Pernyataan Jokowi Soal PKH Bikin Bingung Politikus Gerindra
A
A
A
JAKARTA - Pernyataan Presiden Joko Widodo (Jokowi) tentang program keluarga harapan (PKH) di hadapan 598 tenaga pendamping PKH dari 34 provinsi membuat bingung Politikus Partai Gerindra, Gus Irawan Pasaribu.
Maka itu, Gus Irawan Pasaribu mengkritisi pernyataan Presiden Jokowi yang dianggap tidak memahami situasinya itu. "Di satu sisi pemerintah mengklaim angka kemiskinan sudah turun menjadi 9,8 persen tahun ini dengan jumlah 26 juta jiwa," kata Gus Irawan, Senin (17/12/2018).
"Namun di sisi lain, pemerintah akan menaikkan penerima program keluarga harapan (PKH) tahun depan menjadi 10 juta yang sebelumnya 6 juta keluarga," tambahnya.
Pernyataan Presiden Jokowi yang mengungkapkan angka kemiskinan tinggal 15,6 juta orang pads tahun 2020 juga dikritisi oleh Gus Irawan. "Dari pernyataan itu saya menangkap 26 juta angka kemiskinan saat ini nanti di 2020 menjadi 15,6 juta," kata Ketua Komisi VII DPR ini.
Dia mengatakan, pada hakikatnya PKH itu memutus mata rantai kemiskinan untuk masyarakat sangat miskin. "Kemudian ada yang mengesankan seolah-olah PKH ini program baru," paparnya.
Menurutnya, program itu sebenarnya sudah ada sejak tahun 2007 sebagai adopsi dari program internasional yang disebut conditional cash transfer (CCT).
"Coba kita buat simulasi dengan pernyataan presiden itu. Kalau ada 10 juta penerima manfaat, maka itu lah yang disasar PKH," ujarnya.
Dia pun mengaku bertemu para rekannya yang menjadi pendamping PKH saat reses di daerah pemilihannya. Kepada para pendamping PKH itu, dia mengaku menyampaikan bahwa tugas mereka akan jauh lebih berat pada tahun depan, karena yang sekarang baru 6 juta PKH, maka tahun depan meningkat menjadi 10 juta keluarga.
"Saya tanya apakah PKH ini mampu memutus rantai kemiskinan masyarakat paling miskin. Mereka menggelengkan kepala menjawabnya. Saya tanya berapa sih rata-rata anggota keluarga penerima PKH. Jawaban mereka beragam. Ada yang menjawab bahkan ada satu keluarga anaknya 12 orang, 7 orang, 5 dan 4 orang," katanya.
Dia melanjutkan, jika disederhanakan bahwa penerima PKH itu adalah tiga anak dan satu suami serta satu isteri, berarti masing-masing ada lima orang dalam satu keluarga penerima program itu.
“Kalau yang disasar PKH 10 juta, berarti dikali 5 anggota keluarga. Artinya ada 50 juta jiwa. Kalau dibandingkan dengan angka kemiskinan sekarang versi pemerintah 26 juta, tapi kalau dihitung dengan PKH jadinya 50 juta penduduk sangat miskin," kata wakil ketua Fraksi Partai Gerindra di DPR ini.
Maka itu, dia mengaku bingung dengan pernyataan Presiden Jokowi tersebut. "Mana yang benar, angka kemiskinan kita 9,8 persen itu yang bohong, atau PKH ini yang lari dari ketentuan dengan dugaan ada penerima siluman," ungkapnya.
"Kalau angka kemiskinan kita pakai 9,8 persen dengan jumlah penduduk miskin 26 juta jika dibagi lima dari anggota keluarga PKH, harusnya keluarga sangat miskin kita penerima PKH idealnya 5-6 juta saja," tambahnya.
Padahal, lanjut dia, yang disasar pemerintah dalam PKH itu sebanyak 10 juta. "Saya bingung ini pidato presiden. Berarti ada data yang salah, kalau tidak mau disebut bohong," imbuhnya.
Terlebih, pemerintah mengklaim setiap tahun angka kemiskinan Indonesia terus menurun. Namun, dia mempertanyakan mengapa jumlah penerima PKH disebut meningkat.
