Bamusi Tak Ingin Indonesia Dirusak dan Terpecah Belah
A
A
A
JAKARTA - Sekretaris Umum Baitul Muslimin Indonesia (Bamusi) Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) Nasyirul Falah Amru mengaku miris dengan organisasi masyarakat yang sudah dibubarkan pemerintah, yakni Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) namun masih memiliki ruang beraktivitas.
Dia memberikan contoh, yakni saat politikus PKS yang juga pendukung Prabowo-Sandi, Mardani Ali Sera menyampaikan gerakan ganti presiden dan ganti sistem bersama eks Juru Bicara HTI Ismail Yusanto.
Video Mardani dan Ismail viral di media sosial hingga berujung dilaporkan ke kepolisian. Sebab, HTI sudah dibubarkan pemerintah karena dianggap bertentangan dengan Pancasila.
Adapun Hizbut Tahrir juga dilarang di banyak negara lain, termasuk di beberapa negara Islam. “Ini jadi rentan disusupi, ditunggangi. Kita enggak mau Indonesia kacau kayak Suriah, itu pengalaman buruk. Saya sungguh sedih, peringatan Hari Santri disusupi aksi provokasi yang menciptakan ketegangan di masyarakat," katanya dalam keterangan tertulisnya, Jumat (2/11/2018).Dia melanjutkan, aparat TNI dan Polri tidak boleh lengah menghadapi gerakan yang nyata-nyata mengarah pada perpecahan bangsa tersebut.
“NKRI adalah sajadah kita, kewajiban kita melestarikan sesuai ajaran para ulama,” kata Bendahara Pengurus Besar Nahdlatul Ulama yang biasa disapa Gus Falah ini.
Dia mengimbau masyarakat tidak terhasut mengikuti aksi yang dimanfaatkan untuk tujuan politik.
“Aksi bela tauhid itu dengan tahlilan, muliakan Rasulullah SAW dengan Mauludan, aksi membela ulama dan menceritakan ahsanun amalannya dengan manaqiban,” katanya.
Sebagai masyarakat Nahdliyin, dirinya juga mengaku sangat menghormati para habib. Maka itu, dia berharap para habib berperan aktif menahan berkembangnya ideologi radikal dengan menyampaikan pesan persatuan dan keteduhan.
“Kami sangat memuliakan habib, kami ciumi tangannya, kami baca pesan leluhurnya. Habib-habib yang kami muliakan, jangan sampai mengajak masyarakat ke dalam HTI,” kata Gus Falah.
Dia lantas mengingatkan bahwa di dalam Pancasila, Ketuhanan Yang Maha Esa ditempatkan sebagai prinsip pertama yang menyatu dan dibumikan ke dalam sila lainnya.
"Jadi agama menjadi landasan moral, etika, dan tuntunan bangsa menuju masyarakat adil dan makmur, bukan sebaliknya menjadi alat kekuasaan politik,” tuturnya.
Dia memberikan contoh, yakni saat politikus PKS yang juga pendukung Prabowo-Sandi, Mardani Ali Sera menyampaikan gerakan ganti presiden dan ganti sistem bersama eks Juru Bicara HTI Ismail Yusanto.
Video Mardani dan Ismail viral di media sosial hingga berujung dilaporkan ke kepolisian. Sebab, HTI sudah dibubarkan pemerintah karena dianggap bertentangan dengan Pancasila.
Adapun Hizbut Tahrir juga dilarang di banyak negara lain, termasuk di beberapa negara Islam. “Ini jadi rentan disusupi, ditunggangi. Kita enggak mau Indonesia kacau kayak Suriah, itu pengalaman buruk. Saya sungguh sedih, peringatan Hari Santri disusupi aksi provokasi yang menciptakan ketegangan di masyarakat," katanya dalam keterangan tertulisnya, Jumat (2/11/2018).Dia melanjutkan, aparat TNI dan Polri tidak boleh lengah menghadapi gerakan yang nyata-nyata mengarah pada perpecahan bangsa tersebut.
“NKRI adalah sajadah kita, kewajiban kita melestarikan sesuai ajaran para ulama,” kata Bendahara Pengurus Besar Nahdlatul Ulama yang biasa disapa Gus Falah ini.
Dia mengimbau masyarakat tidak terhasut mengikuti aksi yang dimanfaatkan untuk tujuan politik.
“Aksi bela tauhid itu dengan tahlilan, muliakan Rasulullah SAW dengan Mauludan, aksi membela ulama dan menceritakan ahsanun amalannya dengan manaqiban,” katanya.
Sebagai masyarakat Nahdliyin, dirinya juga mengaku sangat menghormati para habib. Maka itu, dia berharap para habib berperan aktif menahan berkembangnya ideologi radikal dengan menyampaikan pesan persatuan dan keteduhan.
“Kami sangat memuliakan habib, kami ciumi tangannya, kami baca pesan leluhurnya. Habib-habib yang kami muliakan, jangan sampai mengajak masyarakat ke dalam HTI,” kata Gus Falah.
Dia lantas mengingatkan bahwa di dalam Pancasila, Ketuhanan Yang Maha Esa ditempatkan sebagai prinsip pertama yang menyatu dan dibumikan ke dalam sila lainnya.
"Jadi agama menjadi landasan moral, etika, dan tuntunan bangsa menuju masyarakat adil dan makmur, bukan sebaliknya menjadi alat kekuasaan politik,” tuturnya.
(dam)