LBM PBNU Launching Buku Fiqih Penguatan Penyandang Disabilitas
A
A
A
JAKARTA - Lembaga Bahtsul Masail Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (LBM PBNU) menggelar acara Launching dan Bedah Buku berjudul Fiqih Penguatan Penyandang Disabilitas di Kantor Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Kemenko PMK), Jakarta Pusat, Kamis (29/11/2018).
Buku itu disusun LBM PBNU bekerja sama Perhimpunan Pengembang Pesantren dan Masyarakat (P3M), dan Pusat Studi dan Pelayanan Disabilitas Universitas Brawijaya (PSLD UB).
Buku ini membahas tentang hak-hak para penyandang disabilitas di Tanah Air yang saat ini masih kurang diperhatikan. Kaum disabilitas masih menghadapi banyak tantangan dan hambatan, terutama dalam menjalankan syariat.
Di luar keterbatasan fisik, mental dan intelektual kalangan disabilitas, mereka menghadapi sejumlah tantangan lain, yaitu cara pandang, diskriminasi di lapangan kerja, dan hambatan dalam menjalankan agama.
Buku ini juga mengungkap masih adanya masyarakat yang memandang disabilitas dari sudut pandang mistis dan naif, yaitu menganggap disabilitas adalah takdir dari Tuhan sehingga manusia tidak bisa berbuat apa-apa kecuali pasrah menjalaninya.
Sementara cara pandang naif melihat bahwa disabilitas adalah akibat dari adanya infeksi penyakit, keturunan, kecelakaan, atau penuaan yang berujung pada pentingnya memberi pendidikan, pelatihan, kursus, keterampilan dan semacamnya, sehingga mereka bisa menjalani kehidupan dengan lebih baik.
Penyusun buku ini mengajak pembaca untuk mengambil cara pandang kritis yang melihat disabilitas bukan semata-mata fenomena manusiawi. Disabilitas adalah konstruksi sosial-politik.
Penyusun juga menilai tanggung jawab terhadap pemenuhan hak-hak disabilitas tidak hanya dipikul oleh penyandang disabilitas sendiri dan keluarganya, tetapi juga tanggung jawab masyarakat, ormas dan terutama negara (pemerintah).
Dengan perspektif ini, maka membangun situasi sosial yang ramah disabilitas adalah kewajiban. Membangun sarana dan prasarana publik yang ramah disabilitas adalah keharusan yang tidak bisa ditolak.
Buku ini juga memaparkan tentang masih minimnya layanan dan fasilitas publik yang ramah disabilitas. Jalan raya misalnya, tidak sepenuhnya bisa digunakan dengan nyaman oleh penyandang disabilitas. Demikian pula transportasi umum, mulai dari bis (dalam kota maupun antar kota), kereta api, kapal laut hingga pesawat udara.
Dalam buku dengan kata pengantar Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Said Aqil Siraj ini juga diungkap mengenai hambatan kalangan disabilitas dalam melaksanakan hak-hak keagamaan nyaris tidak pernah mendapat perhatian baik dari pemerintah maupun agamawan dengan melihat dari berbagai aspek.
Hadir sebagai pembicara dalam cara bedah buku ini Sekretaris LBM PBNU KH Sarmidi Husna, Ketua Umum Perkumpulan Penyandang Disabilitas Indonesia Gufroni Sakaril, dan istri Presiden kelima RI Abdurrahman Wahid (Gus Dur), Shinta Nuriyah Wahid, serta Ketua PBNU Imam Aziz.
Buku itu disusun LBM PBNU bekerja sama Perhimpunan Pengembang Pesantren dan Masyarakat (P3M), dan Pusat Studi dan Pelayanan Disabilitas Universitas Brawijaya (PSLD UB).
Buku ini membahas tentang hak-hak para penyandang disabilitas di Tanah Air yang saat ini masih kurang diperhatikan. Kaum disabilitas masih menghadapi banyak tantangan dan hambatan, terutama dalam menjalankan syariat.
Di luar keterbatasan fisik, mental dan intelektual kalangan disabilitas, mereka menghadapi sejumlah tantangan lain, yaitu cara pandang, diskriminasi di lapangan kerja, dan hambatan dalam menjalankan agama.
Buku ini juga mengungkap masih adanya masyarakat yang memandang disabilitas dari sudut pandang mistis dan naif, yaitu menganggap disabilitas adalah takdir dari Tuhan sehingga manusia tidak bisa berbuat apa-apa kecuali pasrah menjalaninya.
Sementara cara pandang naif melihat bahwa disabilitas adalah akibat dari adanya infeksi penyakit, keturunan, kecelakaan, atau penuaan yang berujung pada pentingnya memberi pendidikan, pelatihan, kursus, keterampilan dan semacamnya, sehingga mereka bisa menjalani kehidupan dengan lebih baik.
Penyusun buku ini mengajak pembaca untuk mengambil cara pandang kritis yang melihat disabilitas bukan semata-mata fenomena manusiawi. Disabilitas adalah konstruksi sosial-politik.
Penyusun juga menilai tanggung jawab terhadap pemenuhan hak-hak disabilitas tidak hanya dipikul oleh penyandang disabilitas sendiri dan keluarganya, tetapi juga tanggung jawab masyarakat, ormas dan terutama negara (pemerintah).
Dengan perspektif ini, maka membangun situasi sosial yang ramah disabilitas adalah kewajiban. Membangun sarana dan prasarana publik yang ramah disabilitas adalah keharusan yang tidak bisa ditolak.
Buku ini juga memaparkan tentang masih minimnya layanan dan fasilitas publik yang ramah disabilitas. Jalan raya misalnya, tidak sepenuhnya bisa digunakan dengan nyaman oleh penyandang disabilitas. Demikian pula transportasi umum, mulai dari bis (dalam kota maupun antar kota), kereta api, kapal laut hingga pesawat udara.
Dalam buku dengan kata pengantar Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Said Aqil Siraj ini juga diungkap mengenai hambatan kalangan disabilitas dalam melaksanakan hak-hak keagamaan nyaris tidak pernah mendapat perhatian baik dari pemerintah maupun agamawan dengan melihat dari berbagai aspek.
Hadir sebagai pembicara dalam cara bedah buku ini Sekretaris LBM PBNU KH Sarmidi Husna, Ketua Umum Perkumpulan Penyandang Disabilitas Indonesia Gufroni Sakaril, dan istri Presiden kelima RI Abdurrahman Wahid (Gus Dur), Shinta Nuriyah Wahid, serta Ketua PBNU Imam Aziz.
(dam)