Adu Gagasan pada Masa Kampanye

Senin, 15 Oktober 2018 - 07:02 WIB
Adu Gagasan pada Masa...
Adu Gagasan pada Masa Kampanye
A A A
MASA kampanye Pemilu 2019 sudah berlangsung selama tiga pekan. Sejak dimulai pada 23 September lalu, dua kubu pasangan calon presiden dan calon wakil presiden langsung bergerak mendekati pemilih demi meraup dukungan pada pemilihan presiden yang akan digelar pada 17 April tahun depan.

Namun kritik mulai mengemuka berkaitan dengan model kampanye yang dilakukan dua pasangan calon, yakni nomor urut 01 Joko Widodo-Ma’ruf Amin dan nomor urut 02 Prabowo Subianto-Sandiaga Uno. Kedua kubu dikritik karena sama-sama dinilai belum terlibat adu gagasan.

Mereka belum banyak menon­jolkan program-program yang akan dikerjakan ketika terpilih. Pada tiga pekan pertama kampanye yang tampak menonjol justru per­tarungan sengit kedua kubu dengan isu-isu yang kontraproduktif dan tidak berkaitan langsung dengan kepentingan rakyat.

Beberapa contoh bisa disebutkan. Misalnya bagaimana se­ngit­nya aksi saling serang kedua kubu atas kasus hoaks Ratna Sa­rum­paet. Dalam kasus ini, mulai pendukung calon, tim kampanye hing­ga elite partai politik pengusung saling serang dengan menunjukkan kelemahan masing-masing.

Kegaduhan pun menghiasi lini masa media sosial dan pemberitaan media massa mainstream. Ketika kubu Prabowo-Sandi dituding sebagai pro­dusen hoaks, mereka membalas kubu lawan dengan menunjukkan hoaks serupa yang di­klaim pernah dibuat Jokowi selaku petahana.

Kegaduhan serupa terjadi ketika pemerintah menyampaikan informasi kenaikan harga BBM premium pekan lalu. Meski akhirnya dibatalkan hanya sesaat setelah diumumkan, tak ayal hal itu menjadi alat untuk saling kritik.

Pernyataan-pernyataan keras, bahkan kasar, di media sosial yang terus diproduksi pendukung pasangan calon patut disayangkan ka­re­na itu bisa saja memicu tindakan kekerasan fisik di lapangan. Pembatalan dan pembubaran aksi damai kubu Prabowo-Sandi bertajuk #2019Ganti Presiden di sejumlah kota beberapa waktu lalu bisa jadi contoh. Itu menunjukkan bahwa sengitnya persaingan di media sosial bisa memengaruhi panasnya suasana.

Untuk itu diperlukan kearifan, terutama oleh tim kampanye dan elite parpol pengusung, untuk meredam sikap saling menjatuhkan dan mengubahnya dengan menjadikan masa kampanye ini sebagai ke­sempatan untuk beradu gagasan. Kedua pasangan masing-masing memiliki visi misi dan program. Jika kampanye diisi dengan pe­­maparan visi misi serta program, hal itu lebih menguntungkan rak­­yat karena pilihan dijatuhkan tidak semata karena faktor ke­su­ka­an atau fanatisme kepada figur calon.

Banyak gagasan yang bisa disampaikan kepada pemilih. Mi­sal­nya pada kubu Jokowi, mereka punya modal mengenai capaian-ca­paian pembangunan selama menjalankan pemerintahan dalam empat tahun terakhir, baik itu dalam hal infrastruktur maupun ban­tuan langsung yang diberikan kepada masyarakat kurang mampu. Selain itu kubu Jokowi juga bisa menyampaikan gagasan yang akan dilanjutkannya lima tahun ke depan.

Sebaliknya kubu Prabowo-Sand sejauh ini banyak mengkritik kondisi ekonomi, terutama daya beli masyarakat yang menurun, pelemahan rupiah terhadap dolar AS yang terus berlangsung dan sulitnya lapangan kerja. Bisa saja yang diklaim itu adalah fakta yang terjadi saat ini, tetapi masyarakat juga menanti apa langkah konkret yang akan dilakukan Prabowo-Sandi untuk bisa mengatasi ketiga persoalan ekonomi tersebut jika mereka terpilih.

Masih ada waktu enam bulan masa kampanye. Diharapkan tum­buh kesadaran untuk mewujudkan pemilu yang berintegritas dan bermartabat. Kampanye tentu boleh diisi dengan kritik, tetapi se­yo­gianya dilakukan dengan menjunjung etika.

Kita mendam­ba­kan pe­mi­lu mendatang bisa menghasilkan pemimpin nasional yang bisa diterima seluruh kalangan dan mampu membawa perubahan bangsa ke arah yang lebih baik. Itu hanya bisa dicapai jika kampanye pemilu ini dijauhkan dari hoaks, ujaran kebencian, dan sikap primordial.
(thm)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.0762 seconds (0.1#10.140)