Soal Aksi Bela Tauhid, TKN Jokowi: Kami Hormati Hak Masyarakat Berdemo
A
A
A
JAKARTA - Tim Kampanye Nasional (TKN) Jokowi-Ma'ruf menilai aksi demonstrasi Bela Tauhid yang berlangsung kemarin, Jumat 26 Oktober 2018 merupakan hal yang harusnya tak perlu dibesar-besarkan.
"Namun, kami menghormati keputusan publik jika akhirnya memilih turun ke jalan untul melangsungkan aksi," kata Direktur Informasi dan Publikasi TKN Jokowi-Ma'ruf, Dwi Badarmanto dalam keterangan tertulisnya, Sabtu (27/10/2018).
Menurutnya, aksi massa adalah hal yang biasa dalam negara demokrasi. Menjadi hak masyarakat untuk protes dan menyampaikan aspirasinya, asalkan dilakukan secara tertib dan kondusif.
Hanya saja, sebelum membulatkan tekad untuk menggelar aksi, masyarakat perlu mencerna lebih dulu masalah yang ada. "Kan pihak kepolisian sudah menjelaskan, bahwa benar ada 'penyusup' di Hari Santri kemarin. Dan, orang itu mengakui bahwa ini adalah bendera HTI," ujar Dwi yang juga politisi Partai Perindo ini.
Ia pun menegaskan, HTI adalah ormas yang dilarang dan sudah dibubarkan pemerintah. Kalaupun ada reaksi dari Banser membakar bendera tersebut, sebetulnya bukanlah kesengajaan, tapi spontanitas.
"Lagian, sudah ada imbauan untuk tidak bawa atribut macam-macam di acara Hari Santri, ini malah bawa bendera HTI, tentu akan ditentang lah. Kebetulan Banser yang ambil sikap," sambung dia.
Ia mengapresiasi yang dilakukan Banser dengan mengamankan pelaku pembawa bendera HTI. Mereka tak main hakim sendiri, meskipun atribut tersebut milik organisasi terlarang.
Adapun, pembakaran yang dilakukan pun murni sebuah aksi yang tak direncanakan. Iktikadnya cuma ingin menegaskan, HTI ini tak boleh hidup di Indonesia, bukan lambang Tauhid-nya.
"Banser ini kan orang-orang Islam juga. Mereka juga tahu sakralnya kalimat Tauhid. Tapi, reaksi mereka kan terhadap HTI-nya, menolak ormas tersebut," katanya.
Ia pun meminta, publik bisa melihat suatu masalah secara jernih. Jangan sampai termakan isu-isu yang justru bertujuan untuk memanas-manasi ketentraman masyarakat di tahun politik.
"Serahkan saja kepada kepolisian, pihak penegak hukum tentu akan menduduki peristiwa itu secara proporsional. Percaya saja ke mereka," jelas Dwi.
Jelang pemilu ini, ia berharap, masyarakat tak mudah terpancing dengan berbagai hasutan-hasutan yang malah berpotensi merusak persatuan dan kesatuan bangsa. Apalagi, sesama umat Islam.
"Kalau mau protes, silakan saja. Sampaikan aspirasinya, pemerintah dan kepolisian pasti akan menilai, mana yang bisa menjadi masukan, dan yang tidak," ujar dia.
"Namun, kami menghormati keputusan publik jika akhirnya memilih turun ke jalan untul melangsungkan aksi," kata Direktur Informasi dan Publikasi TKN Jokowi-Ma'ruf, Dwi Badarmanto dalam keterangan tertulisnya, Sabtu (27/10/2018).
Menurutnya, aksi massa adalah hal yang biasa dalam negara demokrasi. Menjadi hak masyarakat untuk protes dan menyampaikan aspirasinya, asalkan dilakukan secara tertib dan kondusif.
Hanya saja, sebelum membulatkan tekad untuk menggelar aksi, masyarakat perlu mencerna lebih dulu masalah yang ada. "Kan pihak kepolisian sudah menjelaskan, bahwa benar ada 'penyusup' di Hari Santri kemarin. Dan, orang itu mengakui bahwa ini adalah bendera HTI," ujar Dwi yang juga politisi Partai Perindo ini.
Ia pun menegaskan, HTI adalah ormas yang dilarang dan sudah dibubarkan pemerintah. Kalaupun ada reaksi dari Banser membakar bendera tersebut, sebetulnya bukanlah kesengajaan, tapi spontanitas.
"Lagian, sudah ada imbauan untuk tidak bawa atribut macam-macam di acara Hari Santri, ini malah bawa bendera HTI, tentu akan ditentang lah. Kebetulan Banser yang ambil sikap," sambung dia.
Ia mengapresiasi yang dilakukan Banser dengan mengamankan pelaku pembawa bendera HTI. Mereka tak main hakim sendiri, meskipun atribut tersebut milik organisasi terlarang.
Adapun, pembakaran yang dilakukan pun murni sebuah aksi yang tak direncanakan. Iktikadnya cuma ingin menegaskan, HTI ini tak boleh hidup di Indonesia, bukan lambang Tauhid-nya.
"Banser ini kan orang-orang Islam juga. Mereka juga tahu sakralnya kalimat Tauhid. Tapi, reaksi mereka kan terhadap HTI-nya, menolak ormas tersebut," katanya.
Ia pun meminta, publik bisa melihat suatu masalah secara jernih. Jangan sampai termakan isu-isu yang justru bertujuan untuk memanas-manasi ketentraman masyarakat di tahun politik.
"Serahkan saja kepada kepolisian, pihak penegak hukum tentu akan menduduki peristiwa itu secara proporsional. Percaya saja ke mereka," jelas Dwi.
Jelang pemilu ini, ia berharap, masyarakat tak mudah terpancing dengan berbagai hasutan-hasutan yang malah berpotensi merusak persatuan dan kesatuan bangsa. Apalagi, sesama umat Islam.
"Kalau mau protes, silakan saja. Sampaikan aspirasinya, pemerintah dan kepolisian pasti akan menilai, mana yang bisa menjadi masukan, dan yang tidak," ujar dia.
(ysw)