Kasus Boyolali, Timses Jokowi Apresiasi Permintaan Maaf Prabowo
A
A
A
JAKARTA - Permintaan maaf yang diucapkan Prabowo Subianto kepada masyarakat Boyolali melalui video yang diunggah di media sosial perlu diapresiasi. Kendati begitu, ketulusan Prabowo meminta maaf biar menjadi penilaian publik dan warga Boyolali.
"Apakah permintaan maaf itu karena tulus merasa bersalah atau karena takut kehilangan elektoral. Wallahu A'lam, hanya Allah dan rakyat yang tau," kata Wakil Sekretaris Tim Kampanye Nasional (TKN) Jokowi-Ma'ruf Amin, Raja Juli Antoni kepada SINDOnews, Kamis (8/11/2018).
Toni sapaan akrabnya memandang, jauh dari permintaan maaf yang disampaikan Prabowo adalah keseriusan capres nomor urut 02 itu untuk bertaubat dan tidak mengulangi hal yang sama. Sebab, masih belum kering diingatan publik saat Prabowo meminta maaf karena ikut menyebarkan informasi bohong yang dilakukan Ratna Sarumpaet.
"Beliau (waktu itu) juga minta maf, masak rakyat terus disuruh dengar maafnya beliau, sementara program dan gagasannya mana? Rakyat pengin dengar itu, lebih subtantif," ujarnya.
Toni menganggap, apa yang disampaikan Prabowo tentang tampang Boyolali menjadi pengingat sekaligus pelajaran bagi Prabowo dan para pendukungnya bahwa sudah saatnya membangun narasi yang positif dan optimis dalam berkampanye dengan menyajikan data dan fakta.
Ia berharap, kasus tampang Boyolali menjadi kasus terakhir dan tidak ada Boyolali-Boyolali lain yang menjadi 'korban' grusa grusunya seorang calon pemimpin. Untuk mencegah hal ini, dikatakan Toni, Presiden Jokowi sudah mengingatkan kepada semua pihak bahwa untuk menjadi pemimpin itu perlu tegas namun, tanpa perlu marah-marah.
"Pak Jokowi juga sudah dua kali mengingatkan kepada kita semua, sudah saatnya hijrah dari dari psimisme ke optimisme, dari marah-marah ke sabar, dari kebiasaan hoaks ke data dan tabayun. Itu semua tak berarti apa-apa jika yang diminta hijrah tetap bebal, dan nyaman dengan 'hobi' lamanya," tutur Sekjen DPP PSI itu.
"Apakah permintaan maaf itu karena tulus merasa bersalah atau karena takut kehilangan elektoral. Wallahu A'lam, hanya Allah dan rakyat yang tau," kata Wakil Sekretaris Tim Kampanye Nasional (TKN) Jokowi-Ma'ruf Amin, Raja Juli Antoni kepada SINDOnews, Kamis (8/11/2018).
Toni sapaan akrabnya memandang, jauh dari permintaan maaf yang disampaikan Prabowo adalah keseriusan capres nomor urut 02 itu untuk bertaubat dan tidak mengulangi hal yang sama. Sebab, masih belum kering diingatan publik saat Prabowo meminta maaf karena ikut menyebarkan informasi bohong yang dilakukan Ratna Sarumpaet.
"Beliau (waktu itu) juga minta maf, masak rakyat terus disuruh dengar maafnya beliau, sementara program dan gagasannya mana? Rakyat pengin dengar itu, lebih subtantif," ujarnya.
Toni menganggap, apa yang disampaikan Prabowo tentang tampang Boyolali menjadi pengingat sekaligus pelajaran bagi Prabowo dan para pendukungnya bahwa sudah saatnya membangun narasi yang positif dan optimis dalam berkampanye dengan menyajikan data dan fakta.
Ia berharap, kasus tampang Boyolali menjadi kasus terakhir dan tidak ada Boyolali-Boyolali lain yang menjadi 'korban' grusa grusunya seorang calon pemimpin. Untuk mencegah hal ini, dikatakan Toni, Presiden Jokowi sudah mengingatkan kepada semua pihak bahwa untuk menjadi pemimpin itu perlu tegas namun, tanpa perlu marah-marah.
"Pak Jokowi juga sudah dua kali mengingatkan kepada kita semua, sudah saatnya hijrah dari dari psimisme ke optimisme, dari marah-marah ke sabar, dari kebiasaan hoaks ke data dan tabayun. Itu semua tak berarti apa-apa jika yang diminta hijrah tetap bebal, dan nyaman dengan 'hobi' lamanya," tutur Sekjen DPP PSI itu.
(pur)