Selama Tahun 2018, KY Terima 1.719 Laporan Masyarakat
A
A
A
JAKARTA - Sepanjang 2018, Komisi Yudisial (KY) menerima sebanyak 1.719 Iaporan masyarakat. Laporan tersebut paling banyak disampaikan melalui jasa pengiriman surat dan Penghubung KY sebanyak 1.106 laporan, datang Iangsung ke KY sebanyak 329 laporan, pelaporan online sebanyak 188 laporan, dan informasi sebanyak 96 Iaporan.
Berdasarkan jenis perkara, masalah perdata mendominasi |aporan yang masuk ke KY, yaitu 782 laporan. Untuk perkara pidana berada di bawahnya dengan jumlah laporan 506 laporan.
"Data ini menggambarkan dominasi perkara perdata dan pidana karena perkara tersebut berada diranah kewenangan peradilan umum dengan kompleksitas perkara yang tinggi dan sensitif. Perkara Iainnya adalah tata usaha negara sebanyak 120 laporan, agama sebanyak 83 |aporan, dan tindak pidana korupsi (tipikor) sebanyak 76 |aporan," ujar Ketua KY RI Jaja Ahmad Jayus dalam jumpa pers di kantor KY, Senin (31/12/2018).
Jaja menjelaskan, berdasarkan jenis badan peradilan atau tingkatan pengadilan yang dilaporkan, jumlah |aporan terhadap peradilan umum sangat mendominasi, yaitu sebanyak 1.245 Iaporan.
Kemudian berturut-turut, yaitu Peradilan Tata Usaha Negara sebanyak 114 laporan, Mahkamah Agung sebanyak 107 |aporan, Peradilan Agama sebanyak 97 laporan, dan Tipikor sebanyak 51 laporan.
Sementara untuk 10 propinsi yang terbanyak menyampaikan |aporan ke KY secara berturut-turut, kata Jaja, yakni DKI Jakarta sebanyak 311 laporan, Jawa Timur sebanyak 212 Iaporan, Sumatera Utara sebanyak 162 laporan, Jawa Barat sebanyak 159 laporan, Jawa Tengah sebanyak 120 laporan, Sumatera Selatan sebanyak 76 laporan, Sulawesi Selatan sebanyak 72 laporan, Riau sebanyak 65 laporan, Sulawesi Utara sebanyak 46 Iaporan, dan Banten sebanyak 46 laporan.
"Tidak semua laporan dapat dilakukan proses sidang pemeriksaan panel atau pleno, karena Iaporan yang masuk perlu diverifikasi kelengkapan persyaratan (telah memenuhi syarat administrasi dan substansi) untuk dapat diregistrasi. Pada periode ini, KY menyatakan Iaporan yang memenuhi persyaratan adalah sebanyak sebanyak 412 laporan masyarakat," jelas Jaja.
Selain itu, Jaja mengungkapkan penyebab rendahnya persentase Iaporan masyarakat yang dapat diproses karena beberapa alasan, yaitu kurangnya persyaratan yang harus dilengkapi, laporan bukan kewenangan KY dan diteruskan ke instansi lain atau Badan Pengawasan MA.
"Serta banyak laporan yang ditujukan ke KY berisi permohonan untuk dilakukan pemantauan persidangan. Kurangnya pemahaman masyarakat ini menjadi tantangan KY untuk lebih mengoptimalkan sosialisasi dan edukasi kepada masyarakat terkait wewenang KY dan tata cara laporan masyarakat," ungkap Jaja.
Diketahui awal tahun 2018, KY telah meluncurkan Pelaporan Online Perilaku Hakim www.pelaporan.komisiyudisial.go.id untuk memudahkan publik dalam melaporkan dugaan pelanggaran Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim (KEPPH).
Pelaporan online berisi tentang tata cara pelaporan, persyaratan |aporan, peraturan terkait dengan KEPPH, alur penanganan laporan, dan menu Iayanan pelaporan on|ine perilaku hakim yang diduga melanggar KEPPH.
Berdasarkan jenis perkara, masalah perdata mendominasi |aporan yang masuk ke KY, yaitu 782 laporan. Untuk perkara pidana berada di bawahnya dengan jumlah laporan 506 laporan.
"Data ini menggambarkan dominasi perkara perdata dan pidana karena perkara tersebut berada diranah kewenangan peradilan umum dengan kompleksitas perkara yang tinggi dan sensitif. Perkara Iainnya adalah tata usaha negara sebanyak 120 laporan, agama sebanyak 83 |aporan, dan tindak pidana korupsi (tipikor) sebanyak 76 |aporan," ujar Ketua KY RI Jaja Ahmad Jayus dalam jumpa pers di kantor KY, Senin (31/12/2018).
Jaja menjelaskan, berdasarkan jenis badan peradilan atau tingkatan pengadilan yang dilaporkan, jumlah |aporan terhadap peradilan umum sangat mendominasi, yaitu sebanyak 1.245 Iaporan.
Kemudian berturut-turut, yaitu Peradilan Tata Usaha Negara sebanyak 114 laporan, Mahkamah Agung sebanyak 107 |aporan, Peradilan Agama sebanyak 97 laporan, dan Tipikor sebanyak 51 laporan.
Sementara untuk 10 propinsi yang terbanyak menyampaikan |aporan ke KY secara berturut-turut, kata Jaja, yakni DKI Jakarta sebanyak 311 laporan, Jawa Timur sebanyak 212 Iaporan, Sumatera Utara sebanyak 162 laporan, Jawa Barat sebanyak 159 laporan, Jawa Tengah sebanyak 120 laporan, Sumatera Selatan sebanyak 76 laporan, Sulawesi Selatan sebanyak 72 laporan, Riau sebanyak 65 laporan, Sulawesi Utara sebanyak 46 Iaporan, dan Banten sebanyak 46 laporan.
"Tidak semua laporan dapat dilakukan proses sidang pemeriksaan panel atau pleno, karena Iaporan yang masuk perlu diverifikasi kelengkapan persyaratan (telah memenuhi syarat administrasi dan substansi) untuk dapat diregistrasi. Pada periode ini, KY menyatakan Iaporan yang memenuhi persyaratan adalah sebanyak sebanyak 412 laporan masyarakat," jelas Jaja.
Selain itu, Jaja mengungkapkan penyebab rendahnya persentase Iaporan masyarakat yang dapat diproses karena beberapa alasan, yaitu kurangnya persyaratan yang harus dilengkapi, laporan bukan kewenangan KY dan diteruskan ke instansi lain atau Badan Pengawasan MA.
"Serta banyak laporan yang ditujukan ke KY berisi permohonan untuk dilakukan pemantauan persidangan. Kurangnya pemahaman masyarakat ini menjadi tantangan KY untuk lebih mengoptimalkan sosialisasi dan edukasi kepada masyarakat terkait wewenang KY dan tata cara laporan masyarakat," ungkap Jaja.
Diketahui awal tahun 2018, KY telah meluncurkan Pelaporan Online Perilaku Hakim www.pelaporan.komisiyudisial.go.id untuk memudahkan publik dalam melaporkan dugaan pelanggaran Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim (KEPPH).
Pelaporan online berisi tentang tata cara pelaporan, persyaratan |aporan, peraturan terkait dengan KEPPH, alur penanganan laporan, dan menu Iayanan pelaporan on|ine perilaku hakim yang diduga melanggar KEPPH.
(maf)