu sehingga korban yang ada bisa kita hilangkan dan minimalkan," katanya.
Jokowi juga meminta respons cepat pemerintah daerah dan peningkatan koordinasi antarlembaga yang terlibat dalam manajemen bencana. Selain itu, simulasi latihan penanganan bencana dimintanya juga untuk digalakkan kembali. "Lakukan simulasi latihan penanganan bencana secara berkala dan berkesinambungan secara rutin," pungkasnya.
Tak hanya itu, Jokowi pun meminta edukasi kebencanaan yang dilakukan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan segera dimulai pada akhir Januari ini. Program ini juga perlu segera dilakukan daerah-daerah, khususnya yang berada di wilayah potensi bencana.
Dia juga meminta Doni Monardo yang merupakan kepala BNPB baru untuk mengawal upaya rehabilitasi dan rekonstruksi pascabencana. "Terutama yang di Lombok, Nusa Tenggara Barat, kemudian berlanjut di Palu dan Donggala, Sulawesi Tengah, dan baru ke Lampung dan Banten," sebutnya. (Dita Angga)
(nfl)