Mengejar Data WNI di Luar Negeri

Rabu, 19 Desember 2018 - 10:43 WIB
Mengejar Data WNI di Luar Negeri
Mengejar Data WNI di Luar Negeri
A A A
KAOHSIUNG - Minggu pagi, 16 Desember 2018, di Kota Kaohsiung, Taiwan, petugas dari Direktorat Jenderal (Ditjen) Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) dan Kantor Dagang dan Ekonomi Indonesia (KADEI) Taipei mulai menata alat pencatatan kependudukan.

Laptop, kamera, alat rekam iris mata dan sidik jari berjejer dalam satu meja. Alat-alat ini memang dipersiapkan untuk menyambut para warga negara Indonesia (WNI) yang merantau di kota kedua terbesar di Taiwan tersebut. Seperti diketahui, Kemendagri dan Kementerian Luar Negeri (Kemenlu) saat ini tengah gencar mengejar data WNI di berbagai negara.

Tak butuh waktu lama, puluhan WNI pun memenuhi venue yang ada di Internasional Convention Center Kaohsiung (ICCK). Para WNI datang dengan bermacam-macam masalah administrasi kependudukan. Ada yang belum pernah merekam hingga tidak masuk dalam database kependudukan. Kebanyakan dari mereka adalah WNI yang sudah belasan tahun tinggal di Kaohsiung dan tidak sempat melakukan pemutakhiran data.

Salah satunya Yayah Rostiyah. Ibu dua anak ini saat melakukan pengecekan ternyata tidak masuk dalam database kependudukan. Dengan wajah agak sedikit bingung dia pun mempertanyakan statusnya. “Benar Pak ini nomornya. Saya enggak pernah berubah-berubah, Pak,” ucap Yayah sambil memperlihatkan kartu tanda penduduk (KTP) terbitan 2008.

Setelah dipastikan Yayah tidak masuk dalam database kependudukan, petugas pun mengarahkan untuk pendataan dengan diberikan nomor induk tunggal (NIT).

NIT diberikan kepada WNI di luar negeri yang tidak memiliki nomor induk kependudukan (NIK). Saat itu juga Yayah melakukan perekaman KTP elektronik (e-KTP). “Jadi ini (e-KTP) nanti tinggal cetak saat pulang. Enggak sekarang. Cuma rekam saja. Tapi katanya sudah masuk data,” ungkapnya.

Ada juga beberapa WNI yang telah memiliki NIK, tapi mereka belum melakukan perekaman. Salah satunya Binti Sarofah yang datang bersama anak laki-lakinya. Binti mengaku belum memiliki KTP elektronik (e-KTP) karena jarang pulang ke Indonesia. “Iya. Saya kan menikah sama orang Taiwan. Alhamdulillah ada (program) ini. Apalagi kabarnya kalau urus di Bilitar itu antrean bisa dari subuh,” ungkapnya.

WNI asal Blitar lainnya, Fatmawati, mengaku sengaja mendatangi lokasi karena ingin melakukan perekaman. Dia sebenarnya memang berencana pulang ke Blitar, Jawa Timur, pada Senin 17 Desember 2018. Salah satu agenda kepulangannya adalah mengurus e-KTP. “Saya sudah susun jadwal sampai di Blitar mau ngapain saja. Di Blitar antreannya panjang, jadi rencana saya Selasa (17 Desember 2018) akan ke kantor Dukcapil dari subuh. Tapi kalau begini kan besok saat pulang tinggal mencetak, lebih enak,” katanya dengan raut muka sumringah.

Harapannya jadi kenyataan, pada Selasa siang Fatmawati pun mengabarkan tengah mengantre di Dukcapil Kabupaten Blitar untuk mencetak e-KTP. Setelah mengantre dia mengaku sudah mendapatkan fisik e-KTP.

Pelaksana Tugas (Plt) Direktur Pencatatan Sipil Dukcapil Kemendagri Thomas Umbu Pati Tena Bolodadi mengatakan, kedatangan tim Dukcapil ke Kaohsiung, Taiwan, untuk melakukan sosialisasi layanan administrasi kependudukan sekaligus melakukan pendataan. Dia menekankan bahwa WNI di luar negeri pun harus tahu pentingnya terdata secara administrasi. “Kita harus tahu WNI yang lahir, mati, dan pindah. Ini untuk jumlah penduduk yang valid. Kita mau pastikan ini,” ungkapnya.

