Peran RI dalam KTT Perubahan Iklim
A
A
A
Fahmy RadhiPengamat Ekonomi Energi UGM, Mantan Anggota Tim Reformasi Tata Kelola Migas
KONFERENSI Tingkat Tinggi (KTT) PBB tentang Perubahan Iklim ke-24 (The Twenty Fourth Session of the Conference of the Parties to the United Nations Framework Convention on Climate Change) lebih dikenal COP-24 UNFCCC baru dibuka di Katowice Polandia. KTT COP-24 berlangsung mulai dari 2–14 Desember 2018, membahas isu perubahan iklim diagendakan untuk mengadopsi Paris Agreement Rule Book (PARB) yang telah dibahas melalui serangkaian negosiasi mulai dari KTT COP-22 di Marakesh, Maroko, pada 2016.
PARB menjadi pedoman implementasi Perjanjian Paris dalam mencegah naiknya suhu rata-rata bumi sebesar maksimal 2°C, bahkan diupayakan mencapai 1,5°C dibandingkan dengan kondisi praindustri. Untuk mencapai target 1,5°C, semua negara yang telah meratifikasi Paris Agreement harus berupaya maksimal memangkas emisi gas rumah kaca (GRK).
Sebagai salah satu Party UNFCCC, Indonesia telah berkomitmen menjadi bagian penting dari solusi atas tantangan perubahan iklim global. Namun, dalam waktu bersamaan Indonesia tetap bisa melaksanakan pembangunan nasional yang berkelanjutan. Indonesia juga telah mengambil bagian strategis dengan berperan aktif dalam proses negosiasi penyiapan Paris Agreement sampai pada penyiapan guidance yang diperlukan untuk operasionalisasinya.
Pada KTT COP-21 Paris 2015, Presiden Joko Widodo dalam pidatonya menyampaikan komitmen Pemerintah Indonesia menurunkan emisi GRK (gas rumah kaca) sebesar 29% dari total emisi pada 2030 dengan upaya sendiri atau sebesar 41% dengan bantuan internasional dan menargetkan penggunaan energi baru terbarukan (EBT) secara nasional sebesar 23% dari total bauran energi nasional pada 2025. Target bauran EBT itu telah ditetapkan melalui Peraturan Pemerintah No. 79/2014 tentang Kebijakan Energi Nasional dan dijabarkan dalam Peraturan Presiden Nomor 22/2017 tentang Rencana Umum Energi Nasional (RUEN). Target bauran EBT 23% tersebut setara dengan daya sebesar 92,2 million tons of oil equivalent (mtoe) yang akan dicapai pada 2025.
Pada KTT COP-24 ini isu energi menjadi bagian yang melekat di dalam guidence pelaksanaan Paris Agreement, mengingat sektor energi merupakan salah satu sektor penting terkait isu perubahan iklim. Selama ini sektor energi selain menjadi sumber emisi khususnya untuk energi fosil (batu bara, minyak, dan gas), juga menjadi sektor sangat strategis untuk menurunkan emisi GRK, khususnya dari pemanfaatan energi baru dan terbarukan (EBT).
Pada KTT COP-24 kali ini Indonesia mengirimkan Delegasi Republik Indonesia (DelRi) dari semua kementerian/lembaga terkait serta lembaga swadaya masyarakat (NGO) dan elemen masyarakat yang peduli lingkungan. Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (KESDM) menjadi bagian penting DelRi yang akan memperjuangkan isu perubahan iklim khususnya di sektor energi. Tujuannya untuk menurunkan emisi GRK nasional dan global dengan mencapai target EBT 23%, sebagai bagian implementasi Energi Berkeadilan untuk Semua (Equitable Energy for All).
Equitable Energy for All merupakan kebijakan Kementerian ESDM untuk mengupayakan ketersediaan (available) dan keterjangkauan harga (affordability) energi untuk seluruh rakyat Indonesia. Untuk mencapai ketersediaan listrik, Kementerian ESDM bersama PT Perusahaan Listrik Negara (Pesero) senantiasa berupaya meningkatkan rasio elektrifikasi secara berkelanjutan. Hasilnya, secara nasional rasio elektrifikasi sudah mencapai 98,05% pada Oktober 2018 yang diharapkan pada akhir 2019 rasio eletrifikasi akan mencapai 99,9%.
Kendati rasio eletrifikasi mencapai hampir 100%. Namun, bauran energi primer digunakan untuk pembangkit listrik hingga kini masih didominasi energi fosil yang tidak bisa diperbaharui (unrenewable) dan tidak ramah lingkungan (environmentally unfriendly) serta penyumbang emisi perubahan iklim global. Proporsi bauran energi tersebut terdiri batu bara sebesar 57,22%, disusul gas 24,82%, dan BBM 5,81%, sedangkan proporsi EBT mencapai sebesar 12,15% atau sekitar 50% dari target ditetapkan dalam Rencana Umum Energi Nasional (RUEN).
Dengan Equitable Energy for All, pencapaian EBT itu tidak hanya menurunkan emisi GRK, tetapi juga dalam waktu bersamaan meningkatkan akses masyarakat terhadap listrik hingga ke pelosok terdalam bumi Nusantara. Dengan begitu, membuat rakyat yang tinggal nun jauh di pedalaman bisa tersenyum bahagia lantaran hidup dalam kegelapan menuju terang benderang.
Peran aktif DelRi dalam KTT COP-24 akan memberikan kontribusi terhadap keputusan-keputusan penting diambil badan pengambilan keputusan tertinggi untuk masing-masing sesi negosiasi. Keputusan-keputusan penting tersebut akan dilaksanakan semua pemerintahan sesuai dengan kadar masing-masing negara untuk mencapai target global climate change yang diputuskan dalam KTT COP 21 di Paris.
