Ahli Waris Harap BPN Buka Peta Verponding Indonesia
A
A
A
JAKARTA - Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat (Jakpus) melanjutkan sidang, tentang perkara sengketa tanah seluas 29,361 hektare di seberang ITC Roxy Mas antara pihak penggugat dari ahli waris dengan tergugat PT Duta Pertiwi Tbk dan Badan Pertahanan Nasional (BPN) Jakarta Pusat.
Agenda kali ini adalah duplik dari pihak tergugat. Saat sidang dibuka, Hakim Ketua Eko Sugianto sempat memanggil kedua belah pihak. Namun, sidang ditunda karena pihak BPN Jakarta Pusat mangkir sehingga diundur pekan depan.
Meski begitu, penasihat hukum ahli waris dalam kesempatan itu menyerahkan bukti-bukti kepemilikan tanah seluas 29,361 hektare itu.
"Sidang ditunda sampai 16 Januari. Agenda selanjutnya adalah perbaikan daftar bukti dan jawaban kompetensi absolut," kata Eko di persidangan, Kamis (10/1/2019).
Di luar persidangan, penasihat hukum ahli waris Wellyantina Waloni mengatakan, sebagian tanah yang berkasus itu sudah tercatat dalam Verponding Indonesia (sebutan untuk catatan tanah di awal kemerdekaan).
Salah satu buktinya, BPN pernah menerbitkan sertifikat untuk tanah milik saudara ahli waris yang lokasinya berdekatan dan sama-sama tercatat dalam Verponding Indonesia.
"Maka menjadi aneh ketika BPN menerbitkan sertifikat untuk PT Duta Pertiwi padahal BPN pasti mengetahui letak tanah Verponding Indonesia milik ahli waris yang diklaim sebagai milik PT Duta Pertiwi itu," kata wanita yang akrab disapa Wellyantina.
Wellyantina mengatakan, ahli waris sangat berharap BPN memperlihatkan peta posisi Verponding Indonesianya di mana persisnya tanah milik ahli waris dengan PT Duta Pertiwi Tbk yang sesungguhnya. Sebab, BPN adalah pihak yang mengetahui lokasinya.
Di samping itu, mengenai kepemilikan sertifikat tanah di kubu Dewi Pertiwi, Wellyantina menduga, BPN yang menerbitkan sertifikat itu. Pasalnya, peta Jakarta sejak 1935 juga sudah menunjukkan status tanah tersebut.
Adapun peta status tanah DKI Jakarta terbaru 2004 juga menunjukkan bahwa tanah bersengketa itu merupakan tanah adat berdasarkan girik Pajak Hasil Bumi (PHB). "Dokumen PHB itu sesuai dengan dokumen yang dimiliki ahli waris," jelas dia.
Wellyantina menambahkan, pihaknya juga mencatat ada inkonsistensi pernyataan BPN terkait tanah. Dokumen menunjukkan pada 2007 dan 2009, BPN masih memberikan penjelasan dengan jujur soal status tanah di sekitar lokasi. Namun sejak pihak Duta Pertiwi memohon pengukuran tanah Verponding tersebut pada 2010, BPN mengaku tidak tahu letak tanah Verponding tersebut.
Oleh karena itu, lanjut Wellyantina menjelaskan, kliennya menuntut ganti rugi atas penguasaan tanah seluas 29,361 hektare yang berlokasi di Gang Subur, Jalan K H Hasyim Asyhari Raya, Duri Pulo, Kecamatan Gambir, Jakarta Pusat itu sebesar Rp5,28 triliun sesuai nilai jual objek pajak.
Sejauh ini, dia menduga, PT Duta Pertiwi membeli tanah tersebut dari penggarap atau penyewa. Sedangkan hak bawah yaitu ahli waris sebagai pemilik tanah tidak berikan haknya.
"BPN seharusnya meluruskan atau menginformasikan letak tanah yang sebenarnya, karena BPN-lah yang paling mengetahui di mana posisi tanah itu," kata Wellyantina.
