Buya Syafii Kritik Masjid Banyak Digunakan untuk Agitasi Politik
A
A
A
YOGYAKARTA - Yayasan Badan Wakaf Universitas Islam Indonesia (UII) meresmikan lembaga kebuduyaan Embun Kalimasada di Gedung Yayasan Badan Wakaf UII, Jalan Cik Ditiro, Yogyakarta, Minggu (25/11/2018).
Peresmian juga ditandai dengan pembukaan pameran foto 50 masjid di Indonesia yang dibangun dalam rentang waktu abad ke-12 hingga 21
(Masjid Demak sampai Istiqlal). Selain itu, juga diisi orasi kebudayaan oleh mantan Ketua Umum PP Muhammadiyah Ahmad Syafii
Ma'arif.
Buya panggilan Ahmad Syafii Ma'arif dalam orasinya menyambut baik hadirnya lembaga kebudayaan Embun Kalimasada tersebut. Menurutnya ini menjadi peristiwa yang berkesan setelah UII didirikan tahun 1945.
"Bagi saya peristiwa hari ini sangat mengesankan, UII yang berdiri tahun 1945 perlu waktu 73 tahun untuk memasuki ranah budaya," katanya Buya dalam orasinya.
Menurut Buya dengan berani berkiprah di ranah kebudayaan artinya Embun Kalimasada tengah berjalan di jalan yang lengang dan sepi di
tengah pragmatisme politik kekuasaan. Untuk itu diperlukan ketulusan bekerja. Termasuk berharap Embun Kalimasada akan menyalakan api
kebenaran meski kecil.
"Untuk menerangi kita, UII, Yogyakarta, semua masyarakat. Dengan kerja yang kreatif dan produktif pasti radiusnya akan melebar," katanya.
Di bagian lain orasinya, Buya juga mengecam banyaknya masjid yang dijadikan tempat untuk agitasi politik untuk mendukung kelompok
tertentu. Hal semacam itu, kata dia, adalah pragmatisme politik yang konyol. Menurutnya itu pragmagisme politik yang konyol. Selain itu juga mengritik orang-orang yang sering mengaku paling dekat dengan Allah, tetapi sering berbuat jahat kepada orang lain yang berbeda paham dengannya.
Buya juga menyinggung isme-isme yang menganut jalan kekerasan dan menganut teologi maut. Mereka merupakan kelompok-kelompok penganut ideologi yang kering kerontang. Berani mati karena tidak berani hidup.
"Isme-isme itu produk dari peradaban yang sedang membusuk dengan diberi dalil-dalil agama, tapi tanpa sadar kita membajak Tuhan. Ini
yang terjadi sekarang," tandasnya.
Direktur Eksekutif Lembaga Kebudayaan Embun Kalimasada UII, Hadza Min Fadhli Robby mengatakan pameran foto ini menggambarkan masjid dari Banda Aceh sampai Fakfak, Papua, mulai dari pembangunannya di abad 12 hingga abad 21. Bukan hanya sekadar melihat masjid dari sisi estetika dan arsitektur atau hanya menempatkan masjid sebagai tempat urusan spiritual saja tetapi juga memposisikan masjid sebagai pembentuk masyarakat.
“Pameran ini, kami harapkan menjadi refleksi sejarah yang penting, sehingga ada hubungan mutual antara masjid dengan masyarakat. Selain itu pihaknya berusaha untuk mendiskusikan kebudayaan yang mempertemukan antara tradisionalitas dan modernitas,” terangnya.
Ketua Yayasan Badan Wakaf UII Suwarsono menambahkan sangat mendukung kegiatan ini. Apalagi pameran merupakan cara kebudayaan yang ditempuh perguruan tinggi dalam berkomunikasi dengan masyarakat. Untuk itu, melalui Embun Kalimasada akan menggelar pameran sebanyak tiga kali dalam setahun.
Peresmian juga ditandai dengan pembukaan pameran foto 50 masjid di Indonesia yang dibangun dalam rentang waktu abad ke-12 hingga 21
(Masjid Demak sampai Istiqlal). Selain itu, juga diisi orasi kebudayaan oleh mantan Ketua Umum PP Muhammadiyah Ahmad Syafii
Ma'arif.
Buya panggilan Ahmad Syafii Ma'arif dalam orasinya menyambut baik hadirnya lembaga kebudayaan Embun Kalimasada tersebut. Menurutnya ini menjadi peristiwa yang berkesan setelah UII didirikan tahun 1945.
"Bagi saya peristiwa hari ini sangat mengesankan, UII yang berdiri tahun 1945 perlu waktu 73 tahun untuk memasuki ranah budaya," katanya Buya dalam orasinya.
Menurut Buya dengan berani berkiprah di ranah kebudayaan artinya Embun Kalimasada tengah berjalan di jalan yang lengang dan sepi di
tengah pragmatisme politik kekuasaan. Untuk itu diperlukan ketulusan bekerja. Termasuk berharap Embun Kalimasada akan menyalakan api
kebenaran meski kecil.
"Untuk menerangi kita, UII, Yogyakarta, semua masyarakat. Dengan kerja yang kreatif dan produktif pasti radiusnya akan melebar," katanya.
Di bagian lain orasinya, Buya juga mengecam banyaknya masjid yang dijadikan tempat untuk agitasi politik untuk mendukung kelompok
tertentu. Hal semacam itu, kata dia, adalah pragmatisme politik yang konyol. Menurutnya itu pragmagisme politik yang konyol. Selain itu juga mengritik orang-orang yang sering mengaku paling dekat dengan Allah, tetapi sering berbuat jahat kepada orang lain yang berbeda paham dengannya.
Buya juga menyinggung isme-isme yang menganut jalan kekerasan dan menganut teologi maut. Mereka merupakan kelompok-kelompok penganut ideologi yang kering kerontang. Berani mati karena tidak berani hidup.
"Isme-isme itu produk dari peradaban yang sedang membusuk dengan diberi dalil-dalil agama, tapi tanpa sadar kita membajak Tuhan. Ini
yang terjadi sekarang," tandasnya.
Direktur Eksekutif Lembaga Kebudayaan Embun Kalimasada UII, Hadza Min Fadhli Robby mengatakan pameran foto ini menggambarkan masjid dari Banda Aceh sampai Fakfak, Papua, mulai dari pembangunannya di abad 12 hingga abad 21. Bukan hanya sekadar melihat masjid dari sisi estetika dan arsitektur atau hanya menempatkan masjid sebagai tempat urusan spiritual saja tetapi juga memposisikan masjid sebagai pembentuk masyarakat.
“Pameran ini, kami harapkan menjadi refleksi sejarah yang penting, sehingga ada hubungan mutual antara masjid dengan masyarakat. Selain itu pihaknya berusaha untuk mendiskusikan kebudayaan yang mempertemukan antara tradisionalitas dan modernitas,” terangnya.
Ketua Yayasan Badan Wakaf UII Suwarsono menambahkan sangat mendukung kegiatan ini. Apalagi pameran merupakan cara kebudayaan yang ditempuh perguruan tinggi dalam berkomunikasi dengan masyarakat. Untuk itu, melalui Embun Kalimasada akan menggelar pameran sebanyak tiga kali dalam setahun.
(kri)