Wakil Ketua MPR: Pancasila Ideologi Jalan Tengah
A
A
A
BALIKPAPAN - Wakil Ketua MPR Mahyudin tegas mengatakan bahwa Pancasila adalah jalan tengah untuk mempersatukan bangsa Indonesia. Pancasila adalah satu-satunya solusi yang terbaik dan diterima seluruh rakyat Indonesia yang berbeda-beda. Tujuannya bersama menjalani kehidupan berbangsa dan bernegara serta mencapai satu cita-cita bersama kemajuan dan kesejahteraan.
"Pemahaman tersebut tidak main-main. Bayangkan 200 juta lebih rakyat Indonesia yang berbeda agama, ras, suku dan budaya pastilah banyak sekali perbedaan pendapat dan prinsip serta keinginan tapi menyatu selama Pancasila hadir dan menjadi ideologi bangsa," ujarnya di hadapan sekitar 300 peserta Sosialisasi Empat Pilar MPR di Aula Kecamatan Balikpapan Selatan, Kalimantan Timur, Kamis (11/10/2018).
Indonesia, lanjut Mahyudin, adalah negara kepulauan dari sekitar 17.000 pulau yang dihuni 200 juta lebih masyarakat. Mereka berbeda suku, agama, ras, bahasa, budaya, namun bisa hidup berdampingan.
"Tentu, masing-masing personal memiliki ego dan keinginan masing-masing. Jika tidak ada Pancasila yang menjadi jalan tengah, bisa dibayangkan masing-masing daerah akan saling ngotot bahkan konflik agar ideologi bangsa sesuai dengan agama, suku dan ras masing-masing. Sebab, masing-masing pasti berpegang teguh bahwa agamanya, kepercayaannya, sukunya lah yang paling benar dan baik," tutur Politikus Partai Golkar ini.
Dipaparkan, Pancasila kemudian muncul dan diterima dengan baik oleh seluruh rakyat Indonesia sebagai ideologi bangsa dan tetap mampu bertahan menjaga keutuhan bangsa selama 73 tahun dan akan terus bertahan jika anak bangsa konsisten menjaga dan merawatnya.
Diungkapkan Mahyudin, begitu mudahnya rakyat Indonesia menerima Pancasila sebagai ideologi sangat bisa dimaklumi sebab Pancasila bukanlah doktrin dan bukanlah ciptaan manusia. Nilai-nilai Pancasila digali oleh Bung Karno dari jiwa rakyat Indonesia sendiri. Jadi, nilai yang terkandung Pancasila sudah menjadi karakter rakyat Indonesia sejak dulu.
"Jika saat ini muncul kembali ego pribadi yang memaksakan keyakinannya, sukunya yang paling benar dan paling baik apalagi sampai ingin mengganti Pancasila dengan ideologi yang diyakini sendiri, sama artinya kita mundur jauh ke belakang yang semestinya sudah selesai 73 tahun yang lalu. Jika dipaksakan yang terjadi adalah konflik berkepanjangan karena satu sama lain merasa paling benar dan Indonesia bisa bubar," papar Calon DPD RI Daerah Pemilihan Kaltim itu.
"Pemahaman tersebut tidak main-main. Bayangkan 200 juta lebih rakyat Indonesia yang berbeda agama, ras, suku dan budaya pastilah banyak sekali perbedaan pendapat dan prinsip serta keinginan tapi menyatu selama Pancasila hadir dan menjadi ideologi bangsa," ujarnya di hadapan sekitar 300 peserta Sosialisasi Empat Pilar MPR di Aula Kecamatan Balikpapan Selatan, Kalimantan Timur, Kamis (11/10/2018).
Indonesia, lanjut Mahyudin, adalah negara kepulauan dari sekitar 17.000 pulau yang dihuni 200 juta lebih masyarakat. Mereka berbeda suku, agama, ras, bahasa, budaya, namun bisa hidup berdampingan.
"Tentu, masing-masing personal memiliki ego dan keinginan masing-masing. Jika tidak ada Pancasila yang menjadi jalan tengah, bisa dibayangkan masing-masing daerah akan saling ngotot bahkan konflik agar ideologi bangsa sesuai dengan agama, suku dan ras masing-masing. Sebab, masing-masing pasti berpegang teguh bahwa agamanya, kepercayaannya, sukunya lah yang paling benar dan baik," tutur Politikus Partai Golkar ini.
Dipaparkan, Pancasila kemudian muncul dan diterima dengan baik oleh seluruh rakyat Indonesia sebagai ideologi bangsa dan tetap mampu bertahan menjaga keutuhan bangsa selama 73 tahun dan akan terus bertahan jika anak bangsa konsisten menjaga dan merawatnya.
Diungkapkan Mahyudin, begitu mudahnya rakyat Indonesia menerima Pancasila sebagai ideologi sangat bisa dimaklumi sebab Pancasila bukanlah doktrin dan bukanlah ciptaan manusia. Nilai-nilai Pancasila digali oleh Bung Karno dari jiwa rakyat Indonesia sendiri. Jadi, nilai yang terkandung Pancasila sudah menjadi karakter rakyat Indonesia sejak dulu.
"Jika saat ini muncul kembali ego pribadi yang memaksakan keyakinannya, sukunya yang paling benar dan paling baik apalagi sampai ingin mengganti Pancasila dengan ideologi yang diyakini sendiri, sama artinya kita mundur jauh ke belakang yang semestinya sudah selesai 73 tahun yang lalu. Jika dipaksakan yang terjadi adalah konflik berkepanjangan karena satu sama lain merasa paling benar dan Indonesia bisa bubar," papar Calon DPD RI Daerah Pemilihan Kaltim itu.
(kri)