Di dalam sidang tadi, Wellyantina juga menyerahkan sembilan bundel bukti kepemilikan lahan atas ahli waris. Di antara bukti-bukti itu, ada berupa kopi peta lokasi Verponding Indonesia untuk sebagian wilayah Jakarta Pusat dan sebagian Jakarta Barat yaitu Verponding Indonesia Nomor 249/282, 251/284 dan 287/284 dari petugas BPN pada Januari 2009 dalam rangka membuat sertifikat hak milik yang bersangkutan yang berasal dari Verponding Indonesia Nomor 249/282.
Kemudian bukti autentik berupa kopi dari asli Sertifikat Hak Milik yang diterbitkan oleh Kantor Pertanahan Nasional Provinsi DKI Jakarta pada 25 Nov 2009 atas nama pemegang hak Nur Hasanah dengan luas 87 meter persegi berdasarkan petunjuk bekas Verponding Indonesia.
Selain itu, kopi surat jual beli tanah seluas 48 meter persegi antara penjual Nurjeni sebagai ahli waris Moh Noerdin bin Kaimin dengan pembeli Suwanti Dhamasuta pada 28 September 1990 yang kemudian telah menjadi Sertifikat Hak Milik.
"Bukti-bukti ini adalah petunjuk bahwa tanah yang diklaim mereka itu di bawah Verponding Indonesia yang dimiliki ahli waris. Tetapi kenapa sekarang mereka mengklaim tanah ahli waris semuanya," kata dia.
Sementara itu, penasihat hukum PT Duta Pertiwi Kemas Herman mengatakan, kliennya adalah pemilik sah atas tanah yang didugat para ahli waris. Selama ini, menurut dia, PT Duta Pertiwi mengambil alih tanah di depan ITC Roxy Mas itu berdasarkan hukum dan prosedur yang berlaku.
"Kami memiliki tiga sertifikat. Tiga sertifikat hak guna bangunan (HGB) yang terdiri dari sertifikat Nomor 2233, 2230 dan 2232. Kami buktikan nanti keluarnya sertifikat HGB itu ada alas haknya. Itu akan dibuktikan pada saat sesi pembuktian," kata Kemas.
Kemas mengaku kliennya mendapatkan kepemilikan tanah tersebut secara legal dari Kementerian Agraria dan BPN dan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta.
"Di samping itu masih banyak lagi SPH-SPH (surat pengakuan hak, red) dari mereka yang menempati lahan. Bukti kami lebih dari 1.500 (item). Nanti sesi pembuktian akan kami jabarkan," pungkas dia.
Agenda kali ini adalah duplik dari pihak tergugat. Saat sidang dibuka, Hakim Ketua Eko Sugianto sempat memanggil kedua belah pihak. Namun, sidang ditunda karena pihak BPN Jakarta Pusat mangkir sehingga diundur pekan depan.
Meski begitu, penasihat hukum ahli waris dalam kesempatan itu menyerahkan bukti-bukti kepemilikan tanah seluas 29,361 hektare itu.
"Sidang ditunda sampai 16 Januari. Agenda selanjutnya adalah perbaikan daftar bukti dan jawaban kompetensi absolut," kata Eko di persidangan, Kamis (10/1/2019).
Di luar persidangan, penasihat hukum ahli waris Wellyantina Waloni mengatakan, sebagian tanah yang berkasus itu sudah tercatat dalam Verponding Indonesia (sebutan untuk catatan tanah di awal kemerdekaan).
Salah satu buktinya, BPN pernah menerbitkan sertifikat untuk tanah milik saudara ahli waris yang lokasinya berdekatan dan sama-sama tercatat dalam Verponding Indonesia.
"Maka menjadi aneh ketika BPN menerbitkan sertifikat untuk PT Duta Pertiwi padahal BPN pasti mengetahui letak tanah Verponding Indonesia milik ahli waris yang diklaim sebagai milik PT Duta Pertiwi itu," kata wanita yang akrab disapa Wellyantina.
Wellyantina mengatakan, ahli waris sangat berharap BPN memperlihatkan peta posisi Verponding Indonesianya di mana persisnya tanah milik ahli waris dengan PT Duta Pertiwi Tbk yang sesungguhnya. Sebab, BPN adalah pihak yang mengetahui lokasinya.
Di samping itu, mengenai kepemilikan sertifikat tanah di kubu Dewi Pertiwi, Wellyantina menduga, BPN yang menerbitkan sertifikat itu. Pasalnya, peta Jakarta sejak 1935 juga sudah menunjukkan status tanah tersebut.
