Cegah Pelanggaran Etik Pemilu, DKPP Lakukan Sejumlah Hal

Selasa, 18 Desember 2018 - 21:17 WIB
Cegah Pelanggaran Etik Pemilu, DKPP Lakukan Sejumlah Hal
Cegah Pelanggaran Etik Pemilu, DKPP Lakukan Sejumlah Hal
A A A
JAKARTA - Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) terus melakukan pencegahan terkait pelanggaran kode etik penyelenggara pemilu. Ketua DKPP Harjono menyatakan, pengaduan dugaan pelanggaran kode etik penyelenggara Pemilu terhadap DKPP terus mengalir.Untuk itu sambungnya, perlu trik dan tips dalam melakukan pencegahan. Terlebih pada pelaksanaan Pilkada tahun 2018 dan menjelang Pemilu tahun 2019.Pilkada serentak tahun 2018 diselenggarakan di 171 daerah, terdiri dari 17 provinsi, 115 kabupaten dan 39 kota di seluruh Indonesia yang digelar pada tanggal 17 Juni 2018. Berdasarkan pengalaman penanganan pelanggaran kode etik oleh DKPP sudah diprediksi jauh sebelumnya bahwa daerah-daerah potensial pelanggaran masih akan terulang.
"Berdasarkan data DKPP, provinsi Papua masih menempati urutan pertama daerah potensial pelanggaran kode etik," kata Harjono, dalam acara Kegiatan Laporan Kinerja DKPP tahun 2018 di Jakarta, Selasa (18/12/2018)."Selama tahun 2018 jumlah pengaduan dari Provinsi Papua sebanyak 56 atau 11,42 persen pengaduan. Posisi kedua, ditempati Provinsi Sumatera Utara sebanyak 49 atau 10 persen pengaduan. Urutan ketiga Provinsi Sumatera Selatan sebanyak 31 atau 6,32 persen pengaduan," tambahnya.
Menurutnya, upaya pencegahan dilakukan agar tidak terjadi pelenggaran kode etik penyelenggara Pemilu, pihaknya akan melakukan gerakan kesadaran pada penyelenggara Pemilu. Tujuannya supaya selalu taat dan menjadikan norma kode etik penyelenggara Pemilu sebagai rujukan pelaksanan tahapan Pemilu.

"DKPP memperkuat SDM keanggotaan TPD guna mewujudkan proses pemeriksaan di daerah yang lebih kuat dan mandiri. Peran TPD dalam melakukan sidang pemeriksaan sangat efektif karena mereka memiliki pemahaman dan pengetahuan tentang dinamika daerah masing-masing," ungkapnya.

DKPP, sambungnya, juga melakukan pencegahan dengan menyelenggarakan kegiatan-kegiatan sosialisasi dan pendidikan etik penyelenggara Pemilu di beberapa daerah terutama daerah yang berdasarkan data dan fakta penanganan pelanggaran kode etik penyelenggara Pemilu menjadi daerah potensial konflik dan volume pengaduan lebih tinggi seperti Provinsi Papua, Sumatera Utara, Jawa Timur, dan lain-lain.

"DKPP terus memperkuat kelembagaan dari aspek teknis administrasi kelembagaan," tegasnya.

Harjono menjelaskan, selama Januari hingga 1 Desember 2018, DKPP telah menerima sebanyak 490 pengaduan. Setiap pengaduan yang masuk, kemudian diverifikasi baik verifikasi administrasi maupun materiil. Hasil verifikasi materiil, dilanjutkan dengan sidang pemeriksaan.

"Jumlah pengaduan atau laporan yang dilanjutkan pada pemeriksaan persidangan sebanyak 280 perkara, dan dilakukan sidang pemeriksaan sebanyak 378 kali persidangan," jelasnya.

Data pengaduan/laporan yang diterima DKPP yang sampai pada tahap persidangan dan penetapan putusan terhitung sejak 1 Januari sampai dengan 1 Desember 2018 menunjukan tren atau tipologi pelanggaran kode etik pemilu beserta modus-modusnya.

"Modus pelanggaran kode etik yang menyebabkan pemberhentian tetap umumnya karena keberpihakan penyelenggara pada calon tertentu," katanya.

Modus pelanggaran tersebut terungkap melalui persidangan DKPP yang diselenggarakan dengan terbuka. Modus pelanggaran kode etik penyelenggara Pemilu ini selalu berpangkal dari sikap ketidaknetralan atau tindakan keberpihakan anggota penyelenggara pada calon peserta Pemilu.

"Selain keberpihakan, melalaikan tugas dan fungsi yang semestinya penyelenggara juga kerap menggunakan jabatan atau wewenang untuk kepentingan tertentu, menerima suap dalam penetapan pasangan calon, proses seleksi anggota penyelenggara, dan tahapan penetapan calon yang cenderung tidak netral," tandasnya.

Harjono menyampaikan adanya pengaduan kode etik penyelenggara Pemilu terhadap lembaganya menjadi perhatian serius DKPP dengan terus memberikan pelayanan yang baik.

"Pelanggaran kode etik Pemilu yang dilaporkan oleh masyarakat menunjukkan sikap kritis masyarakat semakin meningkat. DKPP memastikan untuk mengawal dan menegakan kehormatan institusi KPU dan Bawaslu serta penyelenggara Pemilu agar senantiasa bekerja dengan mengedapankan prinsip-prinsip etika penyelenggaraan Pemilu sebagaimana diatur dalam Peraturan DKPP Nomor 2 tahun 2017 tentang Kode Etik dan Pedoman Perilaku Penyelenggara Pemilu," tutupnya.

Menanggapi DKPP, Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) Arif Budiman mengapresiasi keberadaan DKPP. Menurutnya, kehadiran lembaga penegak kode etik penyelenggara Pemilu ini menjadi rambu-rambu bagi penyelenggara Pemilu dalam menjalankan tugasnya.

"Saya sangat menghormati dengan putusan-putusan DKPP. Sepahit apapun, kami menikmati sebagai sebagai obat untuk lebih mawas diri. Putusan DKPP menjadi rambu untuk kami dalam mengeluarkan kebijakan, begitu juga dengan penyelenggara Pemilu yang ada di daerah," ucapnya.

DKPP, sambungnya, juga menjadi bagian dari solutif dalam setiap permasalahan-permasalahan yang muncul terkait kepemiluan. Tidak hanya dalam persidangan tetapi juga di luar persidangan seperti dalam pertemuan tripartit, KPU, Bawaslu dan DKPP yang rutin dilaksanakan secara reguler.

"Terobosan penting keluar dari tripartit. Solusi-solusi muncul tidak bisa didapatkan dari teksbook kepemiluan," tegasnya.
(maf)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.6055 seconds (0.1#10.140)