Satu Tahun Masa Kerja Anies
A
A
A
BANYAK yang kaget ketika Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan mengumumkan penghentian proyek reklamasi Teluk Jakarta pada 23 September lalu. Penghentian proyek secara resmi tersebut akhirnya mengakhiri polemik panjang mengenai proyek penimbunan laut di utara Jakarta untuk kegiatan pembangunan properti tersebut. Penghentian proyek reklamasi Teluk Jakarta hanya salah satu dari sekian janji kampanye Anies saat Pilkada DKI Jakarta 2017. Dia menuntaskan janji tersebut menjelang setahun masa pemerintahannya memimpin Ibu Kota.Kemarin, Anies genap setahun memimpin di Balai Kota. Bersama Wakil Gubernur Sandiaga Uno yang mengundurkan diri pada Agustus 2018 karena maju di pemilihan presiden, Anies dilantik menjadi gubernur DKI pada 16 Oktober 2017. Jika melihat periode jabatan, sesungguhnya ini baru seperlima masa pemerintahannya. Namun, sejumlah janji kampanye sudah ia tunaikan. Salah satu yang menarik perhatian warga adalah ketika di masa awal pemerintahannya ia menutup tempat hiburan Alexis di Ancol, Jakarta karena dinilai melanggar aturan. Padahal, oleh pemerintahan sebelumnya lokasi tersebut bisa dibilang tidak tersentuh.Anies optimistis rencana kerja yang dijanjikan dalam kampanye lalu dapat dikerjakan selama lima tahun kepemimpinannya. Target tahun pertama memasukkan janji politik ke dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) telah tercapai.
Sebenarnya tidak ada yang terlampau istimewa ketika seorang gubernur, bupati, atau bahkan presiden ketika dia bekerja mewujudkan program kampanyenya. Bukankah setiap janji politik seorang pemimpin kepada rakyat memang selayaknya ditepati? Ketimbang puja-puji, pemimpin yang baik justru lebih membutuhkan kritik dan saran dalam upaya memberi pelayanan maksimal kepada warganya.Namun, ada hal yang sedikit membedakan Anies dengan kepala daerah yang lain, yakni pemenuhan janjinya yang dilakukan secara terukur. Pada tahun pertamanya sejumlah program berhasil dijalankan sesuai dengan target. Anies telah merealisasikan program rumah DP 0 rupiah. Pada tahap pertama sebanyak 780 unit rumah dibangun di Kelapa Village, Jakarta Timur untuk warga yang berpenghasilan rendah. Awalnya banyak yang menyangsikan program ini namun kenyataannya tetap bisa direalisasikan. Janji lain adalah menciptakan transportasi umum yang nyaman. Di tahun pertamanya, Anies meluncurkan Jalingko (sebelumnya OK Otrip), sebuah program yang mengintegrasikan semua moda transportasi di Jakarta, termasuk angkot dengan Transjakarta. Tujuannya adalah memudahkan mobilitas warga Ibu Kota ketika hendak bepergian.Program lain yakni melanjutkan pembangunan mass rapid transit (MRT), Program OK OCE di 44 kecamatan dengan jumlah peserta 53.798 wirausaha, realisasi pendapatan daerah 2017 yang naik 103,69% atau sebesar Rp64,82 triliun, kenaikan jumlah aset yang mencapai Rp464,60 triliun naik Rp21,62 triliun dari tahun sebelumnya.Namun, mengukur keberhasilan atau kegagalan sebuah pemerintahan tentu tidak bisa dilakukan dengan mengacu pada apa yang dicapai di tahun pertamanya. Masih ada empat tahun berikutnya bagi Anies untuk bisa membuktikan janji politiknya. Tentu itu bukan pekerjaan ringan, apalagi sejumlah problem klasik ibukota kini sudah menanti untuk dicarikan solusinya. Sebutlah misalnya masalah kemacetan, banjir, pemerataan ekonomi di seluruh bagian Jakarta, dan pembukaan lapangan kerja baru.Namun, program fisik tentu bukan satu-satunya yang harus dituntaskan. Hal yang tak kalah penting adalah bagaimana memelihara kerukunan antarwarga. Persaingan keras pada pilkada lalu telah membuat warga DKI terbelah. Memulihkan persaudaraan dan rasa kebersamaan antarwarga ini tidak kalah penting dibandingkan serangkaian capaian pembangunan fisik.PR lain adalah penyerapan anggaran yang masih rendah. Diketahui APBD DKI pada 2018 tercatat senilai Rp77,1 triliun per September dengan anggaran belanja langsung dan tidak langsung baru mencapai 45,44% atau setara Rp32,34 triliun. Dibandingkan dengan APBD 2017 dengan nilai Rp70,19 triliun presentasi serapan APBD mencapai sekitar 85%. Salah satu faktor penyebab rendahnya serapan anggaran diduga karena Anies yang harus bekerja sendiri tanpa wakil gubernur. Akibatnya, pekerjaan tidak efisien karena tidak ada pembagian tugas. Untuk itu, penting bagi partai politik pengusung Anies untuk segera mengisi jabatan wakil gubernur yang ditinggalkan Sandiaga Uno tersebut.