"Membingungkan ini. Makanya saya jadi ragu presiden mengerti atau tidak. Paradox kan? Angka kemiskinan katanya turun tapi penerima manfaat PKH malah naik. Ini yang saya bilang ada yang bohong atau presiden kita tak mengeri," katanya.
Maka itu, Gus Irawan Pasaribu mengkritisi pernyataan Presiden Jokowi yang dianggap tidak memahami situasinya itu. "Di satu sisi pemerintah mengklaim angka kemiskinan sudah turun menjadi 9,8 persen tahun ini dengan jumlah 26 juta jiwa," kata Gus Irawan, Senin (17/12/2018).
"Namun di sisi lain, pemerintah akan menaikkan penerima program keluarga harapan (PKH) tahun depan menjadi 10 juta yang sebelumnya 6 juta keluarga," tambahnya.
Pernyataan Presiden Jokowi yang mengungkapkan angka kemiskinan tinggal 15,6 juta orang pads tahun 2020 juga dikritisi oleh Gus Irawan. "Dari pernyataan itu saya menangkap 26 juta angka kemiskinan saat ini nanti di 2020 menjadi 15,6 juta," kata Ketua Komisi VII DPR ini.
Dia mengatakan, pada hakikatnya PKH itu memutus mata rantai kemiskinan untuk masyarakat sangat miskin. "Kemudian ada yang mengesankan seolah-olah PKH ini program baru," paparnya.
Menurutnya, program itu sebenarnya sudah ada sejak tahun 2007 sebagai adopsi dari program internasional yang disebut conditional cash transfer (CCT).
"Coba kita buat simulasi dengan pernyataan presiden itu. Kalau ada 10 juta penerima manfaat, maka itu lah yang disasar PKH," ujarnya.
Dia pun mengaku bertemu para rekannya yang menjadi pendamping PKH saat reses di daerah pemilihannya. Kepada para pendamping PKH itu, dia mengaku menyampaikan bahwa tugas mereka akan jauh lebih berat pada tahun depan, karena yang sekarang baru 6 juta PKH, maka tahun depan meningkat menjadi 10 juta keluarga.
"Saya tanya apakah PKH ini mampu memutus rantai kemiskinan masyarakat paling miskin. Mereka menggelengkan kepala menjawabnya. Saya tanya berapa sih rata-rata anggota keluarga penerima PKH. Jawaban mereka beragam. Ada yang menjawab bahkan ada satu keluarga anaknya 12 orang, 7 orang, 5 dan 4 orang," katanya.
Dia melanjutkan, jika disederhanakan bahwa penerima PKH itu adalah tiga anak dan satu suami serta satu isteri, berarti masing-masing ada lima orang dalam satu keluarga penerima program itu.
“Kalau yang disasar PKH 10 juta, berarti dikali 5 anggota keluarga. Artinya ada 50 juta jiwa. Kalau dibandingkan dengan angka kemiskinan sekarang versi pemerintah 26 juta, tapi kalau dihitung dengan PKH jadinya 50 juta penduduk sangat miskin," kata wakil ketua Fraksi Partai Gerindra di DPR ini.
Maka itu, dia mengaku bingung dengan pernyataan Presiden Jokowi tersebut. "Mana yang benar, angka kemiskinan kita 9,8 persen itu yang bohong, atau PKH ini yang lari dari ketentuan dengan dugaan ada penerima siluman," ungkapnya.
"Kalau angka kemiskinan kita pakai 9,8 persen dengan jumlah penduduk miskin 26 juta jika dibagi lima dari anggota keluarga PKH, harusnya keluarga sangat miskin kita penerima PKH idealnya 5-6 juta saja," tambahnya.
Padahal, lanjut dia, yang disasar pemerintah dalam PKH itu sebanyak 10 juta. "Saya bingung ini pidato presiden. Berarti ada data yang salah, kalau tidak mau disebut bohong," imbuhnya.
Terlebih, pemerintah mengklaim setiap tahun angka kemiskinan Indonesia terus menurun. Namun, dia mempertanyakan mengapa jumlah penerima PKH disebut meningkat.
"Membingungkan ini. Makanya saya jadi ragu presiden mengerti atau tidak. Paradox kan? Angka kemiskinan katanya turun tapi penerima manfaat PKH malah naik. Ini yang saya bilang ada yang bohong atau presiden kita tak mengeri," katanya.
(maf)