Di hadapan para WNI yang hadir di ICCK, Thomas menuturkan bahwa jika WNI terdata maka negara dapat melakukan pemantauan dan memberikan perlindungan. Di sisi lain, dengan terdata WNI di luar negeri dapat dengan mudah mengakses layanan publik di Indonesia. Hal ini mengingat banyak layanan publik yang telah terintegrasi dengan database kependudukan Dukcapil Kemendagri. “Kami ingin membangun sistem data kependudukan tunggal. Ini juga untuk berbagai kepentingan. Kami sudah bekerja sama dengan lebih dari 1.000 lembaga. Mereka sudah gunakan data Dukcapil,” ungkapnya.

Thomas menambahkan bahwa meskipun dilakukan perekaman, akan tetapi WNI tidak akan mendapatkan fisik e-KTP. Hal ini karena sebagaimana aturan yang berlaku, e-KTP tidak bisa dicetak di luar negeri. “Kami tidak menghasilkan fisik e-KTP di sini (Taiwan). Nanti pencetakan tetap di dalam negeri. Bagi WNI yang belum mempunyai NIK akan mendapatkan NIT yang akan dimulai dengan angka 99,” ujarnya.

Pelayanan perekaman ini ke depan akan dilakukan oleh perwakilan Indonesia di luar negeri. Kemenlu telah mendistribusikan alat perekaman di 79 kantor perwakilan.

Masih Banyak Tantangan
WNI yang hadir dalam acara tersebut diwajibkan untuk melakukan lapor diri di portal Peduli WNI. Melalui lapor diri WNI dapat mengakses beberapa layanan, yakni perlindungan, penelusuran penanganan kasus, pembuatan NIT, legalisasi dokumen, surat keterangan, dan dokumen pencatatan sipil. Sistem ini terintegrasi dengan Sistem Informasi Administrasi Kependudukan (SIAK) Kemendagri, Sistem Informasi Manajemen Keimigrasian (SIMKIM) Kemenkumham, dan lainnya.

Ternyata bukan hal yang mudah untuk mendata WNI di luar negeri. Hal ini diakui oleh Kepala Bidang Perlindungan WNI KDEI Taipe, Fajar Nuradi, bahwa ada beberapa hal yang menjadi tantangan pendataan WNI di luar negeri. “Di sini ada kurang lebih 300.000 WNI. Memang pekerjaan rumah besarnya adalah mengumpulkan data mereka. Tantangannya banyak karena sebaran WNI merata di seluruh wilayah, sementara sumber daya kami terbatas,” tuturnya.

Selain itu banyak WNI yang tidak familier dengan internet, kecuali media sosial. Pasalnya, dalam lapor diri mereka diwajibkan memasukan alamat email masing-masing. Tantangan lainnya, tidak semua WNI dapat menghadiri acara sosialisasi yang diadakan karena alasan pekerjaan. Seperti diketahui, WNI di Taiwan banyak yang bekerja sebagai penjaga lansia, asisten rumah tangga (ART), pekerja pabrik, dan anak buah kapal (ABK). “Ya, itu tantangan. Tapi kami akan berusaha semaksimal mungkin. Untuk tahap awal memang kami prioritaskan wilayah dengan konsentrasi WNI terbanyak, salah satunya Kaohsiung. Sosialisasi seperti ini tidak cukup satu kali, tapi berkali-kali. Kami usahakan dalam waktu satu tahun bisa mendata 100%,” katanya.

Tantangan lainnya adalah masih adanya WNI yang masuk ke Taiwan dengan prosedur tidak benar. Menurut Asisten Senior Imigrasi Taipei, Irvan Triyansah, bahwa ada banyak WNI yang memalsukan identitas saat masuk Taiwan. Seiring jalannya waktu, banyak juga yang berniat menggunakan identitas asli. “Banyak yang belum cukup umur kerja. Lalu umurnya dipalsukan lebih tua. Saat mereka sudah cukup umur mau pakai identitas dulu. Jadi kan data ganda. Selain itu, jika mengubah data, tidak akan bisa masuk Taiwan lagi karena yang asli tidak diakui,” tuturnya.

DITA ANGGA
Laporan wartawan KORAN SINDO, Kaohsiung, Taiwan
(nfl)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.7120 seconds (0.1#10.140)