Sebenarnya tidak ada yang terlampau istimewa ketika seorang gubernur, bupati, atau bahkan presiden ketika dia bekerja mewujudkan program kampanyenya. Bukankah setiap janji politik seorang pemimpin kepada rakyat memang selayaknya ditepati? Ketimbang puja-puji, pemimpin yang baik justru lebih membutuhkan kritik dan saran dalam upaya memberi pelayanan maksimal kepada warganya.Namun, ada hal yang sedikit membedakan Anies dengan kepala daerah yang lain, yakni pemenuhan janjinya yang dilakukan secara terukur. Pada tahun pertamanya sejumlah program berhasil dijalankan sesuai dengan target. Anies telah merealisasikan program rumah DP 0 rupiah. Pada tahap pertama sebanyak 780 unit rumah dibangun di Kelapa Village, Jakarta Timur untuk warga yang berpenghasilan rendah. Awalnya banyak yang menyangsikan program ini namun kenyataannya tetap bisa direalisasikan. Janji lain adalah menciptakan transportasi umum yang nyaman. Di tahun pertamanya, Anies meluncurkan Jalingko (sebelumnya OK Otrip), sebuah program yang mengintegrasikan semua moda transportasi di Jakarta, termasuk angkot dengan Transjakarta. Tujuannya adalah memudahkan mobilitas warga Ibu Kota ketika hendak bepergian.Program lain yakni melanjutkan pembangunan mass rapid transit (MRT), Program OK OCE di 44 kecamatan dengan jumlah peserta 53.798 wirausaha, realisasi pendapatan daerah 2017 yang naik 103,69% atau sebesar Rp64,82 triliun, kenaikan jumlah aset yang mencapai Rp464,60 triliun naik Rp21,62 triliun dari tahun sebelumnya.Namun, mengukur keberhasilan atau kegagalan sebuah pemerintahan tentu tidak bisa dilakukan dengan mengacu pada apa yang dicapai di tahun pertamanya. Masih ada empat tahun berikutnya bagi Anies untuk bisa membuktikan janji politiknya. Tentu itu bukan pekerjaan ringan, apalagi sejumlah problem klasik ibukota kini sudah menanti untuk dicarikan solusinya. Sebutlah misalnya masalah kemacetan, banjir, pemerataan ekonomi di seluruh bagian Jakarta, dan pembukaan lapangan kerja baru.Namun, program fisik tentu bukan satu-satunya yang harus dituntaskan. Hal yang tak kalah penting adalah bagaimana memelihara kerukunan antarwarga. Persaingan keras pada pilkada lalu telah membuat warga DKI terbelah. Memulihkan persaudaraan dan rasa kebersamaan antarwarga ini tidak kalah penting dibandingkan serangkaian capaian pembangunan fisik.PR lain adalah penyerapan anggaran yang masih rendah. Diketahui APBD DKI pada 2018 tercatat senilai Rp77,1 triliun per September dengan anggaran belanja langsung dan tidak langsung baru mencapai 45,44% atau setara Rp32,34 triliun. Dibandingkan dengan APBD 2017 dengan nilai Rp70,19 triliun presentasi serapan APBD mencapai sekitar 85%. Salah satu faktor penyebab rendahnya serapan anggaran diduga karena Anies yang harus bekerja sendiri tanpa wakil gubernur. Akibatnya, pekerjaan tidak efisien karena tidak ada pembagian tugas. Untuk itu, penting bagi partai politik pengusung Anies untuk segera mengisi jabatan wakil gubernur yang ditinggalkan Sandiaga Uno tersebut.
(mhd)