Sandi Sebut Genderuwo Ekonomi, Cermin Politikus yang Menakuti Rakyat
A
A
A
JAKARTA - Pernyataan Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang menyebut genderuwo politik direspons Calon Wakil Presiden (Cawapres) nomor urut 02 Sandiaga S Uno dengan menyebut genderuwo ekonomi sebagai gambaran yang disampaikan Jokowi.
Pernyataan Sandi ini pun menuai respons negatif dari Juru Bicara Tim Kampanye Nasional (TKN) pasangan nomor urut 01 Jokowi-KH Ma'ruf Amin, Ace Hasan Syadzily.
"Bagi kami, Genderuwo ekonomi tercermin dari pernyataan para politisi yang selalu menakut-nakuti rakyat dengan narasi yang pesimistis dan ketidakpastian ekonomi yang sebetulnya tidak sesuai dengan fakta obyektif yang dihadapi masyarakat," ujar Ace kepada SINDOnews, Selasa (13/11/2018).
Ace mengaku tak kaget dengan pernyataan yang disampaikan Sandi. Sebelum ini, pernyataan yang sama dilontarkan pasangan Prabowo Subianto-Sandi juga pernah didengar rakyat seperti Indonesia akan bubar di tahun 2030, rakyat Indonesia 99% hidup pas-pasan, harga-harga bahan pokok di pasar naik, tempe setipis ATM, chicken rice di Singapura lebih murah dibandingkan di Jakarta, dan lain-lain merupakan contoh-contoh narasi pesimistis.
Menurut Politikus Partai Golkar ini, rakyat dibuat takut seakan-akan Indonesia ini ada dalam situasi yang menakutkan. Padahal faktanya tidak benar.
Kata Ace, Presiden Jokowi telah melakukan pengecekan langsung di pasar untuk memastikan harga-harga kebutuhan pokok itu apakah sesuai dengan yang dituduhkan. "Ternyata kenyataan tidak. Harga-harga stabil sebagaimana data inflasi yang selalu terkendali selama pemerintahan Jokowi," ucapnya.
Ace menganggap, setiap orang berhak menyampaikan pandangan politiknya karena hal tersebut lumrah dalam demokrasi. Namun membangun ketakutan dengan membuat narasi yang tidak sesuai fakta dan data akan membahayakan rakyat.
Wakil Ketua Komisi VIII mengaku paham apa yang disampaikan Sandi bagian dari mencari simpati rakyat. Namun cara-cara seperti itu justru merugikan rakyat.
Ditambahkannya, narasi yang dibangun atas dasar pesimisme akan membuat ketakukan rakyat serta membuat para spekulan pasar mengambil keuntungan di dalamnya. "Jadi sekali lagi janganlah kita menggunakan narasi ketakutan hanya semata-mata untuk kepentingan politik jangka pendek. Terlalu besar pertaruhannya untuk kepentingan rakyat," tandasnya.
Pernyataan Sandi ini pun menuai respons negatif dari Juru Bicara Tim Kampanye Nasional (TKN) pasangan nomor urut 01 Jokowi-KH Ma'ruf Amin, Ace Hasan Syadzily.
"Bagi kami, Genderuwo ekonomi tercermin dari pernyataan para politisi yang selalu menakut-nakuti rakyat dengan narasi yang pesimistis dan ketidakpastian ekonomi yang sebetulnya tidak sesuai dengan fakta obyektif yang dihadapi masyarakat," ujar Ace kepada SINDOnews, Selasa (13/11/2018).
Ace mengaku tak kaget dengan pernyataan yang disampaikan Sandi. Sebelum ini, pernyataan yang sama dilontarkan pasangan Prabowo Subianto-Sandi juga pernah didengar rakyat seperti Indonesia akan bubar di tahun 2030, rakyat Indonesia 99% hidup pas-pasan, harga-harga bahan pokok di pasar naik, tempe setipis ATM, chicken rice di Singapura lebih murah dibandingkan di Jakarta, dan lain-lain merupakan contoh-contoh narasi pesimistis.
Menurut Politikus Partai Golkar ini, rakyat dibuat takut seakan-akan Indonesia ini ada dalam situasi yang menakutkan. Padahal faktanya tidak benar.
Kata Ace, Presiden Jokowi telah melakukan pengecekan langsung di pasar untuk memastikan harga-harga kebutuhan pokok itu apakah sesuai dengan yang dituduhkan. "Ternyata kenyataan tidak. Harga-harga stabil sebagaimana data inflasi yang selalu terkendali selama pemerintahan Jokowi," ucapnya.
Ace menganggap, setiap orang berhak menyampaikan pandangan politiknya karena hal tersebut lumrah dalam demokrasi. Namun membangun ketakutan dengan membuat narasi yang tidak sesuai fakta dan data akan membahayakan rakyat.
Wakil Ketua Komisi VIII mengaku paham apa yang disampaikan Sandi bagian dari mencari simpati rakyat. Namun cara-cara seperti itu justru merugikan rakyat.
Ditambahkannya, narasi yang dibangun atas dasar pesimisme akan membuat ketakukan rakyat serta membuat para spekulan pasar mengambil keuntungan di dalamnya. "Jadi sekali lagi janganlah kita menggunakan narasi ketakutan hanya semata-mata untuk kepentingan politik jangka pendek. Terlalu besar pertaruhannya untuk kepentingan rakyat," tandasnya.
(kri)