Penerimaan Negara Lampaui Target

Sabtu, 05 Januari 2019 - 07:00 WIB
Penerimaan Negara Lampaui...
Penerimaan Negara Lampaui Target
A A A
SUKSES pemerintah merealisasikan penerimaan negara yang tembus 102,5% pada 2018 yang baru berlalu dituding cuma sukses semu belaka. Pasalnya, realisasi penerimaan tersebut bukan murni dari kinerja pe­me­rintah. Analis ekonomi Gede Sandra mengkritik bahwa in­di­kator kunci yang menjadi ukuran kinerja pemerintah terkait realisasi penerimaan negara adalah rasio penerimaan pajak.Sepanjang tahun lalu pemerintah memprediksi pertumbuhan ekonomi pada sekitar 5,15%. Dengan demikian, produk domestik bruto (PDB) berada pada kisaran Rp24.2888,6 triliun. Bila dikaitkan de­ngan besaran penerimaan pajak 2018 yang mencapai Rp1.315,9 tri­liun, maka rasio penerimaan pajak (tax ratio) terhadap PDB dalam de­finisi sempit versi pemerintah sekitar 9,2%. Artinya, tax ratio 2018 bu­kan hanya terburuk selama masa pemerintahan Presiden Joko Wi­dodo (Jokowi), namun juga terendah dalam 45 tahun belakangan ini.
Atas dasar itu, Gede Sandra menilai sukses pemerintah me­na­ikkan penerimaan negara hanya prestasi semu. Pemerintah baru bisa di­acungi jempol bila sukses menaikkan rasio penerimaan pajak sebagai sebuah prestasi riil. Jadi, faktanya realisasi penerimaan negara sepanjang tahun lalu yang berada di level 102,5% atau setara Rp1.942,3 triliun dari target sebesar Rp1.894,7 triliun, terealisasi karena fenomena kenaikan harga minyak dunia, bukan buah kerja keras pemerintah yang berasal dari pajak.

Tudingan menohok yang dilontarkan analis ekonomi itu kontan ditanggapi serius Dirjen Anggaran Kementerian Keuangan (Ke­men­keu), Askolani, yang menilai itu hanya sebatas komentar tanpa mendalami lebih jauh fakta-faktanya. Kalau sekadar berkomentar itu sangat mudah.

Pemerintah tidak hanya berhasil melampaui realisasi pe­ne­rimaan negara pada 2018 yang semula dipatok Rp1.894,7 triliun kemudian melesat menjadi sebesar Rp1.942,3 triliun atau sekitar 102,5% dari target, tetapi juga mencatat realisasi belanja negara yang menggembirakan, tembus Rp2.202,2 triliun atau mencapai sekitar 99,2% dari target yang dipatok pemerintah, Rp2.220,7 triliun.

Adapun realisasi angka defisit Anggaran Pendapatan dan Belanja Ne­gara (APBN) 2018 yang semula dipatok pada level 2,19% atau setara Rp325,9 triliun, mengkerut menjadi sekitar 1,76% atau setara Rp259,9 triliun. Pemerintah menyatakan sumber penerimaan ne­ga­ra ber­asal dari perpajakan, yakni pajak dan bea cukai, pe­ne­rimaan ne­ga­ra bukan pa­jak (PNBP), dan hibah. Pemerintah mengklaim pen­ca­pai­an pe­nge­lolaan APBN tersebut adalah sebuah sejarah sepanjang per­jalanan negeri ini.

Di sisi lain, pemerintah mengakui sejumlah asumsi dasar ekonomi makro yang ditetapkan APBN 2018 meleset dari target yang dipatok. Di antaranya nilai tukar rupiah (kurs) terhadap dolar Ame­rika Serikat (AS), harga minyak, dan lifting minyak, hingga pe­nerimaan pajak. Tengok saja, nilai tukar rupiah berdasarkan versi pe­merintah mengalami deviasi cukup besar, dari Rp13.400 per dolar AS menjadi rata-rata Rp14.247 per dolar AS.
Begitu pula lifting minyak yang diasumsikan sekitar 800.000 barel per hari (bph) realisasinya hanya 776.000 bph. Harga minyak juga berubah, namun bisa menambah isi pundi pemerintah dari asumsi USD48 per barel menjadi USD67,5 per barel.

Mengenai realisasi penerimaan pajak memang sejak awal kuartal keempat sudah diprediksi sulit mencapai target. Ternyata, prediksi ter­sebut bukan sekadar isapan jempol, buktinya penerimaan pajak ma­sih kurang Rp109 triliun dari target yang ditetapkan dalam APBN 2018, Rp1.424 triliun. Realisasi penerimaan pajak Rp1.315 triliun atau se­ki­tar 92,41% dari target berasal dari penerimaan pajak nonminyak dan gas (migas) sebesar Rp1.251,2 triliun dan PPh migas Rp64,7 triliun. Mes­ki realisasi penerimaan pajak tahun lalu belum sesuai target, di­ban­ding angka realisasi tahun-tahun sebelumnya masih jauh lebih besar.

Bagaimana dengan realisasi pertumbuhan ekonomi pada 2018? Pemerintah tetap optimistis tidak di bawah 5%. Asumsi per­tum­buh­an ekonomi pada APBN 2018 sekitar 5,4%, namun pemerintah memprediksi realisasinya sekitar 5,15%, yang dibulatkan menjadi 5,2%. Sanggupkah pemerintah mengulang kesuksesan penerimaan negara untuk tahun ini? Yang pasti, pemerintah menargetkan penerimaan negara 2019 sebesar Rp2.165,1 triliun dengan asumsi harga minyak sebesar USD70 per barel. Pemerintah juga sepertinya harus lebih kreatif dan hati-hati dalam menjalankan APBN kali ini karena diprediksi tidak ada keuntungan tak terduga (windfall) dari kenaikan harga minyak dunia pada tahun ini.
(mhd)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.0904 seconds (0.1#10.140)