Cegah Konflik, Umat Islam Harus Mengutamakan Kepentingan Agama
A
A
A
JAKARTA - Umat Islam di seluruh dunia, khususnya Indonesia diminta mengutamakan kepentingan agama daripada politik atau kelompok tertentu yang ingin menghancurkan dan memecah belah umat.
Hal ini menyikapi perkembangan sosial politik dalam negeri dan perlunya mengambil pelajaran dari pengalaman pahit di Timur Tengah. Tujuannya mengantisipasi terjadinya hal serupa di Indonesia.
Demikian diungkapkan Mufti Damaskus dan Ketua Dewan Rekonsiliasi Nasional Suriah Syeikh Adnan Al-Afyouni dalam seminar kebangsaan "Jangan Suriahkan Indonesia!" di Jakarta, Kamis (1/11/2018).
"Kami berharap agar Indonesia dan seluruh komponen saling paham untuk menghindari konflik. Agama harus dijadikan pondasi untuk mempersatukan bangsa," kata Syeikh Adnan.
Dia mencontohkan masyarakat Suriah sangat santun dan toleran dalam membangun peradaban dunia hingga hari ini. Suriah, kata dia, bukan negara homogen, sebaliknya punya keberagaman etnik dan agama.
Menurut dia, masyarakat Suriah tidak membedakan satu rumah dan rumah lain walau itu beda keyakinan. Mereka makan, minum dan hidup bersama.
"Sejak 1.400 tahun lalu masyarakat Suriah tidak berubah hingga saat ini. Agama menyatukan manusia bukan memecah belah manusia. Agama itu memberikan norma-norma yang baik dan juga mendorong manusia bekerja sama bersatu dalam sebuah negara," ujarnya.
Pernyataannya lalu kenapa ada beberapa kelompok yang memposisi diri melakukan perlawanan kepada pemerintah? Apakah karena miskin masalah agama atau politik?
Syeikh Adnan melihat bahwa ini kelanjutan dari Arab Spring yang dimulai dari Tunisia. Kemudian berlanjut ke Mesir. Lalu bergerak menuju Yaman dan hingga kini negera tersebut diporakporandakan konflik. Selanjutnya berlanjut ke Libya dan terjadi krisis hebat di sana hingga Muammar Khadafi turun tahta.
Karena itu mereka kemudian berfikir untuk melakukan hal yang sama ke Suriah untuk disapu bersih dan disingkirkan. Dan mereka berfikir apabila nanti dilakukan di Suriah akan bisa seperti di beberapa negara menjatuhkan pemimpin negara. "Karena tujuan mereka adalah politik dengan artian bahwa krisis politik ini didengungkan untuk pergantian rezim," terangnya.
Dia menjelaskan, di sebuah negara seperti Suriah yang semua dijamin pemerintah, tidak ada lagi yang harus dicari. Karena itu celah yang dipakai mereka untuk buat krisis melalui agama. Mereka memengaruhi kelompok agama tertentu dengan propaganda di masjid sehingga sebagian mereka terpengaruh.
"Tidak ada lagi yang bisa dimainkan di Suriah kecuali melalui celah agama. Mereka mulai menebar permusuhan bahwa akan ada pembunuhan kepada orang Kristen atau orang Syiah. Padahal semua ini tidak ada," tegasnya.
Dubes RI untuk Suriah Djoko Harjanto yang hadir dalam seminar itu mengungkapkan di Suriah ada kelompok Syiah maupun Sunni, tapi mereka tidak ribut. "Saya salat di masjid Syiah tidak apa-apa. Tidak ada yang dipel lantai atau karpetnya. Intinya saya sampaikan bahwa kehidupan antara Syiah dan Sunni baik-baik saja," tandasnya.
Hal ini menyikapi perkembangan sosial politik dalam negeri dan perlunya mengambil pelajaran dari pengalaman pahit di Timur Tengah. Tujuannya mengantisipasi terjadinya hal serupa di Indonesia.
Demikian diungkapkan Mufti Damaskus dan Ketua Dewan Rekonsiliasi Nasional Suriah Syeikh Adnan Al-Afyouni dalam seminar kebangsaan "Jangan Suriahkan Indonesia!" di Jakarta, Kamis (1/11/2018).
"Kami berharap agar Indonesia dan seluruh komponen saling paham untuk menghindari konflik. Agama harus dijadikan pondasi untuk mempersatukan bangsa," kata Syeikh Adnan.
Dia mencontohkan masyarakat Suriah sangat santun dan toleran dalam membangun peradaban dunia hingga hari ini. Suriah, kata dia, bukan negara homogen, sebaliknya punya keberagaman etnik dan agama.
Menurut dia, masyarakat Suriah tidak membedakan satu rumah dan rumah lain walau itu beda keyakinan. Mereka makan, minum dan hidup bersama.
"Sejak 1.400 tahun lalu masyarakat Suriah tidak berubah hingga saat ini. Agama menyatukan manusia bukan memecah belah manusia. Agama itu memberikan norma-norma yang baik dan juga mendorong manusia bekerja sama bersatu dalam sebuah negara," ujarnya.
Pernyataannya lalu kenapa ada beberapa kelompok yang memposisi diri melakukan perlawanan kepada pemerintah? Apakah karena miskin masalah agama atau politik?
Syeikh Adnan melihat bahwa ini kelanjutan dari Arab Spring yang dimulai dari Tunisia. Kemudian berlanjut ke Mesir. Lalu bergerak menuju Yaman dan hingga kini negera tersebut diporakporandakan konflik. Selanjutnya berlanjut ke Libya dan terjadi krisis hebat di sana hingga Muammar Khadafi turun tahta.
Karena itu mereka kemudian berfikir untuk melakukan hal yang sama ke Suriah untuk disapu bersih dan disingkirkan. Dan mereka berfikir apabila nanti dilakukan di Suriah akan bisa seperti di beberapa negara menjatuhkan pemimpin negara. "Karena tujuan mereka adalah politik dengan artian bahwa krisis politik ini didengungkan untuk pergantian rezim," terangnya.
Dia menjelaskan, di sebuah negara seperti Suriah yang semua dijamin pemerintah, tidak ada lagi yang harus dicari. Karena itu celah yang dipakai mereka untuk buat krisis melalui agama. Mereka memengaruhi kelompok agama tertentu dengan propaganda di masjid sehingga sebagian mereka terpengaruh.
"Tidak ada lagi yang bisa dimainkan di Suriah kecuali melalui celah agama. Mereka mulai menebar permusuhan bahwa akan ada pembunuhan kepada orang Kristen atau orang Syiah. Padahal semua ini tidak ada," tegasnya.
Dubes RI untuk Suriah Djoko Harjanto yang hadir dalam seminar itu mengungkapkan di Suriah ada kelompok Syiah maupun Sunni, tapi mereka tidak ribut. "Saya salat di masjid Syiah tidak apa-apa. Tidak ada yang dipel lantai atau karpetnya. Intinya saya sampaikan bahwa kehidupan antara Syiah dan Sunni baik-baik saja," tandasnya.
(poe)