MK Kabulkan Uji Materi Aturan Batas Usia Perkawinan Perempuan
A
A
A
JAKARTA - Mahkamah Konstitusi (MK) mengabulkan sebagian gugatan uji materi terhadap Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang perkawinan.
Dalam putusannya, MK menyatakan aturan yang membolehkan wanita berumur 16 tahun melakukan perkawinan melanggar UUD 1945.Aturan itu adalah Pasal 7 ayat 1 UU Perkawinan bertentangan dengan UUD 1945. Pasal tersebut berbunyi perkawinan hanya diizinkan jika pihak pria sudah mencapai umur 19 tahun dan pihak wanita sudah mencapai umur 16 tahun.
"Mengambulkan permohonan para pemohon untuk sebagian," kata Ketua Majelis Hakim Konstitusi, Anwar Usman, Kamis (13/12/2018), seperti tertulis dalam berkas putusan perkara Nomor 22 PUU-XV/2017 di situs resmi MK.
MK menyatakan frasa usia 16 tahun dalam Pasal 7 ayat 1 UU Perkawinan bertentangan dengan Undang-Undang Dasar 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat
Pertimbangan MK, pasal tersebut tidak sinkron dengan Pasal 1 UU Perlindungan Anak yang menyebutkan anak adalah seseorang yang belum berusia 18 tahun, termasuk anak yang masih dalam kandungan.
"Ketidaksinkronan dimaksud terlihat nyata," kata Usman dalam pertimbangannya.Pertimbangan lain MK terkait dengan perlindungan hak-hak anak, khususnya anak perempuan, seperti penjelasan angka 4 huruf d UU 1/1974 secara eksplisit menyatakan, menganut prinsip, bahwa calon suami-isteri itu harus telah masak jiwa raganya untuk dapat melangsungkan perkawinan, agar supaya dapat mewujudkan tujuan perkawinan secara baik tanpa berakhir pada perceraian dan mendapat keturunan yang baik dan sehat. Untuk itu harus dicegah adanya perkawinan antara calon suami-isteri yang masih di bawah umur.
"Artinya, penjelasan tersebut hendak menyatakan bahwa perkawinan anak merupakan sesuatu yang dilarang," kata MK.Dalam putusannya, MK memerintahkan pembentuk undang-undang untuk melakukan perubahan terhadap UU 1/1974 Tentang Perkawinan paling lambat tiga tahun."Khususnya berkenaan dengan batas minimal usia perkawinan bagi perempuan," ujar Usman.
Adapun penggugat perkara ini adalah tiga ibu rumah tangga, Endang Wasrinah, Maryanti, dan Rasminah. Permohonan diajukan tanggal 20 April 2017.
Dalam putusannya, MK menyatakan aturan yang membolehkan wanita berumur 16 tahun melakukan perkawinan melanggar UUD 1945.Aturan itu adalah Pasal 7 ayat 1 UU Perkawinan bertentangan dengan UUD 1945. Pasal tersebut berbunyi perkawinan hanya diizinkan jika pihak pria sudah mencapai umur 19 tahun dan pihak wanita sudah mencapai umur 16 tahun.
"Mengambulkan permohonan para pemohon untuk sebagian," kata Ketua Majelis Hakim Konstitusi, Anwar Usman, Kamis (13/12/2018), seperti tertulis dalam berkas putusan perkara Nomor 22 PUU-XV/2017 di situs resmi MK.
MK menyatakan frasa usia 16 tahun dalam Pasal 7 ayat 1 UU Perkawinan bertentangan dengan Undang-Undang Dasar 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat
Pertimbangan MK, pasal tersebut tidak sinkron dengan Pasal 1 UU Perlindungan Anak yang menyebutkan anak adalah seseorang yang belum berusia 18 tahun, termasuk anak yang masih dalam kandungan.
"Ketidaksinkronan dimaksud terlihat nyata," kata Usman dalam pertimbangannya.Pertimbangan lain MK terkait dengan perlindungan hak-hak anak, khususnya anak perempuan, seperti penjelasan angka 4 huruf d UU 1/1974 secara eksplisit menyatakan, menganut prinsip, bahwa calon suami-isteri itu harus telah masak jiwa raganya untuk dapat melangsungkan perkawinan, agar supaya dapat mewujudkan tujuan perkawinan secara baik tanpa berakhir pada perceraian dan mendapat keturunan yang baik dan sehat. Untuk itu harus dicegah adanya perkawinan antara calon suami-isteri yang masih di bawah umur.
"Artinya, penjelasan tersebut hendak menyatakan bahwa perkawinan anak merupakan sesuatu yang dilarang," kata MK.Dalam putusannya, MK memerintahkan pembentuk undang-undang untuk melakukan perubahan terhadap UU 1/1974 Tentang Perkawinan paling lambat tiga tahun."Khususnya berkenaan dengan batas minimal usia perkawinan bagi perempuan," ujar Usman.
Adapun penggugat perkara ini adalah tiga ibu rumah tangga, Endang Wasrinah, Maryanti, dan Rasminah. Permohonan diajukan tanggal 20 April 2017.
(dam)