Sengketa Tanah, Izin Proyek Sedayu City Diminta Tak Diterbitkan
A
A
A
JAKARTA - Gubernur DKI Jakarta Anies Rasyid Baswedan diminta tidak menerbitkan izin mendirikan bangungunan (IMB) dan izin-izin lainnya kepada PT CAM (Group PT AS) atas pembangunan proyek perumahan dan apartemen Sedayu City Kelapa Gading.
Berdasarkan peta rincik tahun 1975 dan peta BPN sebagian proyek berada di atas tanah milik ahli waris Alm Drs A Rachman Saleh seluas 13,598 hektare. Namun tanah tersebut belum dibayar ganti rugi dan telah dikuasai secara sepihak selama 38 tahun dari satu perusahaan keperusahaan lainnya, terakhir adalah PT CDA (Group PT SA), dan PT CAM (Group PT AS).
"Tanah itu berada di Jalan Pegangsaan II, Kelurahan Rawa Tarate, Kecamatan Cakung, Jakarta Timur. Di atas tanah Alm. A Rachman Saleh, itu direncanakan akan dibangun mall, apartemen dan perumahan mewah cluster eropa. Ahli warisnya Ibu Juraidah telah bersurat meminta gubernur tidak menerbitkan izin IMB dan lainnya," kata Ketua Koalisi Rakyat Pemerhati Jakarta Baru (Katar), Sugiyanto, Selasa (6/11/2018).Lebih Lanjut Sugiyanto menambahkan, atas lahan 13,598 hektare tersebut telah dibuatkan 24 sertifikat hak milik (SHM). Di mana 6 sertifikat dengan luas tanah 44.980 m2 (4,49 hektare) milik sendiri Alm A Rachman Saleh.
Untuk 18 sertifikat dengan tanah seluas 91.00 m2 (91 hektare) saat proses pembelian tanahnya bekerja sama dengan PT DM. Namun dalam perjalanannya ada masalah dan telah diselesaikan melalui proses hukum yang dimenangkan oleh Alm A Rachman Saleh.
"24 SHM itu dikuasai PT DM. Kemudian untuk 18 sertifikat yang terjadi masalah tersebut, Alm A.Rachman Saleh memggugat PT DM ke Pengadilan Negeri dan menang. Lalu PT DM melanjutkan gugatan pada Mahkamah Agung (MA) melaui proses kasasi hingga peninjauan kembali (PK) akan tetapi Alm A. Rahman Saleh tetap menang," ungkap
pria berkacamata yang akrab disapa SGY ini.
SGY menjelaskan, putusan PK bernomor 225/PK/Pdt/1997 mewajibkan PT DM mengembalikan 18 SHM tersebut kepada Alm A. Rachmat Saleh. Tetapi hingga A.Rachman Saleh meninggal pada 2007, ke-18 SHM, dan juga 6 SHM yang jumlahnya 24 SHM itu tidak diserahkan kepada ahli waris Alm A Rachman Saleh dan tetap dikuasai PT DM.
"Atas permintaan A Rachman Saleh, pada 22 Juni 2004 untuk 18 SHM itu telah dikelurkan sertifikat penganti oleh kepada BPN Jakarta Timur, dan diumumkan pada satu surat kabar bahwa sertifikat yang lama tak berlaku lagi," ungkap SGY.Namun pada 4 Oktober 2013, tiba-tiba saja Kanwil BPN DKI Jakarta memgeluarkan Surat Keputusan bernomor 90/HM/BPN.31-BTL/2013 yang isinya membatalkan penerbitan 18 SHM pengganti.
Berbagai upaya yang dilakukan ahli waris untuk mendapatkan kembali ke-24 SHM itu dari PT DM, kandas. Bahkan kemudian ketahuan kalau ke-24 SHM itu telah berubah menjadi Hak Guna Bangunan (HGB) atas nama PT CAM.
"Pengalihan SHM menjadi HGB hanya berdasarkan SK Kanwil BPN DKI Jakarta itu tidak lazim. Harusnya berdasarkan akte jual beli (AJB) dan melibatkan ahli waris. Juga harus ada bukti bayar pajak biaya perolehan hak atas tanah dan bangunan (BPHTB). Jadi bila ada HGB tampa bukti bayar BPHTB, itu dapat dikatakan tidak sah," tegas SGY.
Menurut data, NJOP tanah di Jalan Pengangsaan II, Kelurahan Rawa Terate sekitar Rp12,5 juta/m2. Dengan luas tanah 135,980 m2, maka nilai tanah itu sebesar Rp1,69 triliun dan pajak biaya perolehana hak atas tanah dan bangunan ( BPHTB) yang harus dibayar sebesar Rp84 miliar. Dengan demikian bila PPHTB tidak ada, maka ada potensi kerugian negara sebesar Rp84 miliar.