Adapun peta status tanah DKI Jakarta terbaru 2004 juga menunjukkan bahwa tanah bersengketa itu merupakan tanah adat berdasarkan girik Pajak Hasil Bumi (PHB). "Dokumen PHB itu sesuai dengan dokumen yang dimiliki ahli waris," jelas dia.
Wellyantina menambahkan, pihaknya juga mencatat ada inkonsistensi pernyataan BPN terkait tanah. Dokumen menunjukkan pada 2007 dan 2009, BPN masih memberikan penjelasan dengan jujur soal status tanah di sekitar lokasi. Namun sejak pihak Duta Pertiwi memohon pengukuran tanah Verponding tersebut pada 2010, BPN mengaku tidak tahu letak tanah Verponding tersebut.
Oleh karena itu, lanjut Wellyantina menjelaskan, kliennya menuntut ganti rugi atas penguasaan tanah seluas 29,361 hektare yang berlokasi di Gang Subur, Jalan K H Hasyim Asyhari Raya, Duri Pulo, Kecamatan Gambir, Jakarta Pusat itu sebesar Rp5,28 triliun sesuai nilai jual objek pajak.
Sejauh ini, dia menduga, PT Duta Pertiwi membeli tanah tersebut dari penggarap atau penyewa. Sedangkan hak bawah yaitu ahli waris sebagai pemilik tanah tidak berikan haknya.
"BPN seharusnya meluruskan atau menginformasikan letak tanah yang sebenarnya, karena BPN-lah yang paling mengetahui di mana posisi tanah itu," kata Wellyantina.
Di dalam sidang tadi, Wellyantina juga menyerahkan sembilan bundel bukti kepemilikan lahan atas ahli waris. Di antara bukti-bukti itu, ada berupa kopi peta lokasi Verponding Indonesia untuk sebagian wilayah Jakarta Pusat dan sebagian Jakarta Barat yaitu Verponding Indonesia Nomor 249/282, 251/284 dan 287/284 dari petugas BPN pada Januari 2009 dalam rangka membuat sertifikat hak milik yang bersangkutan yang berasal dari Verponding Indonesia Nomor 249/282.
Kemudian bukti autentik berupa kopi dari asli Sertifikat Hak Milik yang diterbitkan oleh Kantor Pertanahan Nasional Provinsi DKI Jakarta pada 25 Nov 2009 atas nama pemegang hak Nur Hasanah dengan luas 87 meter persegi berdasarkan petunjuk bekas Verponding Indonesia.
Selain itu, kopi surat jual beli tanah seluas 48 meter persegi antara penjual Nurjeni sebagai ahli waris Moh Noerdin bin Kaimin dengan pembeli Suwanti Dhamasuta pada 28 September 1990 yang kemudian telah menjadi Sertifikat Hak Milik.
"Bukti-bukti ini adalah petunjuk bahwa tanah yang diklaim mereka itu di bawah Verponding Indonesia yang dimiliki ahli waris. Tetapi kenapa sekarang mereka mengklaim tanah ahli waris semuanya," kata dia.
Sementara itu, penasihat hukum PT Duta Pertiwi Kemas Herman mengatakan, kliennya adalah pemilik sah atas tanah yang didugat para ahli waris. Selama ini, menurut dia, PT Duta Pertiwi mengambil alih tanah di depan ITC Roxy Mas itu berdasarkan hukum dan prosedur yang berlaku.
"Kami memiliki tiga sertifikat. Tiga sertifikat hak guna bangunan (HGB) yang terdiri dari sertifikat Nomor 2233, 2230 dan 2232. Kami buktikan nanti keluarnya sertifikat HGB itu ada alas haknya. Itu akan dibuktikan pada saat sesi pembuktian," kata Kemas.
Kemas mengaku kliennya mendapatkan kepemilikan tanah tersebut secara legal dari Kementerian Agraria dan BPN dan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta.
"Di samping itu masih banyak lagi SPH-SPH (surat pengakuan hak, red) dari mereka yang menempati lahan. Bukti kami lebih dari 1.500 (item). Nanti sesi pembuktian akan kami jabarkan," pungkas dia.
(maf)