KONFERENSI Tingkat Tinggi (KTT) PBB tentang Perubahan Iklim ke-24 (The Twenty Fourth Session of the Conference of the Parties to the United Nations Framework Convention on Climate Change) lebih dikenal COP-24 UNFCCC baru dibuka di Katowice Polandia. KTT COP-24 berlangsung mulai dari 2–14 Desember 2018, membahas isu perubahan iklim diagendakan untuk mengadopsi Paris Agreement Rule Book (PARB) yang telah dibahas melalui serangkaian negosiasi mulai dari KTT COP-22 di Marakesh, Maroko, pada 2016.
PARB menjadi pedoman implementasi Perjanjian Paris dalam mencegah naiknya suhu rata-rata bumi sebesar maksimal 2°C, bahkan diupayakan mencapai 1,5°C dibandingkan dengan kondisi praindustri. Untuk mencapai target 1,5°C, semua negara yang telah meratifikasi Paris Agreement harus berupaya maksimal memangkas emisi gas rumah kaca (GRK).
Sebagai salah satu Party UNFCCC, Indonesia telah berkomitmen menjadi bagian penting dari solusi atas tantangan perubahan iklim global. Namun, dalam waktu bersamaan Indonesia tetap bisa melaksanakan pembangunan nasional yang berkelanjutan. Indonesia juga telah mengambil bagian strategis dengan berperan aktif dalam proses negosiasi penyiapan Paris Agreement sampai pada penyiapan guidance yang diperlukan untuk operasionalisasinya.
Pada KTT COP-21 Paris 2015, Presiden Joko Widodo dalam pidatonya menyampaikan komitmen Pemerintah Indonesia menurunkan emisi GRK (gas rumah kaca) sebesar 29% dari total emisi pada 2030 dengan upaya sendiri atau sebesar 41% dengan bantuan internasional dan menargetkan penggunaan energi baru terbarukan (EBT) secara nasional sebesar 23% dari total bauran energi nasional pada 2025. Target bauran EBT itu telah ditetapkan melalui Peraturan Pemerintah No. 79/2014 tentang Kebijakan Energi Nasional dan dijabarkan dalam Peraturan Presiden Nomor 22/2017 tentang Rencana Umum Energi Nasional (RUEN). Target bauran EBT 23% tersebut setara dengan daya sebesar 92,2 million tons of oil equivalent (mtoe) yang akan dicapai pada 2025.
Pada KTT COP-24 ini isu energi menjadi bagian yang melekat di dalam guidence pelaksanaan Paris Agreement, mengingat sektor energi merupakan salah satu sektor penting terkait isu perubahan iklim. Selama ini sektor energi selain menjadi sumber emisi khususnya untuk energi fosil (batu bara, minyak, dan gas), juga menjadi sektor sangat strategis untuk menurunkan emisi GRK, khususnya dari pemanfaatan energi baru dan terbarukan (EBT).
Pada KTT COP-24 kali ini Indonesia mengirimkan Delegasi Republik Indonesia (DelRi) dari semua kementerian/lembaga terkait serta lembaga swadaya masyarakat (NGO) dan elemen masyarakat yang peduli lingkungan. Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (KESDM) menjadi bagian penting DelRi yang akan memperjuangkan isu perubahan iklim khususnya di sektor energi. Tujuannya untuk menurunkan emisi GRK nasional dan global dengan mencapai target EBT 23%, sebagai bagian implementasi Energi Berkeadilan untuk Semua (Equitable Energy for All).
Equitable Energy for All merupakan kebijakan Kementerian ESDM untuk mengupayakan ketersediaan (available) dan keterjangkauan harga (affordability) energi untuk seluruh rakyat Indonesia. Untuk mencapai ketersediaan listrik, Kementerian ESDM bersama PT Perusahaan Listrik Negara (Pesero) senantiasa berupaya meningkatkan rasio elektrifikasi secara berkelanjutan. Hasilnya, secara nasional rasio elektrifikasi sudah mencapai 98,05% pada Oktober 2018 yang diharapkan pada akhir 2019 rasio eletrifikasi akan mencapai 99,9%.
Kendati rasio eletrifikasi mencapai hampir 100%. Namun, bauran energi primer digunakan untuk pembangkit listrik hingga kini masih didominasi energi fosil yang tidak bisa diperbaharui (unrenewable) dan tidak ramah lingkungan (environmentally unfriendly) serta penyumbang emisi perubahan iklim global. Proporsi bauran energi tersebut terdiri batu bara sebesar 57,22%, disusul gas 24,82%, dan BBM 5,81%, sedangkan proporsi EBT mencapai sebesar 12,15% atau sekitar 50% dari target ditetapkan dalam Rencana Umum Energi Nasional (RUEN).
Dengan Equitable Energy for All, pencapaian EBT itu tidak hanya menurunkan emisi GRK, tetapi juga dalam waktu bersamaan meningkatkan akses masyarakat terhadap listrik hingga ke pelosok terdalam bumi Nusantara. Dengan begitu, membuat rakyat yang tinggal nun jauh di pedalaman bisa tersenyum bahagia lantaran hidup dalam kegelapan menuju terang benderang.
Peran aktif DelRi dalam KTT COP-24 akan memberikan kontribusi terhadap keputusan-keputusan penting diambil badan pengambilan keputusan tertinggi untuk masing-masing sesi negosiasi. Keputusan-keputusan penting tersebut akan dilaksanakan semua pemerintahan sesuai dengan kadar masing-masing negara untuk mencapai target global climate change yang diputuskan dalam KTT COP 21 di Paris.
(mhd)