"Saya berharap Gubernur Anies merespons keluhan warganya yaitu dengan menindak lanjutinya. Kemudian membentuk tim investigasi dengan melibatkan semua pihak yang berkepentingan. Harapannya agar hak-hak warga Jakarta terlindungi, yaitu demi keadilan dan untuk tujuan maju kotanya dan bahagia warganya," pungkas SGY.
Berdasarkan peta rincik tahun 1975 dan peta BPN sebagian proyek berada di atas tanah milik ahli waris Alm Drs A Rachman Saleh seluas 13,598 hektare. Namun tanah tersebut belum dibayar ganti rugi dan telah dikuasai secara sepihak selama 38 tahun dari satu perusahaan keperusahaan lainnya, terakhir adalah PT CDA (Group PT SA), dan PT CAM (Group PT AS).
"Tanah itu berada di Jalan Pegangsaan II, Kelurahan Rawa Tarate, Kecamatan Cakung, Jakarta Timur. Di atas tanah Alm. A Rachman Saleh, itu direncanakan akan dibangun mall, apartemen dan perumahan mewah cluster eropa. Ahli warisnya Ibu Juraidah telah bersurat meminta gubernur tidak menerbitkan izin IMB dan lainnya," kata Ketua Koalisi Rakyat Pemerhati Jakarta Baru (Katar), Sugiyanto, Selasa (6/11/2018).Lebih Lanjut Sugiyanto menambahkan, atas lahan 13,598 hektare tersebut telah dibuatkan 24 sertifikat hak milik (SHM). Di mana 6 sertifikat dengan luas tanah 44.980 m2 (4,49 hektare) milik sendiri Alm A Rachman Saleh.
Untuk 18 sertifikat dengan tanah seluas 91.00 m2 (91 hektare) saat proses pembelian tanahnya bekerja sama dengan PT DM. Namun dalam perjalanannya ada masalah dan telah diselesaikan melalui proses hukum yang dimenangkan oleh Alm A Rachman Saleh.
"24 SHM itu dikuasai PT DM. Kemudian untuk 18 sertifikat yang terjadi masalah tersebut, Alm A.Rachman Saleh memggugat PT DM ke Pengadilan Negeri dan menang. Lalu PT DM melanjutkan gugatan pada Mahkamah Agung (MA) melaui proses kasasi hingga peninjauan kembali (PK) akan tetapi Alm A. Rahman Saleh tetap menang," ungkap
pria berkacamata yang akrab disapa SGY ini.
SGY menjelaskan, putusan PK bernomor 225/PK/Pdt/1997 mewajibkan PT DM mengembalikan 18 SHM tersebut kepada Alm A. Rachmat Saleh. Tetapi hingga A.Rachman Saleh meninggal pada 2007, ke-18 SHM, dan juga 6 SHM yang jumlahnya 24 SHM itu tidak diserahkan kepada ahli waris Alm A Rachman Saleh dan tetap dikuasai PT DM.
"Atas permintaan A Rachman Saleh, pada 22 Juni 2004 untuk 18 SHM itu telah dikelurkan sertifikat penganti oleh kepada BPN Jakarta Timur, dan diumumkan pada satu surat kabar bahwa sertifikat yang lama tak berlaku lagi," ungkap SGY.Namun pada 4 Oktober 2013, tiba-tiba saja Kanwil BPN DKI Jakarta memgeluarkan Surat Keputusan bernomor 90/HM/BPN.31-BTL/2013 yang isinya membatalkan penerbitan 18 SHM pengganti.
Berbagai upaya yang dilakukan ahli waris untuk mendapatkan kembali ke-24 SHM itu dari PT DM, kandas. Bahkan kemudian ketahuan kalau ke-24 SHM itu telah berubah menjadi Hak Guna Bangunan (HGB) atas nama PT CAM.
"Pengalihan SHM menjadi HGB hanya berdasarkan SK Kanwil BPN DKI Jakarta itu tidak lazim. Harusnya berdasarkan akte jual beli (AJB) dan melibatkan ahli waris. Juga harus ada bukti bayar pajak biaya perolehan hak atas tanah dan bangunan (BPHTB). Jadi bila ada HGB tampa bukti bayar BPHTB, itu dapat dikatakan tidak sah," tegas SGY.
Menurut data, NJOP tanah di Jalan Pengangsaan II, Kelurahan Rawa Terate sekitar Rp12,5 juta/m2. Dengan luas tanah 135,980 m2, maka nilai tanah itu sebesar Rp1,69 triliun dan pajak biaya perolehana hak atas tanah dan bangunan ( BPHTB) yang harus dibayar sebesar Rp84 miliar. Dengan demikian bila PPHTB tidak ada, maka ada potensi kerugian negara sebesar Rp84 miliar.
"Saya berharap Gubernur Anies merespons keluhan warganya yaitu dengan menindak lanjutinya. Kemudian membentuk tim investigasi dengan melibatkan semua pihak yang berkepentingan. Harapannya agar hak-hak warga Jakarta terlindungi, yaitu demi keadilan dan untuk tujuan maju kotanya dan bahagia warganya," pungkas SGY.
(maf)